Jakarta - Dewan Penasihat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono mengatakan pemerintah harus melewati tantangan dalam melakukan budidaya lobster. Hal itu menanggapi polemik ekspor lobster yang masih terus bergulir hingga kini.
"Tantangan Indonesia dalam budidaya lobster, antara lain penguasaan teknologi budidaya benih lobster, infrastruktur serta pakan lobster, berupa ikan rucah masih diimpor dari Chile dengan harga relatif mahal dan sulit didapat dan belum memproduksi pakan dari kerang-kerangan hijau," kata Bambang kepada Tagar, Kamis, 23 Juli 2020.
Yang dilakukan Menteri KP Edhy Prabowo itu langkah bagus, yakni mencabut Permen KP No. 56 Tahun 2016 yang diterbitkan pendahulunya Susi Pudjiastuti, lalu menerbitkan Permen KP No. 12 Tahun 2020.
Baca juga: Kisah Pengepul Lobster Bantul yang Enggan Jual Benur
Padahal, kata dia, seharusnya pakan lobster bisa diproduksi di dalam negeri. Lebih lanjut, sebagai seorang pengamat, ia juga mengulas lebih jauh soal ketentuan ekspor terkait lobster.
Ia menilai ketentuan ekspor lobster seperti diatur dalam Permen KP No. 12 Tahun 2020 sudah sesuai dengan ketentuan, termasuk pemberian kuota ekspor untuk 31 perusahaan.
“Izin ekspor tentu diberikan dengan mengacu aturan yang berlaku secara profesional. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengamanatkan setiap warga negara atau pelaku usaha bisa mendapatkan perlakuan sama, jadi siapapun bisa mendapatkan izin ekspor sesuai dengan persyaratan peraturan dari Kementerian KKP,” ucap Bambang.
Menurut dia, aturan ekspor lobster dalam Permen KP No. 12 Tahun 2020 juga cukup ketat dan diberikan suatu kuota serta memperhatikan stok ketersediaan di alam.
"Ketentuan lain, yakni ekspor bisa dilakukan jika sudah panen secara berkelanjutan dan telah melepasliarkan 2% dari hasil pembudidayaan, serta mengatur penangkapan atau pengeluaran benih bening lobster termasuk budidayanya," ujar dia.
Baca juga: Harga Anjlok, Pemasok Lobster di Rembang Gigit Jari
Sebelumnya, ia mengatakan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengizinkan penangkapan benih lobster dan membuka keran ekspor, dinilai tepat. Menurutnya langkah itu dapat memberdayakan nelayan dan menghasilkan devisa bagi negara.
Hal ini guna menanggapi Permen KP No. 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia.
“Yang dilakukan Menteri KP Edhy Prabowo itu langkah bagus, yakni mencabut Permen KP No. 56 Tahun 2016 yang diterbitkan pendahulunya Susi Pudjiastuti, lalu menerbitkan Permen KP No. 12 Tahun 2020 yang mengubah sejumlah ketentuan, salah satunya mengizinkan penangkapan dan ekspor benih lobster,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan, Permen KP No. 56 Tahun 2016 yang melarang penangkapan dan ekspor lobster ukuran kurang dari 200 gram merupakan kebijakan keliru. Ia menyebut hal itu, selain membuat nelayan kehilangan mata pencarian, larangan tersebut justru malah akan mendorong penangkapan lobster dewasa yang berpotensi merusak lingkungan dan lobster indukan.
“Penangkapan lobster dewasa memicu perusakan karang dan ekosistem laut sebab sering diambil dengan cara pemaksaan. Lobster dewasa umumnya hidup di sela-sela karang sehingga sulit ditangkap dan bahkan sering diambil dengan cara merusak karang atau pembiusan,” ucap dia. []