Bocah di Bantaeng Jual Kerang Bantu Ayah Cari Nafkah

Ikbal, sosok bocah SD di Banteng bermental baja. Ia keliling dengan sepeda tua, menjual kerang hasil pencarian ayahnya
Ikbal, bocah Banteng berusia 8 tahun yang membantu orang tuanya mencari nafkah dengan berjualan kerang. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Seorang bocah di Bantaeng, Sulawesi Selatan, rela mengayuh sepeda, berkeliling dari kampung ke kampung, untuk menawarkan kerang hasil pencarian orang tuanya. Tidak ada paksaan, semata dilakukannya untuk membantu perekonomian keluarga.

Hujan belum lama reda, beberapa tetesnya masih membasahi bumi Butta Toa, julukan dari Kabupaten Bantaeng. Siang jelang sore di hari itu menunjukkan pukul sekira pukul 15.00 Wita. Butuh kurang lebih tiga jam hingga memasuki waktu berbuka puasa. Masih cukup lama memang.

Meski begitu, seorang bocah bertopi sekolah dasar terlihat tetap semangat mengayuh sepedanya. Dari kejauhan terlihat beberapa kantong plastik yang tergantung di kiri kanan setang atau kemudi sepeda tuanya yang sudah agak karatan. Tak ada raut berat di wajah polosnya, padahal ia turut menjalankan ibadah puasa layaknya orang dewasa.

Namanya, Ikbal, usianya baru delapan tahun. Ia tinggal di Jalan Sungai Calendu, Kelurahan Mallilingi, Kecamatan Bantaeng. Dari pusat kota kecamatan, rumahnya berjarak sekitar lima kilometer. 

Saat ini ia berstatus aktif sebagai pelajar, menimba ilmu di salah satu sekolah dasar di Kabupaten Bantaeng. Usia boleh belia, tapi kedewasaan hati dan pikirannya jauh lebih matang dibanding mereka yang lebih tua pada umumnya. 

Ada hal yang membuat Ikbal berbeda dari teman-teman sebayanya. Masa kanak-kanak seusianya tak hanya dihabiskan untuk sekadar belajar dan bermain. Boleh dibilang ia tak seberuntung jika dibanding kawannya yang lain dari keluarga lebih mampu. Sebab ia juga harus bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah.

Ikbal memarkir sepedanya di depan gerbang Polres Bantaeng, Jalan Sungai Bialo. Setelah menepi, ia duduk di trotoar. Senyumnya sumringah, ia menghitung plastik-plastik jualannya. Hari itu, Jumat, 15 Mei 2020, sambil mengaso ia berbagi kisahnya dengan Tagar

Ternyata isi dari kantong plastik yang tergantung di sepeda tuanya itu adalah kerang. Kerang dagangan hasil keringat dari ayahnya. "Sisa sedikit, sebentar lagi habis ini baru saya pulang ke rumah," kata dia dengan riangnya. 

Bagi Ikbal, semakin cepat ia menghabiskan jualan, semakin cepat pula untuk pulang ke rumah dan bermain dengan kedua adiknya. Sehari-hari, selama enam bulan terakhir, waktu bocah tersebut memang banyak dihabiskan di jalanan dan perkampungan di sekitar tempat tinggalnya, untuk berjualan kerang. 

Saya tidak malu, kenapa harus malu.

KerangKerang dagangan Ikbal, bocah delapan tahun asal Bantaeng. Ia tiap hari keliling dengan sepeda tua, berjualan kerang demi membantu perekonomian keluarganya. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Sesekali Ikbal melempar pandangan ke arah sekeliling sembari tangannya sibuk memasukkan beberapa lembar ke saku celana. Sepertinya, celana merah yang dipakainya di siang itu adalah celana seragam sekolah yang biasa dipakai saat belajar. Berpadu dengan kaos kuning yang sudah tak baru lagi. 

Ikbal baru saja melayani seorang pembeli yang melihatnya menawarkan bungkusan berisi kerang ke warga yang melintas. Ia berdagang kerang atau yang dikenal dengan istilah Tude dan Esak-esak di Kabupaten Bantaeng. Orang setempat biasa menjadikan kerang kecil itu sebagai lauk, sangat nikmat dimasak bersama beberapa batang sereh.

Dengan sepeda bututnya ia berkeliling menjajakan belasan hingga puluhan bungkus plastik bening berisi Tude seharga Rp 5000 rupiah per bungkus. Setiap pagi, selepas pukul 10.00 Wita dipastikan Ikbal sudah tak ada di rumah. Dengan sepedanya, ia susuri jalan setapak demi setapak demi mencari rezeki.

Kerang-kerang itu adalah hasil jerih payah ayahnya, Aco. Setiap hari, sejak subuh sang ayah pergi ke pesisir pantai menggali pasir untuk mendapatkan kerang. Aco biasa mencari kerang di pesisir Pantai Lamalaka dan pesisir Pantai Tonrokassi. 

Kadang seember dua ember dibawanya pulang sekira jam 10 pagi, untuk kemudian dibersihan oleh istrinya, Anti dan dimasukkan ke dalam plastik bening. Selanjutnya, menunggu putra pertama mereka, pulang sekolah dan membawa kerang-kerang tersebut untuk dijadikan uang.

"Seharian bawa 15 sampai 20 bungkus dijual keliling," ujar Ikbal. 

