Untuk Indonesia

Dagelan Dalam Prodeo Koruptor Suap Koruptor

Dagelan di dalam prodeo. Sebenarnya yang terjadi di Lapas Sukamiskin Bandung, koruptor menyuap koruptor. Setiap hari terjadi. Jika ada yang terkena OTT, itu dianggap lagi sial saja. Semuanya sudah bebal.
Petugas lapas menata uang dan barang-barang sitaan hasil sidak di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Minggu (22/7/2018). Kementerian Hukum dan HAM serentak melakukan sidak barang-barang mewah atau elektronik yang dimiliki warga binaan lapas dan rutan seluruh Indonesia. (Foto: Ant/M Agung Rajasa)

Jakarta, (Tagar 23/7/2018) - Penangkapan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin Wahid Husen menambah serangkaian panjang praktik suap dalam hotel prodeo yang tujuan awalnya membina orang jahat menjadi baik.

“Tarif untuk mendapatkan fasilitas mewah dalam sel narapidana di Lapas Sukamiskin, Bandung, sekitar Rp 200 juta sampai Rp 500 juta,” demikian Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif.

Keterangan Laode itu makin menunjukkan adanya dagelan. Namun, ini bukan dagelan Srimulat yang mengocok perut penonton, melainkan dagelan memuakkan hingga ingin membuang seluruh isi dalam perut.

Sewa sel Rp 200 juta sampai Rp 500 juta. Itu benar-benar uang, bukan daun-daun kering yang sengaja dikumpulkan, ditumpukkan untuk dibakar. Ini benar-benar terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dagelan hukum di Indonesia.

Uang sebesar Rp 200 juta sampai Rp 500 juta, cukuplah untuk membeli tunai rumah tipe 36 atau tipe 54. Tapi ini pasti ada masanya. Apakah mengontrak setahun dua tahun, tentunya patut dipertanyakan, apakah bayar cukup sekali selama menjadi penghuni lapas atau per tahun, atau per bulan.

Luar biasanya lagi, koruptor itu masih bisa-bisanya menyimpan uang baik dalam bentuk rupiah maupun dolar AS.

Luar biasanya, dari obrolan warung kopi, koruptor di Indonesia meski badan berada di balik jeruji namun bisa berkeliaran ke mana-mana, berbekal uang sisa hasil korupsi.

Jargon "miskinkan koruptor" hanya isapan jempol. Toh mereka masih menikmati uang operasional, bahkan masih memiliki kaki tangan.

Barang Sitaan Lapas SukamiskinSejumlah barang sitaan hasil sidak diperlihatkan saat pers rilis di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Minggu (22/7/2018). Kementerian Hukum dan HAM serentak melakukan sidak barang-barang mewah atau elektronik yang dimiliki warga binaan lapas dan rutan seluruh Indonesia. (Foto: Ant/M Agung Rajasa)

Bayangkan saja di Lapas Sukamiskin berkumpul "orang-orang hebat" yang tentunya tidak mungkin seorang korupsi orang bodoh. Mereka patungan untuk membayar uang sewa.

Bayangkan orang-orang hebat itu berkumpul, lapas itu bisa negara dalam negara. Orang-orang hebat itu memiliki spesialisasi di berbagai bidang, bahkan bisa mengendalikan orang di luar jeruji besi. Istilahnya bolehlah badan di dalam jeruji, namun mereka bisa berkeliaran sekehendak hati.

Coba bayangkan orang-orang hebat itu, ada yang eks anggota legislatif, petinggi parpol, hakim, gubernur, bupati, pengusaha, serta dari berbagai keahliannya. Bahkan mereka lulusan dari universitas kenamaan di Indonesia. Tentunya mereka tinggal bersiul saja makanan bisa diantar, ya tentunya makanan mahal bukan makanan khas dalam lapas.

Para koruptor itu berkumpul di depan kantin lapas. Mereka bebas bersenda gurau setelah bosan di ruangan selnya dari membaca buku atau berleha-leha. Mungkin mereka anggap menghuni lapas sebagai tempat beristirahat sementara.

Bahkan, Laode menyatakan, mereka mendapatkan fasilitas dengan biaya ratusan juta seperti itu.
"Per kamar Rp 200 juta sampai 500 juta seperti itu. Jadi, untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas tertentu, apakah memang fasilitas seperti itu ada banyak di dalam Lapas Sukamiskin, kami masih akan melakukan pendalaman dan memeriksa lebih lanjut," ungkap dia.

