Cerita Umar bin Khattab dan Janda Miskin Kelaparan

Umar sendiri yang meminta maaf dan mengaku bersalah dan berdosa karena telah membiarkan seorang ibu dan anaknya kelaparan di wilayahnya.
Ilustrasi - Laut Mati. (Foto: Pixabay/GidonPico)

Aceh Barat Daya - Wabah virus corona atau Covid-19 diketahui berimbas pada semua golongan manusia. Ekonomi terpuruk, banyak masyarakat harus kehilangan pekerjaan dan menganggur sembari berdoa wabah ini agar segera berakhir.

Imbauan pelarangan tetap berdiam di rumah demi memutus mata rantai penyebarannya mengakibatkan sebagian masyarakat semakin membuat hidup kian terjepit, dalam kondisi seperti inilah peran seorang pimpinan diuji.

Seorang pemimpin akan mendapat dosa besar dan akan menerima balasan yang sangat pedih jika ada warganya yang sengsara karena kelaparan apalagi sampai meninggal dunia, sebab, diakhirat Allah akan meminta pertanggung jawaban dari setiap pemimpin.

Mengetahui beratnya amanah yang dipegang seorang pemimpin sangat berat dan balasannya yang pedih, seorang Khalifah yakni, Umar bin Khattab merasa sangat takut dan mencontohkan kepada seluruh umat manusia tauladan yang patut dicontoh oleh setiap pemimpin agar terlepas dari azab Allah kelak.

Rabu, 29 April 2020 malam usai salat Tarawih di sebuah Musala Desa Matei Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Tagar bertemu dengan seorang Ustad bernama Tengku Asnawi warga desa setempat.

Tengku Asnawi saat itu sedang beristirahat usai menjadi imam salat Isya dan salat tarawih berjemaah. Ia menceritakan saat Umar bin Khattab bertemu dengan seorang janda miskin yang merebus batu karena tidak ada makanan untuk menenangkan buah hatinya yang kelaparan dan dari kisah yang dirasakan Umar bin Khattab ini setidaknya seorang pemimpin dapat menjadikan contoh tauladan.

Malam itu, Tengku Asnawi memulai cerita tentang sebuah kisah Umar dengan mengatakan sebuah masa saat tanah Arab tengah dilanda musim paceklik cukup lama dan kemarau membuat tanah tandus hingga tanaman tidak bisa tumbuh, masyarakat mulai kesulitan pasokan makanan bahkan ada yang kelaparan.

"Jadi kisah Umar saat bertemu janda miskin ini bisa dijadikan tauladan bagi pemimpin kita, kisah yang kita alami sekarang hampir sama saat kepemimpinan Umar," kisah Tengku Asnawi memulai cerita.

Padang Pasir ArabIlustrasi. (Foto: Youtube/Abahluthfy hsu)

Mendengar kupasan pertama tentang salah satu kisah Umar dari Tengku Asnawi membuat sebagian jemaah yang sebelumnya hendak pulang malah tidak jadi dan ikut bersama-sama mendengar cerita menarik itu. Tengku Asnawi yang masih mengenakan sarung yang dipadu kemeja hijau terlihat mulai serius dan fokus saat bercerita.

Dia melihat sendiri rakyatnya, dia tidak sepenuhnya melihat dengan mata bawahannya.

Wajah-wajah penasaran dari jemaah mulai terlihat saat itu. Duduk melingkar dengan posisi Tengku Asnawi di tengah terasa saat itu seperti sedang mendengar ceramah seperti biasanya. Beberapa gelas kopi dan kue tersaji di depan.

Musim itu kebetulan terjadi saat Umar bin Khattab sedang memimpin umat Islam di tanah Arab. Umar diketahui sosok pemimpin yang tidak sepenuhnya melihat dengan mata orang lain atau mata bawahannya.

"Dia melihat sendiri rakyatnya, dia tidak sepenuhnya melihat dengan mata bawahannya," kata Tengku Asnawi.

Karena ingin melihat sendiri kondisi rakyatnya sudah menjadi rutinitas Umar berkeliling kampung dengan berpakaian layaknya masyarakat biasa dan pada suatu malam, Umar mengajak seorang sahabat yakni Aslam untuk mengunjungi sebuah desa terpencil sekitar Madinah.

Berjalan melalui rumah ke rumah, akhirnya Khalifah Umar dan sahabat berhenti di sebuah gubuk. Umar berhenti ketika bukan tanpa alasan, Umar saat itu mendengar tangisan tersedu-sedu seorang gadis dari dalam rumah. Saat itu Umar merasa penasaran tentang apa sebab gadis itu menangis dan Umar pun bersegera mengetuk pintu untuk mencari tahu.

"Keluar seorang ibu dan menjawab pertanyaan Umar, dia (putrinya) menangis karena kelaparan dan berkata lagi, itu karena salah Umar bin Khattab yang tidak peduli terhadap rakyatnya," kata Tengku Asnawi.

Ibu yang polos itu, kata Asnawi, tidak tau bahwa pria yang berada di hadapannya adalah Umar bin Khattab pemimpin umat Islam di tanah Arab saat itu dan itulah Umar yang disebutkannya, sahabat yang hendak memberi tau setelah janda ini mengatakan hal itu dihalang oleh Umar.

