Harapan Ayah Korban Perkosaan di Aceh Nyaris Pupus

Sudah hampir dua tahun Amin berjuang mencari keadilan untuk anak gadisnya yang diperkosa oleh kenalan di media sosial.
Amin saat menceritakan perjuangannya mencari keadilan untuk anaknya yang menjadi korban perkosaan. Foto diambil di rumah Amin, di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Jumat, 14 Agustus 2020 sore. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Banda Aceh - Suara Amin terdengar geram sore itu, Jumat, 14 Agustus 2020. Nadanya seperti menyimpan amarah yang meluap-luap saat menceritakan bagaimana kehormatan anak gadisnya direnggut.

Amin adalah wargar Kabupaten Aceh Besar, ayah kandung dari seorang korban perkosaan berinisal T. Selama hampir dua tahun terakhir pria yang berprofesi sebagai pedagang tersebut mencari keadilan untuk anaknya, meski dia nyaris putus asa dalam mencari keadilan.

Momen peringatan 75 tahun kemerdekaan Indonesia, diharapnya dapat menjadi penyemangat untuk dirinya dan para penegak hukum untuk menegakkan keadilan.

Harapan saya sekarang pada momen kemerdekaan RI, kalau memang penegak hukum di Indonesia bisa dipercaya, tolonglah tahan tersangka dan proses sesuai hukum yang berlaku.

Amin berkisah, putrinya menjadi korban perkosaan pada akhir 2018. T diperkosa oleh pemuda berinial AK, yang dikenalnya melalui media sosial Facebook.

Saat itu, menurut pengakuan Amin, T ditelepon oleh AK, yang meminta tolong agar T mengantarkan makanan ke rumah AK

“Anak saya ke sekolah, suatu saat ditelpon oleh seseorang (AK) diminta tolong mengantarkan nasi sarapan pagi, si anak ini mengantarnya, sesampai tempat tujuan, ditarik anak saya ke dalam, dipukul dan diperkosa,” kata Amin. Kali ini nada suaranya terdengar geram bercampur sedih. Ujung kelopak matanya mulai terlihat berair.

Polisi Amankan AK

Setelah kejadian tersebut, kata Amin, dirinya melaporkan kasus ini ke Kepolisian Sektor (Polsek) Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Beberapa saat setelah dilaporkan, polisi berhasil mengamankan AK.

Tapi, karena saat itu AK masih merupakan anak di bawah umur,dia pun dititipkan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Banda Aceh, untuk dibina. Sepekan di lembaga itu, pelaku dilaporkan melarikan diri.

Namun, Amin tak percaya jika pelaku melarikan diri. Ia yakin, pelaku bisa meninggalkan LPKS karena bantuan oknum lembaga tersebut. Hal ini diketahui berdasarkan rekaman CCTV di lokasi.

“Pelaku jalan santai lewat gerbang depan, saya sudah lihat CCTV, namun petugas LPKS bilang pelaku kabur dengan naik pagar,” tutur Amin.

Kaburnya pelaku membuat Amin gelisah, apalagi pelaku belum dihukum setimpal dengan kondisi yang dialami anaknya. Lalu, Amin kembali mendatangi Polsek Baitussalam untuk menanyakan perkembangan pelaku.

“Saya koordinasi dengan orang Polsek Baitussalam, saya tanya apa bisa dipertanggung jawabkan? Polsek bilang tidak bisa, karena LPKS penitipan bukan penjara,” ucap Amin.

Amin sempat mengetahui keberadaan pelaku dan kembali melaporkan kepada pihak kepolisian, agar AK kembali diamankan untuk dilkukan proses sesuai hukum dan aturan yang berlaku.

“Ketika saya mengetahui lokasi tersangka, saya telepon polisi, tetapi diabaikan. Bahkan sampai sekarang, saya sudah memberi tahu polisi bahwa tersangka di tempat pulan, tetapi polisi tidak menangkapnya,” ujar Amin.

Menurut Amin, pihak kepolisian juga beralasan bahwa mereka mengalami kendala untuk mengamankan AK, salah satunya karena lokasi yang ditempati AK terletak di kawasan rawan. Apalagi, solidaritas masyarakat di sana masih kuat.

“Polisi bilang mengalami kendala untuk menangkap tersangka ke Lamteuba, karena itu area rawan,” keluhnya.

Selain melapor ke kepolisian, Amin juga sudah mendatangi Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh, Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) dan beberapa lembaga lainnya untuk meminta bantuan advokasi.

Namun, pihak YARA justru meminta sejumlah uang untuk melakukan advokasi terhadap kasus yang menimpa anaknya. Separuh dari permintaan tersebut sudah diberikan kepada YARA, namun kasus advokasi tak selesai.

“Namun hingga saat ini belum berhasil. Jika keadilan tidak ditegakkan, jika saya jumpai pelaku maka akan saya bunuh,” tutur Amin.

T Masih Trauma

T duduk lesehan di rumah itu. Dia lebih banyak diam, Ingatannya tentang peristiwa kelam yang menimpanya masih terekam jelas. Ia tak menyangka, kehormatannya direbut paksa oleh pelaku yang baru dikenalnya selama dua bulan melalui media sosial.

“Pertama kami chat lewat massanger Facebook, diajak jalan-jalan, saya bilang nggak dikasih keluar, dia minta cabut sekolah, saya bilang tidak mau, dipaksa-paksa, terus saya mau,” tutur T, yang saat ini berusisa 16 tahun.

