Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi. Ia menilai pembahasan UU serumit itu bisa diselesaikan dengan waktu yang sangat singkat.
"Pertama, omnibus law telah membuat parlemen kurang berdaya. Bayangkan, undang-undang ini mengubah 1.203 pasal dari 79 undang-undang yang berbeda-beda. Bagaimana parlemen bisa melakukan kajian dan sinkronisasi pasal sekolosal itu dalam tempo singkat? Sangat sulit," kata Fadli Zon dalam pernyataan tertulis yang diterima Tagar, Rabu, 7 Oktober 2020.
Ini tentunya bukan praktik demokrasi yang kita kehendaki.
Baca juga: Fadli Zon Bongkar Isi Omnibus Law Cipta Kerja yang Rugikan Buruh
Sehingga, kata dia, yang kemudian terjadi parlemen menyesuaikan diri dengan keinginan pemerintah. Menurutnya, dalam beberapa isu parlemen bisa memasukkan sejumlah kepentingan masyarakat. Tapi, kali ini, lanjut dia, kepentingan pemerintah jauh lebih dominan.
"Ini tentunya bukan praktik demokrasi yang kita kehendaki," ucap Fadli.
Alasan kedua, ia menyampaikan omnibus law telah mengabaikan partisipasi masyarakat. Menurut Fadli, ia melihat dalam pembahasan seluruh materi yang telah disebutkan dibahas dalam tempo yang singkat memang mustahil dilakukan.
"Apalagi di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan semasa pandemi ini. Sehingga, pembahasan omnibus law ini kurang memperhatikan suara dan partisipasi masyarakat," ujar dia.
Baca juga: Hoaks Omnibus Law Cipta Kerja, DPR: Jangan Sampai Berurusan Hukum
Selain itu, ia menilai omnibus law bisa memancing instabilitas. Massifnya penolakan, kata dia, aksi buruh di mana-mana, termasuk ancaman mogok nasional, menunjukkan omnibus law ini hanya akan melahirkan kegaduhan saja.
"Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial. Artinya, baik buruh maupun pengusaha pada akhirnya bisa sama-sama dirugikan. Ini soal waktu saja," tutur mantan Wakil Ketua DPR RI tersebut. []