Bekerja mencari uang memang sudah menjadi aktivitas Ikbal, baik semasa sekolah, libur sekolah, semasa pandemi dan bulan puasa saat ini. Kata Ikbal, saat waktu normal bersekolah atau sebelum masa pandemi, sepulang sekolah ia langsung bergerak menuju rumah dan lanjut berjualan. 

Ikbal merasa sudah cukup bermain dengan teman-teman saat istirahat jam pelajaran. Setelah itu, waktunya untuk membantu ibu dan ayah di rumah dengan berjualan kerang. 

Di masa pandemi hingga saat ini, rata-rata ia berjualan saat siang menjelang waktu petang. Seperti hari itu, biasanya beberapa ibu-ibu yang tidak sempat ke pasar membeli kerang dari Ikbal. Terlebih harga kerang bocah itu terbilang sangat murah dibanding di pasar.

Bermain, belajar dan bekerja baginya bukan hal baru lagi. Ikbal pun dengan senang hati membantu orang tuanya. Sebagai putra pertama, ia merasa pantas menerima amanah untuk membantu orang tua selagi ia bisa.

Bermimpi Jadi Polisi

Ya, Ikbal adalah putra sulung dari tiga bersaudara. Ia masih punya dua adik yang masih kecil. Adik pertama, saat ini sudah duduk dibangku taman kanak-kanak (TK), sedangkan adik yang satunya lagi masih bayi, belum genap setahun usianya.

Baginya bekerja bukan hal sulit lantaran membantu orang tua adalah sesuatu bernilai luhur. Ia sama sekali tak merasa risih ataupun malu kepada teman-temannya.

"Saya tidak malu, kenapa harus malu," ujarnya dengan polos. 

Dari ucapan itu tergambarkan bagaimana sebuah keteguhan hati terpatri di dirinya. Dan bukan berarti tugas utamanya sebagai pelajar terabaikan. Ia punya prinsip disiplin yang dipegang teguh, membagi waktu untuk balajar dan membantu orang tua. 

Kak, mudah-mudahan saya bisa jadi polisi, pakai seragam terus bantu siswa menyeberang ke sekolah.

bocah kerang bantaeng2Ikbal, bocah Bantaeng dengan plastik berisi kerang dagangan dan cita-citanya untuk menjadi polisi. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Meski sebagian besar waktunya habis untuk membantu orang tua, namun ia tak pernah kehilangan mimpi-mimpi untuk bisa sekolah tinggi dan menggapai cita-cita. Tak pernah sekalipun absen ataupun bolos sekolah. Ikbal tetap rajin ke sekolah, mengikuti pelajaran dan mengerjakan ragam pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh guru.

"Sekarang ada PR dari ibu guru, tapi selalu saya kerjakan kalau pagi, sehabis bangun tidur. Jadi siang bisa berjualan sampai sore sekaligus tunggu waktu buka puasa," tutur dia sembari memperbaiki posisi duduk. 

Ketika ditanya soal keinginannya di masa depan, Ikbal tiba-tiba terdiam. Sorot matanya yang bening seperti kebingungan, spontan tangan kirinya menggaruk rambut keringnya yang mungkin tidak gatal. Lantas kembali sebuah senyum simpul ia layangkan.

"Tidak tahu mau jadi apa, tapi saya suka matematika, olahraga dan main kasti," tutur Ikbal dengan mata yang berbinar-binar. 

Mungkin saat ini cita-cita memang bukan menjadi prioritasnya. Cukup mengenal diri dan potensi yang dimiliki, serta mengetahui apa-apa yang ia sukai adalah hal yang baik baginya.

Waktu bergulir, azan Asar berkumandang di salah satu masjid yang tak jauh dari tempat duduk kami. Ikbal berpamitan, masih ada empat kantong kerang yang harus dijual agar ia bisa segera pulang, membuat kedua orang tuanya tenang dan senang.

Sebelum berlalu, Ikbal berujar tentang sebuah cita-cita yang pernah diangankan namun begitu malu untuk disuarakan. Sebab disadarinya butuh perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai mimpi itu. Dan ia tak ingin angan itu hanya jadi suara kosong, lenyap ditiup angin khayalan.   

Sebuah cita-cita yang sebenarnya banyak didambakan anak-anak seusianya. Berdasar ketertarikan dan pengalaman hidup yang pernah dilihatnya. 

"Kak, mudah-mudahan saya bisa jadi polisi, pakai seragam terus bantu siswa menyeberang ke sekolah. Jadi, siswa tidak takut-takut lagi karena ditemani sama polisi," katanya diikuti tawa kecil dan berlalu sambil mengayuh sepeda. []

Baca juga: 

Berita terkait
Ramadan dan Tragedi Berdarah di Bantaeng
Dua peristiwa sadis menggegerkan masyarakat Bantaeng di tengah pandemi Covid-19 dan bulan suci Ramadan.
Puisi Cinta untuk Para Pejuang Covid-19
Sebuah musikalisasi puisi cinta berjudul Selain Cinta dipersembanhkan untuk para pejuang Covid-19 Tanah Air.
Perempuan Ulet Bandung Penjual Burung di Bantaeng
Keuletan Nia Yayah, perempuan pedagang burung di Bantaeng, bisa menjadi inspirasi pelaku usaha kecil menghadapi sulitnya ekonomi di masa pandemi.