Saat kejadian, T dipaksa untuk masuk ke rumah kos pelaku di kawasan Aceh Besar. Selain meronta-ronta menolak ajakan pelaku, T juga sempat berteriak minta tolong, namun tak berhasil.

“Saya sempat ditampar, minta tolong, karena kompleksnya tidak ada orang, jadi tidak ada yang tolongin. Di rumah itu ia tinggal bersama kawannya, tetapi kawannya pergi sekolah,” ujarnya.

Pasca kejadian itu, T tampak lebih banyak terdiam. Seakan-akan, ia tak menerima kenyataan yang telah menimpanya. Namun, ia bersyukur masih memiliki kedua orang tua yang selalu memberi perhatian kepada dirinya.

“Saya kadang-kadang waktu sedang sendiri trauma, karena kembali mengingat kejadian itu,” sebut T.

Dia sangat menyesali yang dialaminya. Saat ini, ia tak pernah berkomunikasi dengan pelaku, bahkan sangat membencinya. T berharap, pelaku dapat ditangkap dan dihukum seberat mungkin.

“Harapan saya pelaku juga seperti yang orang tua inginkan (ditangkap) dan dihukum seperti yang saya rasain sekarang (trauma),” ucap dia.

Kasus Sudah P21

Dihubungi terpisah, Kepala Unit Reserse Kriminal (Kanit Reskrim) Kepolisian Sektor (Polsek) Baitussalam, Brigadir Kepala Anda Fajri membenarkan bahwa pihaknya yang menangani kasus perkosaan yang menimpa T. Tetapi saat kejadian, AK si pelaku belum berusia 18 tahun.

“Pelaku sudah diamankan, namun bukan di masa saya sebagai kanit reskrim. Karena tersangka masih di bawah umur, ditaruhlah di Dinas Sosial (LPKS) di Lampineung,” kata Anda saat ditemui di Mapolsek Baitussalam, Jumat, 14 Agustus 2020.

Anda menjelaskan, kasus tersebut sebenarnya sudah P-21, atau berkas sudah dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan, dan segera masuk tahap kedua (pelimpahan tersangka dan barang bukti dari kepolisian pada kejaksaan).

Tetapi, saat polisi hendak menjemput pelaku di LPKS Dinas Sosial di Lampineung, petugas LPKS menyatakan pelaku sudah melarikan diri.

Meski demikian, ujar Anda, polisi tidak menyerah. Pihaknya terus mencari keberadaan pelaku, termasuk mendatangi kediamannya di Lamteuba. Sayangnya, upaya polisi tak berhasil.

“3 kali kami sudah ke Lamteuba, sebenarnya saya tidak berani langsung tangkap, karena saya dulu pernah melakukan itu, kami harus satu kompi di sana, sampai kami bawa pulang yang namanya hasil curanmor dua mobil Fuso,” ujarnya.

“Boleh cek ke polresta, saya Opsnalnya. Kami masuk ke sana satu kompi, kalau tingkat 5 orang bisa masuk nggak bisa keluar,” kata Anda, melanjutkan.

Anda menjelaskan, polisi bahkan sempat mengajak Amin (ayah korban) untuk sama-sama mencari pelaku di Lamteuba, namun tak berhasil. Menurut Anda, saat polisi mendatangi desa tersebut, pelaku selalu disembunyikan oleh warga setempat.

“Kasus seperti ini, memang kasus anak, tetapi kita keluarkan saja macam teroris. Emang nggak dapat bang, karena masyarakat sudah menyembunyiin. Kendalanya masyarakat tidak membantu kita,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Anda menyebutkan tak benar jika keluarga korban menyebut polisi tidak mau menangkap pelaku. Menurutnya, beberapa informasi dari keluarga korban tentang keberadaan pelaku selalu tidak akurat.

“Pelaku misalnya di suatu tempat jam 8, dilaporkan ke kita jam 10, mana ada lagi,” jelas Anda.

Sementara, Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh, Firdaus Nyak Idin mengatakan bahwa pihaknya sempat mengawal kasus tersebut, di mana korban dan pelaku berasal dari kalangan anak di bawah umur.

“Seingat saya dalam konteks hukum, pelaku dititip ke LPKS karena pelaku harus dibina. Bukan dihukum. Mungkin karena waktu terjadinya kasus, pelaku masih berusia anak,” ujar Firdaus.

Meski demikian, kata Firdaus, keluarga korban tetap bisa mencari keadilan dengan melapor ke pihak kepolisian. Dengan harapan, kasus yang sama tak terulang lagi.

“Keluarga korban tetap bisa mencari keadilan dengan melapor ke polisi. Menyampaikan informasi yang keluarga korban ketahui. Saya akan coba telusuri lagi dulu kasusnya ya. Soalnya agak lupa. Saya harus lihat lagi kasusnya secara detail,” katanya. []

Berita terkait
Cita dan Cerita Pak Tua Penjual Piscok di Aceh
Seorang pedagang pisang cokelat di Aceh Tamiang bercita-cita untuk membeli sepeda motor, agar dia tidak lagi bersepeda saat menjual.
Rajah Seumapa, Mantra Pengobatan Anak di Aceh
Warga Aceh Barat Daya memiliki mantra pengobatan yang disebut rajah seumapa. Rajah ini biasanya digunakan untuk mengobati anak kecil
Din Minimi, Pemberontak di Aceh Kembali Cinta NKRI
Predikat Minimi resmi Nurdin sandang sejak tahun 2002, ketika dirinya mulai aktif bertempur untuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi