Jakarta - Pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dalam hal percepatan pembangunan dan kemudahan izin berusaha, tata ruang dianggap menjadi panglima karena di dalamnya mengamanatkan pengintegrasian tata ruang dengan rencana zonasi, kawasan dan lain-lain.
Untuk itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melakukan inovasi dalam aspek Tata Ruang. Transformasi Tata Ruang yang terus dilakukan bertujuan untuk mewujudkan Tata Ruang yang lebih akurat dan akuntabel serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Abdul Kamarzuki menjelaskan bahwa inovasi dalam aspek Tata Ruang tentunya bertujuan untuk Percepatan Penataan Ruang.
Tentunya revisi ini bukan revisi secara substansial namun lebih kepada menguatkan agar berbagai kebijakan dapat terakomodir dengan baik.
Ketika implementasi UUCK mulai berjalan, lanjutnya, ada beberapa revisi dalam UU sebelumnya untuk menguatkan posisi Tata Ruang sebagai single reference dalam pembangunan yaitu pada UU Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
"Tentunya revisi ini bukan revisi secara substansial namun lebih kepada menguatkan, agar berbagai kebijakan dapat terakomodir dengan baik. Semoga amanat UUCK ini dapat kita wujudkan dengan baik," ucapnya, melalui keterangan yang diterima, Jumat, 3 September 2021.
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Gelar SPIP, Wujudkan Transparansi
- Baca Juga: Kunjungi Riau, Menteri ATR/BPN Dorong Percepatan PTSL
Hal ini disampaikannya dalam Seminar Nasional Penataan Ruang 2021 yang bertajuk Inovasi dalam Percepatan Penataan Ruang di Indonesia, Kamis, 2 September 2021, bertempat di Bali Nusa Dua Convention Centre, Bali.
Abdul Kamarzuki mengatakan bahwa untuk mendukung penyelenggaraan penataan ruang di seluruh daerah, terdapat sistem informasi tata ruang yang terbagi dalam penyusunan rencana tata ruang dan pemanfaatan rencana tata ruang.
"Kita sebagai jajaran di Direktorat Jenderal Tata Ruang bertanggung jawab dalam hal penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR). Dalam penyusunan RTR ini terdapat pengumpulan data, analisis spasial, koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah hingga konsultasi publik. Ini semua kita buat dengan bentuk digital atau berbasis web," ujarnya.
Mendukung hal tersebut, salah satunya adalah Online Single Submission (OSS) berbasis risiko yang diluncurkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada Senin, 9 Agustus 2021.
OSS berbasis risiko ini adalah layanan perizinan secara online yang terintegrasi, terpadu, dengan paradigma perizinan berbasis risiko. Tujuan OSS berbasis risiko ini bertujuan untuk membuat iklim kemudahan berusaha di Indonesia semakin baik.
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Bangun Transformasi Digital di Indonesia
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Dorong Percepatan Legalisasi Wilayah Pesisir
Terkait dengan OSS, Abdul Kamarzuki juga mengatakan bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN memiliki kaitan erat dengan OSS.
Ketika mendaftar via OSS, nantinya pemohon akan memasukkan data seperti identitas lengkap dan titik koordinat bidang tanah yang akan dituju. Kemudian, data itu akan langsung terkirim ke Sistem Informasi Geospasial Tata Ruang (GISTARU) di Kementerian ATR/BPN.
"Dari proses GISTARU, akan dikirim ke seluruh daerah. Di belakang OSS itu ada RDTR kita, di belakang RDTR ada GISTARU. Semua terhubung secara web-based," ucapnya. []