Banda Aceh - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Jauhari Amin meminta agar Pemerintah Aceh mencari solusi dari banyaknya jalur tikus di sepanjang pantai timur yang menghubungkan Tanah Rencong dengan Selat Malaka.
“Jalur ini menjadi pintu masuk ilegal warga Aceh yang pulang dari Malaysia. Ada banyak sekali jalur tikus, mulai dari Tamiang sampai ke Aceh Utara,” kata Jauhari dalam keterangannya kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu, 15 April 2020.
Dalam kondisi darurat saat ini, ujar Jauhari, Pemerintah Aceh harus mencari cara agar mereka yang pulang dari Malaysia minimal mau melapor ke aparat desa atau puskesmas agar bisa diisolasi.
Di sisi lain, politikus Partai Gerindra itu juga menyatakan selama ini posko yang dibangun di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Aceh Tamiang hanya seremonial belaka.
“Saya tiap hari lewat perbatasan, tidak ada pemeriksaan. Saya meminta agar Pemerintah Aceh membangun posko kesehatan dan memperketat perbatasan,” tutur Jauhari.
Sementara, Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin meminta agar Pemerintah Aceh memperhatikan nasib ribuan warga Tanah Rencong yang saat ini berada di Malaysia. Menurut Dahlan, kondisi warga Aceh di sana tidak menentu sejak negara tetangga itu menerapkan lockdown.
“Saya sudah menerima laporan dari Datuk Mansyur dan beberapa orangtua kita di sana. Ini harus kita perhatikan. Mereka saudara kita, bukan orang lain, sama hak mereka dengan orang kita di sini,” ujar Dahlan.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Hanif menjelaskan hingga saat ini ada 86 orang yang sudah dites swab. Dari jumlah ini, 5 orang dinyatakan positif virus korona, sedangkan 81 lainnya negatif. Dari 5 yang positif tersebu, 1 orang meninggal, sedangkan 4 lainnya saat ini sudah dinyatakan sembuh.
Ia juga menjelaskan bahwa ventilator di RSUDZA hanya berjumlah 4 unit. Biasanya, kata Hanif, hanya pasien dalam kondisi berat yang memerlukan ventilator.
“Selama ini, dari empat ventilator yang ada baru dipakai satu untuk pasien AA yang sudah almarhum,” ujarnya.
Jalur ini menjadi pintu masuk ilegal warga Aceh yang pulang dari Malaysia. Ada banyak sekali jalur tikus, mulai dari Tamiang sampai ke Aceh Utara.
Selain itu, kata Hanif, terkait dengan laboratorium untuk tes PCR yang berada di Universitas Syiah Kuala dan di Lambaro Aceh Besar, akan segera bisa difungsikan.
“Rencananya, yang di Lambaro, besok akan kita resmikan,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah (Dirlantas Polda) Aceh, Komisaris Besar Polisi Dicky Sondani menyebutkan, penjagaan di perbatasan Aceh dan Sumut telah dilaksanakan pada pos-pos penjagaan di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Tenggara dan Kota Subulussalam.
Penjagaan itu, kata Dicky, melibatkan sejumla unsur tim gabungan seperti kepolisian, Satpol PP dan WH dan unsur Pemerintah Aceh.
“Perbatasan ini dijaga gabungan Polri, Dinas Kesehatan, Sat Pol PP, Dinas Perhubungan dan Dinas Sosial,” kata Dicky kepada wartawan di Banda Aceh, Selasa, 14 April 2020.
Dicky menuturkan, penjagaan di perbatasan diperketat, di mana setiap kendaraan baik roda dua dan roda empat dihentikan. Setelah dihentikan, setiap penumpang harus menjalani pemeriksaan suhu tubuh.
Dijelaskan Dicky, apabila ada ditemukan penumpang yang memiliki suhu tubuh di luar kewajaran, maka akan dimasukkan dalam Orang Dalam Pengawasan (ODP).
“Setiap kendaraan yang masuk ke perbatasan akan dicek suhu tubuh penumpang. Apabila melewati batas toleransi, maka orang tersebut akan masuk dalam ODP,” katanya. []