Jakarta - Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo mengatakan para penguasa politik merasa terusik dengan keberadaan dirinya dan organisasinya karena memberikan kritikan terhadap pemerintahan.
Menurutnya, dalam kondisi politik yang hampir semua partai mendukung pemerintahan tiba-tiba KAMI muncul dengan gagasan dan kritik jelas membuat risih.
"Logika politiknya, bahwa sekarang ini di DPR sudah dikuasi pemerintah dalam bentuk koalisi, 85 persen, karena yang 8 persen Demokrat dan 7 persen PKS. Tiba-tiba muncul KAMI kemudian dengan lugas menyampaikan apa yang menjadi hati nurani rakyat dan tuntutan kemudian solusi," katanya dalam YouTube Refly Harun seperti dikutip Tagar, Kamis, 15 Oktober 2020.
Kalau orang sudah hidup dalam kekuasaan tanpa koreksi apapun juga ada sedikit koreksi merasa terganggu.
Baca juga: Gatot Imbau Polisi Bertindak Profesional dalam Kasus Aktivis KAMI
Gatot sebagai mantan panglima TNI meyakini jika memang orang yang sudah terlalu nyaman dengan kekuasaan akan merasa jengah jika ada kritikan.
"Kalau orang sudah hidup dalam kekuasaan tanpa koreksi apapun juga ada sedikit koreksi merasa terganggu," tuturnya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa dirinya bersama KAMI tak memiliki kekuatan untuk menggulingkan pemerintahan Joko Widodo. Ia mengaku, jika mau melakukan niat tersebut seharusnya telah dijalankan ketika masih menjadi panglima TNI.
"Saya dan Pak Din Syamsuddin punya apa? Saya sudah rakyat biasa hanya pensiunan TNI. Tidak punya anak buah, bagaimana caranya menggulingkan pemerintahan. Kalau mau ya ketika masih panglima,"
Ia menduga alasan mengapa KAMI selalu dipermasalahkan kegiatannya di setiap daerah adalah karena salah paham. Menurut Gatot ketika deklarasi pertama KAMI di Tugu Proklamasi di Jakarta tiba-tiba muncul spanduk bertuliskan 'Turunkan Jokowi' secara misterius.
Baca juga: Soal Omnibus Law, Gatot: KAMI Suarakan Suara Hati Rakyat
"Sejak KAMI pertama kali deklarasi di tugu proklamasi ada baner turunkan Jokowi, depannya ada demo, itu langsung dicap. Setiap ada KAMI selalu ada keramaian, seolah KAMI ini sesuatu yang sangat berbahaya berbanding terbalik dengan tujuan KAMI yang dilakukan," tuturnya.
Sebelumnya, polisi menangkap pentolan KAMI, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana di tempat berbeda karena diduga melanggar UU ITE. []