Dekan FT Unsyiah Banda Aceh Polisikan Dosen

Dekan FT Unsyiah, Banda Aceh, Dr. Taufik Saidi, melaporkan seorang dosen, Dr Saiful Mahdi, ke polisi gara-gara komentarnya di grup Whatsapp.
Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Prof Samsul Rizal usai menghadiri dies natalis kampus tersebut, Senin 2 September 2019. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Banda Aceh - Dekan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Dr Taufik Saidi melaporkan seorang dosen kampus tersebut, Dr Saiful Mahdi ke polisi gara-gara komentarnya di grup Whatsapp.

Dosen Fakultas MIPA itu dilaporkan ke Polresta Banda Aceh. Saat ini, Saiful Mahdi sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam kasus ini, Saiful Mahdi dianggap telah melakukan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam menjalani proses hukum, Saiful Mahdi didampingi oleh kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh.

Kasus yang menyeret Saiful Mahdi mulai viral di berbagai media sosial di Aceh sejak tiga hari terakhir. Pengguna medsos ramai-ramai menulis Tagar #SaveSaifulMahdi,berikut dengan fotonya.

Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul, mengatakan bahwa kisruh antara dua dosen itu bermula pada Maret 2019 saat Saiful Mahdi membuat tulisan di dalam group WA yang bernama “Unsyiah KITA”. Grup tersebut beranggota 100 orang terdiri dari 100 dosen Unsyiah.

Adapun redaksi tulisan tersebut adalah: “Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi.”

Menurut Syahrul, Saiful Mahdi dilaporkan karena mengkritisi hasil Tes CPNS untuk Dosen Fakultas Teknik dalam ruang lingkup Universitas Syiah Kuala. Kritikan ini disampaikan oleh Saiful Mahdi dalam sebuah grup WhatsApp yang beranggotakan akademisi di kampus tersebut.

Dalam grup itu, kata Syahrul, Saiful Mahdi hanya ingin menyampaikan pendapatnya terhadap hasil Tes CPNS Dosen Unsyiah tahun 2019 terutama di Fakultas Teknik yang dinilai janggal, menurut hasil analisa berdasarkan ilmu statistik yang dia geluti.

"Saiful Mahdi tidak berniat untuk mencemarkan nama baik seseorang, namun untuk kepentingan umum semata. Namun, Dekan Fakultas Teknik malah melaporkan Saiful Mahdi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan Saiful Mahdi telah diperiksa oleh kepolisian di Polresta Banda Aceh menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE," kata Syahrul dalam keterangan tertulis diterima Tagar, Senin 2 September 2019.

Ia menjelaskan, semestinya kampus menjadi labaratorium kebebasan, labarotirum pengembangan demokrasi dan laboratorium penjamin Hak Asasi Manusia (HAM).

Selain itu kampus juga semestinya menjadi labarotorium pengamanan kepada insan-insan kritis terutama menjadi benteng utama perlindungan upaya kriminalisasi terhadap insan akademis dalam hal ini dosen, peneliti, dan mahasiswa.

"Namun dengan kejadian ini kampus Unsyiah malah menjadi pelaku kriminalisasi terhadap kebebasan-kebebasan akademis yang semestinya menjadi tanggungjawab peradaban perguruan tinggi. Universitas Syiah Kuala yang seharusnya menjadi orangtua dan pengayom bagi ilmu pengetahuan, justru menjadi perusak ilmu pengetahuan," kata dia.

Sementara, Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Prof Samsul Rizal, mengatakan bahwa kasus itu sudah pernah ditangani oleh Senat Universitas tapi tidak selesai. “Itu sudah ditangani oleh senat universitas, sudah lama itu ditangani, hanya meminta (Saiful Mahdi) meminta maaf, setiap orang punya kesalahan, minta maaf selesai," kata Samsul kepada wartawan di Unsyiah, Senin 2 September 2019.

Ia tak setuju jika ada yang menyebut pelaporan Saiful bagian dari kriminalisasi terhadap kebebasan akademik. Menurutnya, apa yang dilakukan Saiful jelas-jelas salah. Karena itu, Samsul menyerahkan persoalan itu ke pihak kepolisian supaya diproses.

"Itu bukan kebebesan akademik, bukan hasil pemeriksaan statistik karena itu menuduh, saya katakan kebebesan akademik beda dengan hoaks. Kebebasan akademik siapapun boleh menyuarakan," ujar Samsul. []

Berita terkait
Seorang Ibu Sebut Jokowi Firaun Terancam Dijerat UU ITE
Seorang ibu yang menghina Jokowi di Facebook dengan sebutan Firaun, terancam dijerat Undang-Undang ITE.
Rahmadsyah Sitompul Terdakwa UU ITE di PN Kisaran
Saksi kubu 02 di MK, Rahmadsyah Sitompul seorang terdakwa UU ITE di Kisaran Sumatera Utara.
Penyebar Konten Terorisme Selandia Baru Diancam UU ITE, Ini Tanggapan PKS
Dia mendorong semua tokoh agama dan negara untuk bersatu melawan terorisme.