Pematangsiantar - Muslimin Akbar selaku kuasa hukum Fauzi Munthe, pelapor penistaan agama empat tenaga kesehatan (nakes) RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar menyatakan keheranannya terhadap kejaksaan.
Pasalnya, salinan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) perkara penistaan agama yang diumumkan Kejaksaan Negeri Pematangsiantar pada 24 Februari 2021 lalu, dikirimkan kepada Fauzi Munthe selaku pelapor lewat kantor pos.
Fauzi Munthe merupakan warga Serbelawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Sedangkan kuasa hukum, yakni LBH Amanah berkantor di Pematangsiantar.
Itu sebabnya kata Muslimin Akbar, pihaknya belum menerima salinan berkas penghentian perkara dugaan penistaan agama yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar Agustinus Wijono Dososeputro.
Muslimin menilai, kejaksaan memilih mengirimkan berkas tersebut kepada pelapor, Fauzi Munthe melalui kantor pos kurang efektif.
"Berhubung alamat rumah dari klien berada di Simalungun kurang efektif apa yang dilakukan kejaksaan. Mengingat waktu untuk praperadilan hanya tujuh hari. Padahal surat kuasa tertera alamat di kantor kuasa hukum Fauzi di Siantar. Jadikan bisa lebih efektif," tutur Muslimin.
Dia menegaskan pihaknya akan tetap menempuh upaya hukum praperadilan dan menunggu salinan SKP2 tersebut. "Kami akan kejar terus, karena objek dari praperadilan ini adalah SKP2 itu," kata dia.
Secara otomatis saat ini empat tersangka lepas dari jeratan hukum
Muslimin mengungkap, sebelumnya surat undangan dari kejaksaan perihal restorative justice yang digelar 23 Februari 2021, dikirimkan melalui Kepolisian Resor Pematangsiantar dan diteruskan kepada kuasa hukum pelapor.
"Tapi yang ini beda. Padahal kantor kuasa hukum kan tertera, harusnya dikirim kepada kami," tukas mantan anggota DPRD Pematangsiantar dari PKS tersebut.
4 Nakes Bebas
Pasca penghentian perkara oleh kejaksaan, empat nakes yang bertugas di Instalasi Pemulasaran Jenazah RSUD dr Djasamen Saragih yang sempat ditetapkan tersangka penistaan agama oleh Polres Pematangsiantar pada 25 November 2020, dinyatakan bebas.
Baca juga:
- Ulama NU: Kasus Lucu di Siantar, Nakes Dikriminalkan
- Siantar Terlempar dari 10 Besar Kota Paling Toleran di Indonesia
Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar Agustinus Wijono Dososeputro mengatakan, dengan dikeluarkannya surat penghentian perkara, secara otomatis status tersangka empat nakes yang dijerat Pasal 167 A Jo Pasal 55 UU tentang penistaan agama, gugur.
"Secara otomatis saat ini empat tersangka lepas dari jeratan hukum. Apabila ada proses praperadilan dengan adanya bukti baru untuk melakukan penuntutan, kami sangat siap karena itu tugas kami bilamana ada praperadilan," tutur Agustinus, Sabtu, 27 Februari 2021.
Kasus penistaan agama empat nakes RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar bermula pada 20 September 2020.
Ketika itu empat tenaga forensik, yakni DAAY, ESPS, RS, dan REP melakukan pemulasaran jenazah seorang wanita bernama Zakiah, 50 tahun, yang merupakan pasien probabel Covid-19.
Fauzi Munthe selaku suami pasien keberatan mengetahui pemulasaran dilakukan oleh empat nakes pria bukan mahram sesuai syariat Islam.
Peristiwa itu kemudian ramai dibicarakan dan memunculkan aksi protes dari masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Bela Islam pada 5 Oktober 2020.
Kasus kemudian berlanjut kepada pelaporan ke pihak penegak hukum. Polisi menetapkan empat nakes tersangka dalam kasus penistaan agama, sebelum kemudian perkara dihentikan kejaksaan karena dinilai unsur penistaan agama tidak terpenuhi.[Anugerah]