Jakarta - Pengacara Publik David Tobing sekaligus Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mempertanyakan Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dalam menjaga keamanan data pelanggan.
Bahkan, David menduga SOP perusahaan pelat merah itu tidak ada, mengingat data pribadi pegiat media sosial Denny Siregar dibocorkan oleh seorang karyawan outsourcing (alih daya) dari GraPARI Tekomsel di Rungkut, Surabaya, Jawa Timur berinisial FPH beberapa waktu lalu.
Untuk kasus Denny Siregar ini jelas-jelas saya lihat Telkomsel sebagai provider yang menerima data-data dari konsumennya telah lalai
"Kalau sampai jadi lagi kebocoran berarti SOPnya enggak jalan. Ini sangat mudah dibuktikan. Kalau masih sampai terjadi kebocoran berarti SOPnya tidak jalan. Atau 'maaf' bahkan enggak ada SOP-nya. Jadi perlu dipertanyakan," katanya dalam wawancara khusus di akun YouTube Tagar TV, Minggu, 19 Juli 2020.
David juga mengibaratkan pengamanan data pelanggan itu sesungguhnya seperti lemari yang ada di rumah dengan keamanan yang ketat.
"Ada lemari besi yang dikunci di dalam kamar yang dikunci, dimana kamar itu ada di dalam rumah yang dikunci, rumah itu ada pagarnya ada satpamnya dan rumah itu ada di dalam satu kompleks ada keamanan, ada CCTV lagi. Nah sekarang pertanyaannya apakah Telkomsel sudah melakukan itu?" ujarnya.
Menurutnya, Telkomsel dalam hal ini patut disalahkan karena tidak bisa menjaga data pelanggan dengan baik.
"Satu sisi yang bertanggungjawab adalah yang menerima data dari si pelanggan, yaitu Telkomsel sendiri. Masalah nanti Telkomsel bilang yang salah karyawannya, itu urusan lain. Itu urusan karyawannya yang membocorkan. Tetapi yang tidak menjaganya dengan baik adalah Telkomsel," kata dia.
"Di dalam hukum Perdata, ada yang namanya tanggung jawab dari si perusahaan atau perusahaan terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak buah atau karyawannya," ucap David menambahkan.
Dia berpendapat, kejadian ini hampir sama dengan apa yang pernah dialaminya pada September 2011 lalu. David menjadi korban pencurian pulsa dan menuntut Telkomsel senilai Rp 90.000.
Tak hanya itu, dia juga menuntut Telkomsel menghentikan praktik pencurian pulsa kepada seluruh pelanggan Telkomsel.
"Sama halnya saat saya menggugat, bahwa perusahaan ini tidak merawat mesin atau apa yang dia kelola atau dia kuasai sehingga bisa sembarangan mengaktifkan layanan berbayar walaupun kita tidak minta. Walaupun sudah kita unreg tetap saja enggak bisa. nah ini yang saya katakan kelalaian sistem. Maka saya bilang ini sama saja kelalaian atasannya terhadap kelakuan pegawai," ucapnya.
David menduga, bocornya data pelanggan Telkomsel ini sudah terjadi kepada beberapa konsumen, namun menurut dia, yang berani mengungkapkan persoalan itu baru Denny Siregar.
"Sebenarnya mungkin kasus ini sudah terjadi di beberapa konsumen lain. Tapi mungkin Denny yang berani mengungkapkan. Untuk kasus Denny Siregar ini jelas-jelas saya lihat Telkomsel sebagai provider yang menerima data-data dari konsumennya telah lalai," kata dia.
Dia berpendapat, kasus hukum tidak bisa hanya dibebankan kepada karyawan yang telah membocorkan data tersebut. Ia menganggap, atas terjadinya kelalaian ini Telkomsel juga harus mendapat hukuman.
- Baca juga: Otto Gabung, EWI: Denny Siregar Menang Lawan Telkomsel
- Baca juga: Usut soal Djoktjan, Perekat Nusa Apresiasi Kabareskrim
"Kalau membaca kasus itu seharusnya yang dihukum bukan hanya si karyawan tapi nanti perusahaannya harus dihukum karena lalai. Yang saya lihat bahwa data itu tidak disimpan dengan benar. 'jangan mengatakan bahwa kami (Telkomsel) sudah menyimpan, tapi kami malah jadi korban' enggak bisa juga dibilang seperti itu. Seharusnya data ini berlapis-lapis dilindunginya," ujar David Tobing. []