BPJS Kesehatan Naik, PAN: Pemerintah Tak Berempati

Politisi PAN Saleh mengatakan kenaikan BPJS Kesehatan menandakan pemerintahan Presiden Jokowi tak berempati pada masyarakat terdampak Covid-19.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay. (Foto: Antara/www.dpr.go.id)

Pematangsiantar - Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menyesalkan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Pasalnya, pada Perpres tersebut pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan, setelah sebelumnya terjegal dengan adanya keputusan Mahkamah Agung. 

Saya melihat bahwa pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat. Saat ini bukanlah waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini.

Saleh mengatakan, langkah-langkah yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait iuran BPJS Kesehatan sangat merepotkan.

“Kan repot sekali urusannya. Dinaikkan, lalu digugat (MA). Gugatan menang, ganti Perpres dan naikkan (BPJS) lagi. Nanti digugat lagi, mungkin menang. Lalu pemerintah ganti Perpres, iuran dinaikkan lagi,” kata Saleh kepada Tagar, Rabu, 13 Mei 2020.

Dalam konteks ini dia melihat pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perpres 75/2019, yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Baca juga: BPJS Naik Lagi, Airlangga: Demi Keberlanjutan

"Padahal, warga atau masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan. Sejak awal, saya menduga pemerintah akan berselancar. Putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. Mengeluarkan perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA," kata dia.

Saleh berpendapat, pemerintah dengan sengaja menaikkan iuran BPJS per 1 Juli 2020. Dengan begitu, ada masa di mana pemerintah melaksanakan putusan MA mengembalikan besaran iuran seperti jumlah sebelumnya yaitu Kelas I sebesar Rp 80 ribu, Kelas II sebesar Rp 51 ribu, dan Kelas III sebesar Rp 25.500.

"Artinya, pemerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi. Dan uniknya lagi, iuran untuk kelas III baru akan dinaikkan tahun 2021. Pemerintah kelihatannya ingin membawa pesan bahwa mereka peduli masyarakat menengah ke bawah," ucapnya.

Anggota Komisi IX DPR ini menyebut, pemerintah juga tidak memiliki kepedulian terhadap rakyat Indonesia yang banyak mengalami krisis di tengah pandemi Covid-19.

"Saya melihat bahwa pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat. Saat ini bukanlah waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini. Masyarakat dimana-mana lagi kesulitan. Dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut," ujarnya.

Padahal, kata Saleh, di dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 sudah jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Negara dalam hal ini harus memberikan jaminan bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

"Saya khawatir, dengan kenaikan iuran ini, banyak masyarakat yang tidak bisa membayar. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan. Dampaknya bisa serius dan dapat mengarah pada pengabaian hak-hak konstitusional warga negara," ujarnya.

Baca juga: PA 212 Minta Pemerintah Setop Ibu Kota, Bebaskan BPJS

Dia mengaku memahami persoalan yang ada saat ini di Indonesia. Namun, Saleh berharap kesehatan masyarakat seharusnya menjadi prioritas utama bagi pemerintah pusat.

“Kita memahami bahwa negara tidak memiliki anggaran yang banyak. Tetapi, pelayanan kesehatan mestinya dijadikan sebagai program primadona. Seluruh lapisan masyarakat membutuhkan. Saya khawatir, Perpres baru ini akan dilawan oleh masyarakat. Mereka tetap saja memiliki peluang untuk menggugat kenaikan ini ke Mahkamah Agung. Berkaca pada gugatan sebelumnya, potensi mereka menang sangat tinggi. Semestinya, hal ini juga sudah dipikirkan oleh pemerintah," kata Saleh.

Pemerintah akan menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, terhitung mulai Juli 2020. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, kenaikan tersebut dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan operasional lembaga tersebut.

Ketua Umum Golkar itu beralasan, meskipun terjadi kenaikan iuran, pemerintah tetap memberikan subsidi bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP), khususnya peserta mandiri kelas III BPJS.

“Tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan. Untuk itu, ada iuran yang disubsidi pemerintah, nah ini tetap yang diberikan subsidi. Untuk yang lain tentu diharapkan jadi iuran yang bisa menjalankan keberlanjutan operasi BPJS Kesehatan,” ujar Airlangga dalam konferensi pers melalui telekonferensi video di Jakarta, Rabu, 13 Mei 2020. []

Berita terkait
Batal Naik, April Iuran BPJS Kesehatan Balik ke Awal
Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan mulai 1 April 2020 pemerintah melaksanakan Putusan MA Nomor 7/P/HUM/2020 terkait iuran BPJS Kesehatan.
Profil Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan
Fachmi Idris dua periode menjabat Direktur Utama BPJS Kesehatan. Ia seorang dokter dan aktivis Indonesia. Ini profil lengkapnya.
Pembatalan Kenaikan BPJS Butuh Landasan Hukum Baru
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan akan ada landasan hukum baru usai pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dari Mahkamah Agung.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.