Ikhtiar Pedagang Kecil Payakumbuh di Tengah Corona

Pedagang kecil di Kabupaten Limapuluh Kota tetap berjualan di tengah Covid-19 demi kebutuhan hidup dan tanggungjawab.
Ujang, 52 tahun, seorang pedagang kecil harian di Pasar Nagari Pakan Rabaa, Nagari Koto Tangah Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota, Minggu 26 April 2020. (Foto: Tagar/Aking Romi Yunanda)

Limapuluh Kota - Pagi menjelang siang, mentari terasa terik dari di ufuk timur Nagari Koto Tangah Simalanggang. Seorang pedagang harian tengah sibuk menata barang dagangan untuk dijual di kedai yang terbuat dari kayu.

Langkah kaki dan gerakan tangan lelaki itu tampak cekatan menata bermacam dagangannya. Mulai dari sapu ijuk, sapu lidi hingga wajan pemasak makanan berbahan dasar logam, seketika beres dan siap menanti pembeli.

Paling tidak, hanya 20 menit waktu yang diperlukannya menyusun barang-barang yang nyaris memadati outlet kecil tidak permanen itu. Namanya Ujang, 52 tahun. Semangatnya berburu rezeki di tengah Covid-19 dan sedang menjalankan puasa ramadan tidak pernah surut.

Ujang berdagang di tepi jalan pasar Pakan Rabaa. Saban hari, di pusat nagari itu para pedagang memanfaatkan waktu menangguk rezeki. Pasar satelit itu ialah pasar desa yang terletak di pusat Nagari Koto Tangah Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.

Kami juga takut mati, siapa sih yang tak takut mati, jika terpapar virus berbahaya. Tapi mesti bagaimana lagi.

Biasanya, pasar ini beroperasi hanya pada hari-hari tertentu. Tepatnya seminggu sekali yaitu setiap hari Rabu. Pasar akan penuh sesak oleh pengunjung dari berbagai nagari. Ya, Pakan Rabaa berasal dari bahasa daerah setempat, bermakna Pekan Rabu.

Para pedagang maupun pembeli di pasar satelit itu, rata-rata warga nagari setempat, sebagian datang dari nagari tetangga hingga daerah lain. Seperti Nagari Taeh Baruah, Koto Baru dan Simalanggang yang masih di Kecamatan Payakumbuh.

Meski lengang di hari biasa, Ujang seakan tetap meneguhkan niat dan keyakinan, bahwa barang dagangannya akan tetap laris begitu ditawar pembeli. Begitu pula para pedagang bahan dapur, di pinggir jalan Raya Payakumbuh-Mungka. Tetap menggelar dagangan satu-persatu.

Dua puluh menit setelah kedai barang harian itu digelar, belum satu pun pengendara yang berniat singgah. Jangankan berbelanja, sekedar bertanya dan menawar pun belum. Puluhan pengendara mobil dan motor, hanya lalu-lalang melintas di jalan raya.

"Ya, tetap jualan, sambil ikhtiar, supaya asap di dapur bisa mengepul," kata Ujang kepada Tagar yang menjumpainya, Minggu, 26 April 2020.

Pandemi Covid-19 yang mewabah di Sumbar sejak pertengahan Maret 2020 lalu, memang membuat ekonomi masyarakat kecil lumpuh. Termasuk di daerah Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota. Pedagang kecil ikut terkena imbas akibat daya beli masyarakat menurun drastis.

Menurut bapak tiga anak itu, sejak Covid-19 merebak, rutinitas jual beli barang di pasar tidak lagi dipadati pembeli. Kedai-kedai harian di pasar Pakan Rabaa yang beroperasi seminggu sekali itu, tetap buka sejak pagi hingga sore.

Namun, pengunjungnya tidak seramai hari biasa. Lapak-lapak pedagang di bagian dalam pasar yang menjual bahan kebutuhan pokok, juga sepi. Bahkan banyak ditutup pemiliknya karena tidak ada pembeli. Siklus peredaran uang di pasar rakyat itu nyaris tak bergerak.

