Jakarta - Peneliti Politika Research & Consulting, Dudi Iskandar menilai efek dari ramainya penandatanganan petisi online terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta copot Anies Baswedan dari kursi Gubernur DKI Jakarta tak akan semudah yang dibayangkan.
"Menjatuhkan itu berat," kata Dudi kepada Tagar usai acara Political Outlook: Menghadapi Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020, Jakarta Selatan, Minggu 5 Januari 2020.
Sebagai pembanding, Dudi mencontohkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah yang ingin dimakzulkan oleh DPRD. Meski kursinya diguncang selama kurang lebih enam bulan, Nurdin masih bertahan sebagai Gubernur hingga kini.
"Padahal ia (Nurdin) sudah tidak disukai oleh DPRD," ucap Dudi.
Mekanisme pemakzulan yang panjang dan rumit itulah, sehingga kepala daerah dan presiden sulit untuk dijatuhkan. Pemakzulan presiden di Indonesia, contohnya, harus melewati prosedur seperti pembahasan di DPR dan Mahkamah Konstitusi.
"Jadi tidak semudah di Amerika (Serikat)," ujar dia.
Sebagai pemegang jabatan politik, kata Dudi, Anies wajar diserang bertubi-tubi terkait banjir. Serangan terhadap mantan Rektor Paramadina ini tampak jelas di media sosial termasuk lewat situs petisi 'Copot Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta'
Anies saat ini adalah kandidat paling potensial.
Hanya saja, menurut Dudi, Anies bukan orang lugu dalam politik. Orang nomor satu di Jakarta itu tentu mempunyai tim yang bertugas melakukan serangan balik kepada pengganggu Anies.
"Anies tak mungkin diam, ini jabatan politik bos. Jadi yang terjadi buzzer A melawan buzzer B," tuturnya.
Dia memandang berdasarkan kaca mata politik, Anies wajar mendapatkan gangguan. Tindakan mengganggu dan merebut kekuasaan merupakan bagian dari dunia politik.
Apalagi, dari survei terakhir Politika Research & Consulting, Anies merupakan tokoh paling potensial menjadi calon presiden 2024. Dalam survei yang digelar pada April 2019 itu, Anies meraih peringkat pertama dengan angka 17,3 persen, disusul Ridwan Kamil dengan 14,7 persen, Sandiaga Uno 14,2 persen, Ganjar Pranowo 9,2 persen dan Andika Prakasa 3,8 persen.
"Tanpa melihat survei, atau secara common sense pun, Anies saat ini adalah kandidat paling potensial," ujar Dudi.
Dengan alasan itulah, Anies kemungkinan besar akan selamat hingga akhir jabatannya meski mendapat dirinya diserang melalui petisi. Bahkan Anies mempunyai peluang mengikuti jejak Jokowi yang pindah dari Balai Kota ke Istana Negara.
Hingga berita ini ditulis, petisi Copot Anies Baswedan di change.org telah ditandatangani oleh lebih daripada 218 ribu orang. Menurut pembuat petisi, kebijakan Gubernur DKI Anies Baswedan membuat Ibu Kota ini akan semakin memburuk.
Pembuat petisi kemudian menyinggung soal pembengkakan APBD DKI 2018, gaji TGUPP, diskotik, pembuatan trotoar hingga penanggulangan banjir di awal tahun 2020.
"Sudah saatnya Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri memanggil dan mencopot Anies Baswedan dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta! Jangan ditunda lagi!," demikian potongan isi petisi itu. []
Baca juga: