Surabaya - Senyum Astuti, penjual bunga kuburan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel Rejo, Surabaya terkembang meski di tengah pandemi Covid-19 atau virus corona. Sembari menata lima jenis bunga kuburan, ia berharap mendapatkan keuntungan saat momen ziarah kubur jelang datangnya bulan suci Ramadan.
Mengenakan jilbab ungu dan pakaian motif bunga-bunga, Astuti memasukkan lima jenis bunga kuburan diantaranya bunga kantil atau cempaka, pandan, mawar, kenanga, dan melati ke dalam bungkusan. Astuti menjual bunga kuburan dengan Rp 5 ribu per bungkusnya.
Terbukti banyak yang nyekar dan ini pasti juga jadi ladang rezeki bagi pedagang bunga. Karena momen nyekar seperti ini sangat jarang.
Astuti mengaku tradisi nyekar atau ziarah kubur memberikan pengharapan bagi dirinya dan belasan penjual bunga kuburan lainnya untuk mendapatkan pendapatan di tengah krisis ekonomi akibat Covid-19. Bagi perempuan tinggal di Ngagel Surabaya ini banyaknya peziarah mendatangkan rezeki karena bunga kuburan akan terjual.
Astuti menjelaskan meski ada imbauan pemerintah dalam bentuk spanduk yang terpasang di gapura atau pintu masuk TPU Ngagel Rejo Surabaya berisi agar masyarakat tak melakukan kegiatan nyekar. Tetapi nyatanya imbauan tersebut ternyata tidak manjur.
"Terbukti banyak yang nyekar dan ini pasti juga jadi ladang rezeki bagi pedagang bunga. Karena momen nyekar seperti ini sangat jarang," ucap Astuti kepada Tagar, Kamis, 23 April 2020.
Ia mengatakan momen nyekar jelang Ramadan ini benar-benar dimanfaatkannya untuk mencari untung. Sebab selama pandemi Covid-19, TPU Ngagel Rejo sangat sepi pengunjung.
Astuti mengaku selain momen tradisi nyekar sebelum Ramadan dan jelang Idul Fitri, TPU Ngagel Rejo juga ramai saat malam Jumat dan malam Jumat Legi banyak di datangi peziarah. Tetapi, momen tersebut tak terlihat sejak pandemi Covid-19 terjadi di Surabaya.
"Baru ini sangat ramai dan kami bisa merasakan untung," ujarnya sambil tersenyum lebar.
Disinggung berapa keuntungan yang didapatkan, Astuti hanya melempar senyum dan enggan menjawab pertanyaan Tagar.
"Pokoknya dapat untung lah. Karena kita tahu saat corona ini jarang dapat pemasukan, jadi saat ada nyekar-nyekar gini bikin seneng," ucap dia.
Tempat Pemakaman Umum Ngagel Rejo, Surabaya merupakan satu diantara TPU terbesar di Kota Surabaya. Setiap mendekati momen Ramadan, TPU Ngagel Rejo selalu dipenuhi warga melakukan tradisi nyekar atau ziarah kubur.
Nyekar sendiri sebetulnya bisa dilakukan kapan pun tak harus menunggu momen menjelang bulan suci Ramadan. Namun, nyekar sendiri sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa, dan Indonesia pada umumnya. Warga datang untuk nyekar atau ziarah kubur lebih sering melakukan hal tersebut H-2 atau H-1 puasa.
Tujuan utama dari nyekar adalah berziarah sebagai sarana Tadzkiratul Akhirah atau mengingat akan adanya kehidupan akhirat, serta mendoakan keluarga telah meninggal dunia.
Meski demikian, beberapa pihak menganggap tradisi nyekar merupakan tindakan bid'ah atau tidak jelas sumbernya sehingga sangat tidak tepat jika dilakukan oleh umat muslim.
Padahal, di Indonesia memiliki kebiasan berziarah kubur yang dilengkapi dengan tradisi nyekar (menabur bunga) di permukaan makam ahli kubur.
Namun, pada sejatinya, ziarah kubur atau nyekar ini memiliki beberapa manfaat salah satunya yang paling utama adalah mengingatkan kita akan kematian dan kehidupan setelah kematian yaitu diakhirat kelak. Tetapi hal semacam ini kembali kepercayaan masyarakat apakah tetap melakukan nyekar atau tidak.
Warga tetap melakukan nyekar di TPU Ngagel Rejo meski sudah ada imbauan dari pemerintah untuk tidak melakukan ziarah kubur demi memutus rantai penyebaran Covid-19. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)
Peziarah Acuh tak Acuh Imbauan Pemerintah
Saat Tagar mengunjungi TPU Ngagel Rejo, Surabaya tampak kepadatan warga. Bahkan, protokol kesehatan yang didengungkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk memutus penyebaran Covid-19 seperti terabaikan.
