Jaksa Siap Hadapi Praperadilan Penistaan Agama 4 Nakes Siantar

Kajari Pematangsiantar mengaku siap menghadapi gugatan praperadilan kasus penistaan agama empat nakes RSUD dr Djasamen Saragih.
Kepala Kejaksaan Kota Pematangsiantar Augustinus Wijono saat menggelar konferensi pers terkait penghentian perkara penistaan agama, Rabu 24 Februari 2021. (Foto: Tagar/Anugerah)

Pematangsiantar - Kepala Kejaksaan Negeri Kota Pematangsiantar Agustinus Wijono Dososeputro mengaku siap menghadapi gugatan praperadilan kasus penistaan agama empat tenaga kesehatan RSUD dr Djasamen Saragih.

Fauzi Munthe selaku pelapor dalam kasus tersebut bersama tim kuasa hukum sebelumnya mengatakan akan mengajukan praperadilan setelah kejaksaan mengeluarkan surat penetapan penghentian penuntutan perkara penistaan agama.

"Kami siap bilamana memang adanya usai penerbitan SKP2 bisa melakukan praperadilan. Kami jawab apa yang telah kami keluarkan," ungkap Agustinus, Sabtu, 27 Februari 2021.

Dengan dikeluarkannya surat penghentian perkara, secara otomatis status tersangka empat nakes yang dijerat Pasal 167A Jo Pasal 55 UU tentang Penistaan Agama gugur.

"Secara otomatis saat ini empat tersangka lepas dari jeratan hukum. Apabila ada proses praperadilan dengan adanya bukti baru untuk melakukan penuntutan, kami sangat siap karena itu tugas kami bilamana ada praperadilan," tutur Agustinus.

Kasus penistaan agama empat tenaga kesehatan RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar bermula pada 20 September 2020.

Ketika itu empat tenaga forensik, yakni DAAY, ESPS, RS, dan REP melakukan pemulasaran jenazah Zakiah, 50 tahun, yang merupakan pasien probabel Covid-19.

Namun Fauzi Muthe selaku suami pasien keberatan mengetahui pemulasaran dilakukan oleh empat tenaga medis pria bukan muhrim sesuai syariat Islam.

Kami akan kejar terus, karena objek dari praperadilan ini adalah SKP2 itu

Peristiwa itu pun kemudian ramai dibicarakan dan memunculkan aksi protes dari masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Belas Islam pada 5 Oktober 2020.

Kasus kemudian belanjut kepada pelaporan ke pihak penegak hukum. Polisi pun menetapkan empat nakes tersangka penistaan agama pada 25 November 2020 dan dilimpahkan ke jaksa.

Kejaksaan pada 24 Februari 2021 lewat konferensi pers menyebut kasus dihentikan karena tidak terpenuhinya unsur penistaan agama sebagaimana disangkakan kepolisian sebelumnya.

Surat penghentian kasus

Kuasa hukum pelapor, Muslimin Akbar mengatakan sampai hari ini pihaknya belum menerima salinan berkas penghentian perkara dugaan penistaan agama yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar Agustinus Wijono Dososeputro pada Rabu, 24 Februari 2021.

Muslimin mengatakan, kejaksaan memilih mengirimkan berkas tersebut kepada pelapor, Fauzi Munthe melalui kantor pos.

Baca juga: 

"Berhubung alamat rumah dari klien berada di Simalungun, kurang efektif apa yang dilakukan kejaksaan mengingat waktu untuk praperadilan hanya tujuh hari. Padahal surat kuasa, tertera alamat di kantor kuasa hukum di Siantar. Jadikan bisa lebih efektif," tutur Muslimin.

"Kami akan kejar terus, karena objek dari praperadilan ini adalah SKP2 itu. Padahal kemarin surat undangan dari kejaksaan perihal restorative justice melalui Polres Pematangsiantar yang diteruskan kepada kuasa hukum pelapor. Tapi yang ini beda, padahal kantor kuasa hukum kan tertera, harusnya dikirim kepada kami," tuturnya.[Anugerah]

Berita terkait
Pengakuan Nakes Siantar Pasca Putusan Jaksa dan Sikap Pelapor
Salah seorang nakes Pematangsiantar bangga atas keputusan jaksa menghentikan kasus dugaan penistaan agama yang menjeratnya.
Kasus Nakes Siantar: Delik Penistaan Agama Harus Dicabut
Kasus Nakes di Siantar itu dalam konteks hukum Islam pun tidak dipidanakan. Harapan saya delik penistaan agama dicabut dari hukum Indonesia.
Sikap Para Pemimpin Gereja atas Kasus Empat Nakes di Siantar
Pemimpin gereja di Sumut, sampaikan pernyataan sikap atas kasus kriminalisasi empat tenaga kesehatan di Pematangsiantar.