Laode mengungkapkannya setelah penangkapan Kalapas Wahid Husen bersama stafnya Hendry Saputra. Diduga sebagai pemberi Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat.

Melihat fakta demikian, pengamat hukum pun kehabisan kata-kata lantaran hal ini sudah seringkali terjadi. Kejadian ini bukan baru tetapi sudah sangat klasik.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan, sudah berulang kali kasus suap di dalam lembaga pemasyarakatan terbongkar hingga sangat logis pejabat atasannya sebenarnya sudah tahu.

"Mudah-mudahan melalui kasus ini bisa terbongkar seluruh jaringan bisnis 'hotel' di LP yang sudah berkali-kali digerebek dan dibongkar baik oleh wamenkumham zaman Presiden SBY, maupun oleh Pak Budhi Waseso sebagai Kepala BNN yang mengerebek lapas mewah milik para bandar narkoba. Jadi sangat logis jika pejabat atasan seperti dirjenpas dan menteri sebenarnya mengetahui," kata dia.

Mungkinkah petinggi tidak tahu praktik suap demikian?

Sangat sulit untuk menjawab iya atau tidak, karena kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi sebelum era pemerintahan saat ini.

Ingat kamar sel mewah Arthalyta Suryani alias Ayin atau kamar mesra bandar narkoba Freddy Budiman yang belakangan sudah dieksekusi mati.

KPK harus menyeret para pejabat jika benar-benar menerima setoran dari bawahannya. Abdul Fickar berani menyatakan, menkumham dan dirjen rasanya sudah bisa membaca dan mengetahui modus seperti itu.

"Harus ada keterangan dengan langsung memecat pejabat pelaku korupsi, termasuk terhadap menterinya sendiri, andaikan korupsi itu berujung ke atas," ujarnya.

Dianggap Lagi Sial

Sebenarnya yang terjadi di Lapas Sukamiskin Bandung, koruptor menyuap koruptor, setiap hari terjadi. Jika ada yang terkena OTT, dianggap mereka lagi sial saja. Semuanya sudah bebal.

Meski OTT setiap hari dan setiap kali dilakukan KPK, korupsi dan penyalahgunaan wewenang setiap hari juga berlangsung. Meskipun sudah banyak upaya dilakukan oleh negara agar tidak terjadi korupsi, utamanya di sektor pelayanan publik.

Pengamat hukum Margarito menilai, terjadinya OTT KPK terhadap Kalapas Sukamiskin menunjukkan sistem yang bekerja di Kementerian Hukum dan HAM berjalan tidak baik. "Hingga masalahnya berputar-putar di situ terus," ucapnya.

Margarito menyatakan, persoalan lapas sangat klasik, artinya klasik yang tidak tertangani juga dari waktu ke waktu. "Bahkan saya menduga jangan-jangan kejadian OTT KPK di Sukamiskin itu, hanya puncak gunung es saja," tandasnya.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, tegas Margiono, harus menjelaskan permasalahan atau sistem kerja yang ada, khususnya di lembaga pemasyarakatan kepada publik.
"Jelaskan bagaimana program pembinaan di dalam lapas," pintanya.

Kejadian Serius

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami pun mengatakan, kejadian OTT di Lapas Sukamiskin kejadian serius, di luar dugaan.

"Ini masalah serius dan sejatinya secara paralel kami sedang mempersiapkan revitalisasi pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana," kata Sri di Jakarta, Sabtu (21/7) malam.

Instrumen revitalisasi sudah disusun untuk kemudian ditetapkan proses penyelenggaraan permasyarakatan secara benar. Beberapa waktu lalu, pihaknya sudah bersurat kepada KPK terkait penempatan narapidana koruptor dalam satu lapas, seperti di Sukamiskin.

Hal itu dilakukan supaya tidak terjadi eksklusivisme. "Beberapa lapas sudah kami tunjuk, sejatinya dengan penempatan yang mungkin tersebar, ini mengurangi tingkat tekanan yang dialami seperti di Sukamiskin," kata dia.

Tentu, saat ini publik menunggu keseriusan Kemkumham untuk menyelesaikan persoalan ini. Apakah akan muncul dagelan baru yang mengocok isi perut untuk kemudian memuntahkannya atau sebaliknya? (Riza Fahriza/ant/yps)

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.