"Biasanya, sebelum wabah corona ini saya buka pukul 09.00 WIB dan itu sudah banyak yang singgah belanja. Sebelum tengah hari biasanya sudah pecah telur, sekarang masih belum ada," tuturnya.

Para pedagang kecil lainnya juga mengaku bimbang akan dampak wabah corona yang secara medis gampang menular dari manusia ke manusia lain. Apalagi, pasar sangat akrab dengan rutinitas keramaian, sehingga rawan dari ancaman virus.

"Kami juga takut mati, siapa sih yang tak takut mati, jika terpapar virus berbahaya. Tapi mesti bagaimana lagi, kalau tidak keluar rumah, ya, orang-orang kecil ini tak akan bertahan hidup. Mau makan pakai apa?" katanya.

Setiap hari pasca diberlakukannya pembatasan sosial oleh pemerintah akibat wabah corona, penghasilannya dari hari ke hari dari berdagang barang kebutuhan harian, cenderung menurun. Bisa dibilang pas-pasan.

Hanya berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu per hari. Itu pun juga dikurangi biaya operasional dan sewa tempat. Laba dari omset penjualan barang hanya cukup memenuhi kebutuhan belanja dapur, untuk berbuka dan sahur bersama anak-istri. Belum lagi, kebutuhan belanja kebutuhan harian.

Dampak wabah dirasakan para pedagang tidak sampai di sini. Bagi yang ada pembayaran kredit di perbankan atau julo-julo (arisan) juga terpaksa menunggak, disebabkan minimnya pemasukan.

Dika Kumara, 27 tahun, petugas pasar di Pakan Rabaa turut menyampaikan keluhan serupa. Ia yang sehari-hari ditugaskan pemerintah nagari meminta sewa kebersihan dan tempat, ikut merasakan kesulitan pedagang.

Pasalnya, para pedagang kecil di pasar satelit itu, mulai menunggak pembayaran uang harian. "Banyak (pedagang) yang mengeluh, begitu diminta sewa. Mungkin karena tidak berjual-beli. Tentu kita memaklumi kondisi sekarang ini," katanya.

Jika dilihat kondisi pisikologis para pedagang kecil, kata Dika, rata-rata banyak yang khawatir berjualan di tengah kondisi pandemi. Mereka ketakutan, sehingga banyak memilih berdiam di rumah agar tidak tertular virus Covid-19.

TutupKios dan toko di Pakan Rabaa Nagari Koto Tangah Simalanggang ditutup pemiliknya setelah terdampak pembatasan sosial Covid-19. (Foto: Tagar/Aking Romi Yunanda)

Umumnya, para pedagang mengaku bersedia tetap di rumah saja apabila kebutuhan sehari-hari terpenuhi oleh pemerintah. Termasuk mengikuti anjuran PSBB dengan menjaga jarak fisik, memakai masker dan membiasakan mencuci tangah.

Mereka rata-rata mengaku patuh dengan imbauan pemerintah demi keselamatan, dan justru risau apabila pemerintah tidak bertindak apa-apa. Warga pun mengaku manut, apabila pemerintah bersikap tegas, tapi mesti konsekwen memperhatikan kebutuhan hidup masyarakat kecil.

"Apalagi seperti yang kita lihat di berita media, seperti di Padang dan Bukittinggi, yang banyak positif terjangkit corona itu para pedagang pasar. Situasi ini jelas membuat kita sangat khawatir. Karena percuma saja dapat rezeki, jika taruhannya nyawa," katanya.

Berharap Bantuan Pemerintah

Kondisi peliknya ekonomi pascapemberlakuan PSBB akibat wabah corona, turut dirasakan sejumlah pedagang kecil harian di pasar satelit Nagari Limbanang, Kecamatan Guguak. Kabupaten Limapuluh Kota. Berbagai kebutuhan rumah tangga, kini mulai tidak terpenuhi.