Tak terlihat penerapan social maupun physical distancing. Padahal di pintu masuk TPU Ngagel Rejo, terpasang spanduk berisi imbauan pemerintah untuk tidak melakukan ziarah kubur terlihat tidak efektif.
Meski di tengah pandemi Covid-19 masih masyarakat pun tak takut untuk berkerumun di tempat pemakaman. Seperti peziarah bernama Rodiyah.
Perempuan asal Bratang datang ke TPU Ngagel Rejo bersama empat anaknya. Ia mengaku kewaspadaanya terhadap virus corona tak menyurutkan niatnya untuk tetap datang ke makam suaminya untuk nyekar.
"Iya, tetap nyekar gimana sudah kebiasaan. Meskipun ada corona kami tetap ingin menabur bunga mengirimkan doa," kata Rodiyah.
Rodiyah juga menyanpaikan tak takut datang ke area pemakaman meski saat ini ada wabah virus corona. Karena ia percaya, selama menjalankan protokol kesehatan agar tidak tertular Covid-19.
"Tetap menaati peraturan dan imbauan pemerintah, seperti pakai masker, bawa hand sanitizer. Serta tak lupa untuk menjaga jarak," tuturnya.
Selain itu, Rodiyah mengatakan, Ramadan kali ini akan cukup menyedihkan. Alasannya, banyak sekali batasan diberikan pemerintah kepada warganya, seperti tidak boleh berkerumun hingga tak bisa melangsungkan Salat Tarawih berjemaah.
"Ya, sayangnya banyak pembatasan di Ramadan kali ini. Seperti halnya nyekar juga ada batas seperti jarak, supaya tak terkena virus," ujar dia.

Keluh Jasa Pembersih Makam
Di saat penjual bunga kuburan meraih untung, tidak demikian bagi anak-anak yang menawarkan jasanya untuk membersihkan makam.
Mereka saling berebut dengan menunggu di belakang gapura. Setelah melihat ada peziarah masuk, mereka pun menawarkan jasanya untuk membersihkan makam.
Namun, tak sedikt dari usaha mereka diizinkan oleh peziarah untuk membersihkan makam. Meski mereka tak mematok harga, hanya mengandalkan keikhlasan pengunjung makam.
Penyedia jasa pembersih makam, Ilham, 16 tahun, mengaku nyekar pada tahun ini sangatlah sepi. Apalagi jelang Ramadan seperti saat ini.
"Sepi ini, enggak seperti nyekar-nyekar pada umumnya," kata Ilham.
Selain tak terlalu banyak peziarah, nestapa Ilham bertambah saat peziarah enggan menggunakan jasa pembersih makam.
"Rata-rata peziarah sekarang membersihkan makam sendiri. Jadi jarang sekali yang mau menggunakan jasa kami," ucap dia.
Sepinya peziarah ini dikatakan Ilham karena melihat halaman makam tak terlalu dipenuhi motor. Padahal jika menjelang Ramadan tahun-tahun sebelumnya, parkir motor sampai meluber ke pinggir jalan dan membuat lalu lintas macet.
"Itu (kendaraan) sampai parkir di jalan-jalan, sekarang ya enggak sampai," tutur Ilham.
Berbanding terbalik dengan Ilham, Anto salah satu tukang parkir malah merasakan omzet cukup besar dalam momen nyekar menjelang puasa ramadan ini. Sebab, ia merasa meski tak seramai tahun kemarin, tapi ia bersyukur bisa mendapatkan rezeki di tengah pandemi virus corona.
Anto menjelaskan selama pandemi virus corona ini, penghasilannya cukup sulit. Apalagi, ia yang hanya pegawai swasta biasa dan mendapatkan penghasilan tak menentu setiap harinya.
“Jadi ini cukup sulit, ada nyekar ini memang cukup membantu. Karena ini membantu keungan keluarga,” kata Anto.
Anto sangat bersyukur dengan adanya tradisi nyekar. Alasannya selalu dapat membantu perekonomian bagi warga penjual bunga, pembersih makam, hingga tukang parkir seperti dirinya.
“Ini cukup membantu, meski di tengah pandemi corona, setidaknya masyarakat masih terbantu dengan penghasilan nyekar,” ucap dia.
Anto berharap, masyarakat tak meninggalkan tradisi nyekar. Terutama saat momen mendekati bulan suci ramadan.
Tak hanya itu, meski di tengah wabah covid-19, masyarakat tetap mau menyambung tradisi orang Jawa dengan sowan atau mengunjungi orang tua dengan mendatangi area makam untuk menabur bunga dan mengirimkan doa.
“Saya rasa masyarakat Jawa ini masih memegang tradisi. Sebab meski ada imbauan tak boleh nyekar karena ada virus corona, namun mereka tetap menjalankan tugas untuk berbakti kepada orang tua yang sudah mendahului mereka,” kata Anto. []