Oleh: Syaiful W. Harahap*
Di tengah hiruk-pikuk pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pandemi virus corona pun berkecamuk di semua negara bagian. Data terakhir laporan situs independen, worldometers, tanggal 20 Desember 2020 pukul 05.49 WIB, menunjukkan jumlah kasus virus corona di AS mencapai 18.043.016 dengan 322.936 kematian. Jumlah ini membuat AS kokoh di puncak pandemi virus corona global.
Dari 50 negara bagian di AS ada tiga negara bagian dengan jumlah kasus lebih dari 1 juta, yaitu: California 1.829.521, Texas 1.572.594, dan Florida 1.193.165.
Pemerintahan Presiden Donald Trump tidak menunjukkan penanganan yang realistis, bahkan Presiden Trump justru sesumbar, 11 Maret 2020 (nytimes.com, 23 Maret 2020), dengan mengatakan: “Tidak ada kesempatan bagi virus (virus corona-red.) untuk menginfeksi rakyat Amerika.” Padahal, ketika itu AS sudah melaporkan 1.301 kasus virus corona di beberapa negara bagian dengan 38 kematian.
Sebagian rakyat AS justru tidak percaya ada pandemi virus corona dan mereka menyebutnya sebagai kebohongan besar. Mereka menyebut berita tentang virus corona sebagai hoaks yang justru sebagai virus. Ini paradoks karena media-media besar mainstream dan terpercaya ada di AS, seperti TIME, The New York Times, The Washington Post, CNN, NBC, dan lain-lain.
Kondisi itu tidak terlepas dari sikap Presiden Trump yang mengait-ngaitkan virus corona dengan ras, agama dan bangsa. Ketika kampanye setelah keluar dari rumah sakit karena infeksi virus corona Presiden Trump dengan lantang mengatakan: "Saya Kalahkan Virus China yang Gila dan Mengerikan Ini" (voaindonesia.com, 12 Oktober 2020). Hal ini dikatakan oleh Presiden Trump dalam wawancara lewat telepon dengan stasiun Fox News (media yang condong kepada Trump-red.).
Di berbagai kesempatan lain juga Trump selalu mengaitkan pandemi virus corona dengan China, misalnya dengan mengatakan pandemi virus corona sebagai ‘wabah China”.
Kalangan ahli yang melihat Pemerintahan Trump terlambat mengatasi pandemi virus corona, seperti penghentian penerbangan dari China dan Eropa yang dilakukan Februari dan Maret 2020. Juga jumlah yang sedikit.
Warga China dilarang masuk setelah pembatasan penerbangan Februari 2020, padahal laporan menunjukkan ribuan pelancong Wuhan, China, merayakan tahun baru Januari 2020 di beberapa kota di AS. Kalangan ahli menyebut bahwa sebagian besar pelancong itu mengidap virus corona tanpa gejala. Tapi, Trump tidak melarang WN Amerika yang ada di Wuhan dan China pulang ke AS.
Presiden terpilih AS, Joe Biden, membentuk panel khusus untuk menangani pandemi dan akan melakukan vaksinasi terhadap 100 juta warga Amerika pada 100 hari kepemimpinannya setelah dilantik tanggal 20 Januari 2020. Selain itu Biden juga meminta warga Amerika memakai masker pada 100 hari pertama pemerintahannya.
Amerika sendiri sudah mulai menjalankan vaksinasi virus corona dengan vaksin Pfizer/BioNtech dan Moderna sejak 14 Desember 2020. []
* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id