Kami berharap sekali, pemerintah segera menurunkan bantuan, minimal buat biaya pangan.

Ini terjadi akibat menurunnya daya beli masyarakat. Apalagi, pasca PSBB aktifitas pasar akan ditiadakan.

"Biasanya, sehari berdagang, bisa lah mencukupi kebutuhan di luar buat modal berjualan esok hari. Sekarang, ini modal jualan hari ini terpakai buat kebutuhan harian," kata Lisma, 56 tahun, pedagang bahan pokok di pasar Limbanang.

Ibu rumah tangga itu mengaku terpaksa tetap berjualan meski pasar rakyat itu dalam kondisi sepi pengunjung. Hal itu lantaran sang suami yang bekerja buruh tani dan kandang ayam, kini sudah tidak lagi berpenghasilan.

Sementara, anak-anak di rumah butuh biaya makan serta keperluan lain. "Kami berharap sekali, pemerintah segera menurunkan bantuan, minimal buat biaya pangan. Karena, mau berhutang ke tetangga kini sudah tidak bisa, mereka sama-sama susah," tuturnya.

Selain berharap pemerintah mempercepat realisasi bantuan pokok, warga meminta pemberian alat kesehatan, seperti masker, sabun mandi dan hansanitizer. Termasuk menggencarkan sosialisasi tata-cara antisipasi penyebaran virus Covid-19 ke masyarakat.

60 Pasar Satelit Tetap Beroperasi

Kepala Bidang Perdagangan, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Limapuluh Kota Wiwing Nofri, tidak menampik kondisi pasar satelit yang sepi pengunjung di kala pandemi Covid-19.

Situasi itu, kata Wiwing, akibat adanya PSBB yang diterapkan kepada masyarakat, guna mengantisipasi serta memutus mata rantai penularan virus agar tidak meluas. Akibatnya, berimbas kepada sektor ekonomi.

Sebanyak 60 pasar satelit di wilayah Limapuluh Kota, kini masih tetap aktif. Namun, rata-rata pasar nagari yang secara umum dikelola oleh pemerintah nagari, memang tidak seramai hari-hari biasa. Sebab, aktivitas pasar nagari padat pada hari-hari tertentu.

"Saat ini kita fokus memantau dan melakukan upaya pencegahan di pasar-pasar rakyat, supaya tidak ada penularan virus di Limapuluh Kota. Karena bagaimana pun, penularan virus di pasar lebih rentan, karena interaksi masyarakat aktif di sana," katanya kepada Tagar, Senin, 27 April 2020.

Kendati tidak ditutup karena pasar termasuk pusat kebutuhan pokok, pemerintah daerah melalui Dinas Perindag, katanya, terus gencar melakukan upaya pencegahan agar para pedagang maupun pengunjung pasar, mengikuti protap kementerian kesehatan.

"Kita melakukan disinfeksi ke seluruh pasar nagari, termasuk membuat sudah buat edaran, bahkan edaran Bupati, agar mererapkan aturan tempat cuci tangan dan mewajibkan memakai masker ini," katanya. []






Berita terkait
Josh Handani, Pasta Gigi Arang Bambu di Yogyakarta
Josh Handani di Yogyakarta membuat produk ramah lingkungan, pasta gigi arang bambu, sabun dan sampo minyak kelapa, sabun cuci piring daun sirih.
Si Kaya Bantu Si Miskin di Kudus Hadapi Pandemi
Si Kaya Bantu Si Miskin, gagasan Lurah Wergu Kulon, Kudus mengatasi kesulitan ekonomi warganya di tengah pandemi corona.
Senyum Penjual Bunga Kuburan di Tengah Covid-19
Tradisi nyekar atau ziarah kubur jelang Ramadan menjadi berkah bagi penjual bunga kuburan di tengah krisis ekonomi akibat Covid-19.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)