KPK sebagai lembaga negara harus dikelola secara profesional dan independen.
Dalam konteks kenegaraan, KPK tidak berwenang membuat aturan sendiri. UU KPK adalah domainnya Pemerintah dan DPR RI. Ini mestinya disadari secara arif bijaksana dan berpikir nalar.
Di iklim demokrasi, lumrah jika ada yang pro dan kontra soal Revisi UU KPK yang digulirkan oleh DPR RI dengan argumennya masing-masing: Menguatkan atau melemahkan?
Kita semua sepakat, bahwa kinerja KPK hingga hari ini sudah baik dan harus semakin baik ke depan, utamanya meningkatkan porsi pencegahan tindak pidana korupsi.
Kita juga sepakat, bahwa fungsi KPK tidak boleh terdispersi dalam spektrum kepentingan politik praktis pragmatis yang ujung-ujungnya hanya akan merusak KPK.
Kita melihat obyek yang sama yaitu Tindak Pidana Korupsi adalah kejahatan kemanusiaan luar biasa yang telah merugikan negara dan membuat rakyat menjadi miskin.
Mengapa dulu mencalonkan diri menjadi pimpinan KPK, kalau akhirnya hanya ngambek dan mundur? Dagelan paling lucu di abad milenial.
Saya melihat ada gelagat tidak sehat di internal KPK yaitu ada upaya-upaya menggeret-geret KPK tidak berjalan lurus, namun serong ke kanan serong ke kiri, demi target politik tertentu, sehingga tindakan KPK terkesan tebang pilih. Semoga dugaan saya salah. Oleh karena itu, Presiden harus membenahi KPK secara internal terutama mentalitas pegawainya.
Sikap politik Presiden sebagai respons atas inisiasi DPR RI dalam merevisi UU KPK sudah tepat dan benar. Bukan sekadar sebagai langkah kompromi politik dengan DPR RI, namun lebih sebagai langkah nyata menguatkan KPK ke depan.
Pengunduran diri pimpinan-pimpinan KPK dan menyerahkan tugasnya ke Presiden, terima saja. Presiden bisa menunjuk tokoh-tokoh masyarajat yang berintegritas untuk menjalankan kepemimpinan KPK hingga masa bakti kepengurusan Agus Rahardjo selesai.
Sebagai pemimpin lembaga negara mestinya bisa membedakan antara bersikap kritis dan memaksakan kehendak. Jangan sampai ada pembenaran, bahwa memaksakan kehendak di iklim demokrasi dianggap sikap kritis.
Mengapa dulu mencalonkan diri menjadi pimpinan KPK, kalau akhirnya hanya ngambek dan mundur? Dagelan paling lucu di abad milenial.
Saya secara pribadi mendukung Presiden dalam memperkuat dan menyehatkan KPK ke depan.
*Penulis adalah Akademisi Universitas Gadjah Mada
Baca juga:
- Firli Bahuri, Jejak Masa Lalu Hingga ke Kursi Ketua KPK
- Saut Situmorang, Dosen Intelijen Mantan Wakil Ketua KPK