MekkahIlustrasi - Mekkah diterangi senja. (Foto: Pixabay/Glady)

"Umar tidak menjawab, Umar kembali bertanya tentang apa yang ibu itu masak, kemudian sang ibu menjawab memasak batu dengan tujuan untuk menghibur sang anak yang kelaparan," ujar Asnawi.

Umar tidak marah, Umar malah meneteskan air mata dan bergegas meninggalkan keluarga itu menuju Baitul Mal.

Lanjutnya, mendapati jawaban bahwa yang dimasak oleh janda ini dalam bejana adalah batu lantas Umar kembali bertanya tentang apakah batu itu akan matang, dan tentang pertanyaan ini sang ibu menjawab dengan kalimat inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab yang tidak mau melihat ke bawah tentang bagaimana dan apa saja kebutuhan rakyatnya.

"Seperti kami yang belum makan sejak pagi dan kami berpuasa dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat makanan dan anak-anak ku terpaksa tidur dengan perut lapar," sebutnya.

Asnawi menjelaskan, hal itu dilakukan janda itu lantaran tidak tau harus bagaimana. Dia tidak punya daya upaya apapun, dan kembali mengatakan untuk Umar bahwa Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin lantatan tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.

"Umar tidak marah, Umar malah meneteskan air mata dan bergegas meninggalkan keluarga itu menuju Baitul Mal dan mengambil gandum dan beberapa jenis bahan pangan lainnya," kata Asnawi seraya mulai membakar rokok daun.

Usai mengempulkan asap rokok, Asnawi berkata, bahan makanan itu tidak dibiarkan dibawa oleh sahabat. Umar langsung membawa sendiri bahan itu menuju kediaman sang janda untuk dicicipi keluarganya dan putri tadi tidak lagi menangis karena kelaparan.

"Apa kata Umar saat itu kepada sahabatnya saat meminta membawa makanan itu, Umar berkata beban ini belum seberapa dibandingkan balasan Allah terhadap ku nanti. Rakyatku menderita dan apa yang akan aku jawab nanti di akhirat," kata Asnawi.

Umar dengan tertatih-tatih membawa karung berisi makanan meninggalkan Baitul Mal dan kembali menuju rumah janda tersebut, wajah lelah dan letih tidak dihiraukan Umar. Langkah kakinya terus bergerak menyelusuri heningnya malam hingga sampai ke rumah sang janda.

Sesampai di rumah janda itu, Khalifah Umar dan sahabat langsung memasak dan menyiapkan makanan untuk disantap oleh janda dan anak-anaknya. Air mata Umar kembali menetes saat melihat keluarga ini makan dengan lahap.

"Waktu mereka makan, hati Umar baru merasa sedikit tenang. Umar berpamitan seraya meminta sang ibu menjumpai Khalifah Umar keesokan harinya," sebut Asnawi.

Asnawi kembali melanjutkan, betapa terkejutnya janda ini ketika bertemu Umar. Dia tidak sadar sebelumnya bahwa sosok yang di cacinya dengan kalimat dzalim adalah yang malam itu memasak untuk mereka.

"Maafkan saya Amirul Mukminin dan saya siap dihukum," ucap Asnawi.

"Aku mohon maaf. Aku telah menyumpahi dengan kata-kata dzalim kepada engkau. Aku siap dihukum," kata wanita itu.

Dosa besar bagi pemimpin yang membiarkan masyarakatnya kelaparan, untuk itu bagi pemimpin belajarlah dari kisah Umar.

Lagi-lagi, sambungnya, Umar tidak marah bahkan Umar sendiri yang meminta maaf dan mengaku bersalah dan berdosa karena telah membiarkan seorang ibu dan anaknya kelaparan di wilayahnya.

"Bagaimana aku mempertanggungjawabkan ini di hadapan Allah nanti, maka maafkan aku wahai ibu," ucap Khalifah Umar saat itu.

Menurut Asnawi, kondisi saat ini tentu sama halnya seperti kisah yang dialami masa Umar. Dampak dari virus Corona telah membuat masyarakat kesulitan dan sebagian telah kehilangan pekerjaannya. Maka dari itu peran dari pemerintah tentu sangat diharapkan oleh masyarakat.

“Dosa besar bagi pemimpin yang membiarkan masyarakatnya kelaparan, untuk itu bagi pemimpin belajarlah dari kisah Umar, perhatikan masyarakat apalagi dalam kondisi seperti ini,” kata Asnawi.

Asnawi menganjurkan pemimpin untuk berkaca dari mata sendiri, seperti Umar yang melihat langsung kondisi rakyatnya dan tidak hanya menunggu laporan dari bawahan yang tidak sepenuhnya benar dengan kondisi nyata.

“Itu contoh Umar, dia begitu takut dengan azab Allah atas amanah yang dia emban. Amanah seorang pemimpin itu berat,” tuturnya. []

Baca juga:

Berita terkait
Terbengkalainya Makam Sultan Di Aceh
Makam Bate Balee di Aceh minim perhatian pemerintah. Padahal kawasan tersebut merupakan makam sultan era kerajaan Samudera Pasai.
Sejarah Awal Masuknya Islam di Aceh
Membicarakan sejarah awal masuknya Islam ke Nusantara tidak terlepas dari provinsi paling barat di Indonesia, Aceh.
Hari Ini, Mengulang Memori 147 Tahun Perang Aceh
Perang antara Aceh dengan Belanda dimulai pada 26 Maret 1873. Perang ditandai dengan pelepasan tembakan meriam oleh Belanda ke daratan Aceh.