Kalau pengin dengar kisah-kisah yang menyentuh hati, tulislah tentang BPJS. Maka seabrek pengalaman orang yang menggunakan, akan mengelus hati kita yang keras. Mulai dari yang cuci darah, sakit jantung, diabetes sampai urusan patah kaki, mereka dengan berlinang air mata akan memberikan pengalamannya.
Bukan pengalaman sakit, tetapi pengalaman saat mereka harus berhadapan dengan tagihan ratusan juta rupiah, yang pasti tidak akan mampu ditanggung. Dan ketika pada akhirnya pihak RS berkata, "Semua sudah dibayar BPJS." Luruhlah semua kesombongan di dada.
BPJS benar-benar sosok malaikat yang ada di bumi. Mungkin apa yang saya katakan ini berlebihan, tapi tanyalah pada mereka yang pernah menggunakan. Merekalah saksi-saksi mata yang sebenarnya. Bukan Fadli Zon, bukan Din Syamsudin, apalagi Agus Yudhoyono yang sejak kecil sudah bergelimang dengan kelebihan.
Saya tahu, tidak gampang seorang Jokowi harus menandatangani kenaikan iuran. Dia pasti paham beban berat yang harus ditanggung rakyat. Tapi kalau iuran tidak dinaikkan, maka BPJS - sang malaikat penolong itu - akan runtuh karena beban yang terlalu berat. Defisitnya sampai belasan triliun rupiah setiap tahun.
BPJS tentu tidak sempurna. Ia dibuat baru-baru saja, dan sistemnya terus-menerus dibenahi sampai ketemu model yang terbaik. Tapi tentu itu tidak mengurangi kebaikan-kebaikan yang pernah ia lakukan, terutama pada orang-orang yang pernah ditolongnya.
Merekalah saksi-saksi mata yang sebenarnya. Bukan Fadli Zon, bukan Din Syamsudin, apalagi Agus Yudhoyono yang sejak kecil sudah bergelimang dengan kelebihan.
Dan di balik BPJS, ada kita, ada Anda, yang paham bahwa ini model gotong-royong di bidang kesehatan. BPJS bisa dibilang sebuah wadah kebaikan tempat kita menabung amal, pada saat kita sedang sehat dan berkecukupan.
Ini seperti arisan berantai, di mana yang menarik arisannya adalah mereka yang punya masalah kesehatan dan tidak punya uang. Dan kita berdoa, jangan sampai kita yang menarik arisannya, karena itu berarti kita sedang punya masalah besar.
Tetapi kalaupun itu yang terjadi, kita sudah merasa aman karena ada saudara-saudara kita yang sudah ikhlas menyisihkan pendapatannya setiap bulan untuk menolong kita membayar tagihan.
Bersyukurlah kepada Tuhan, karena kita masih ditempatkan pada sisi orang yang membayar iuran, bukan pada sisi orang yang menggunakan.
Mungkin kelak, ketika tiba waktu kita menggunakan karena harus cuci darah dengan tagihan ratusan juta rupiah, tubuh kita akan jatuh terduduk, dengan air mata berlinang dan mengucap syukur sedemikian banyaknya, ketika pihak RS berkata, "Gratis, Pak. Semua sudah dibayar BPJS."
Jadi sadar, sehat itu mahal. Dan makin semangat buat gotong-royong iuran tiap bulan, karena pasti berguna untuk banyak orang.
Ada yang bilang, "Bang Denny dapat berapa ngiklanin BPJS?"
Hihi. Kebaikan harus dikabarkan. Kalau semua harus dihitung materi, maka habislah amal.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Baca juga:
- Denny Siregar: Bayar BPJS Kesehatan Anggap Bersedekah
- Denny Siregar: Pak Jokowi, Suruh Ahok Urus BPJS