Jubir MK: Aksi Apapun Tak Bisa Intervensi Putusan

Sepanjang aksi digelar sesuai ketentuan, MK tidak bisa mengeluarkan larangan.
Petugas kepolisian berada di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 24 Juni 2019. (Foto: Antara)

Jakarta - Sejumlah kelompok masyarakat disebut akan menggelar aksi unjuk rasa di lingkungan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang putusan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) Pilpres 2019.

Pasca persidangan sejak 14 Juni hingga 21 Juni lalu, MK akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk kemudian membacakan putusan pada 28 Juni 2018 mendatang.

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, tahapan sidang digelar selama sepekan secara transparan dan disaksikan publik.

"Oleh karena itu, proses yang sudah transparan tidak ada lagi yang patut diragukan. Aksi apapun tidak akan bisa mengintervensi putusan MK," katanya di Jakarta, Senin 24 Juni 2019.

Secara normatif, kata Fajar, penyampaian pendapat adalah kewenangan kepolisian sebagai aparat keamanan yang memberikan izin keramaian.

Namun sepanjang aksi itu digelar sesuai ketentuan keamanan dan ketertiban, MK tidak bisa mengeluarkan larangan.

"Aksi unjuk rasa merupakan saluran demokrasi. Kita tidak bisa melarang. Bagi MK, aksi semacam itu silakan saja, tetapi jangan sampai mengganggu agenda persidangan MK," katanya.

Dia mengingatkan, putusan sembilan hakim MK atas hasil pembahasan sengketa Pilpres 2019 bersifat final dan mengikat sehingga harus diterima seluruh pihak.

"Yang terpenting apapun keputusan MK nanti, itu adalah kewenangan majelis hakim. Desain konstitusional, kita semua sudah tahu, keputusan MK itu final dan mengikat," katanya dilansir dari Antara.

Mari kita dewasa, jangan memaksakan hal di luar mekanisme konstitusional yang sudah ada

Menurut Fajar tidak ada lagi peluang bagi yang kalah dalam sidang MK untuk mengajukan pembelaan hukum. Fajar berharap sengketa berakhir di MK.

"Publik sudah tahu aturan mainnya. putusan MK nanti sudah absolut tidak bisa di 'challenge' dengan hukum apapun," katanya

Fajar mengajak seluruh pihak untuk taat dan hormat pada putusan hakim MK apapun hasilnya nanti. "Mari kita dewasa, jangan memaksakan hal di luar mekanisme konstitusional yang sudah ada," katanya.

Sementara itu, ruas Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat ditutup selama berlangsungnya RPH MK. Jalan ditutup sepanjang dari area Patung Arjuna Wijaya hingga kawasan gedung MK.

Pengamanan ruas jalan tersebut dibagi dalam dua wilayah yakni gedung Indosat hingga Kementerian Pertahanan, dan dari Museum Nasional hingga batas gedung MK.

Kendaraan yang diperbolehkan melintas hanya dapat menuju gedung Indosat, gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, dan Kementerian Pertahanan.

Kegiatan unjuk rasa tidak dapat dilakukan di depan gedung MK, namun dilakukan di sekitar patung Arjuna Wijaya.

Pengunjuk rasa dari Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat dan Ikatan Keluarga Besar Universitas Indonesia, berbaju kuning dan membawa atribut ondel-ondel melakukan unjuk rasa meminta keadilan hakim MK di sekitar patung Arjuna Wijaya.

RPH MK berlangsung sejak 25-27 Juni, kemudian MK akan membacakan putusan sengketa pilpres pada 28 Juni.[]

Baca juga:

Berita terkait
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)