Berbahaya, Penanganan Terorisme TNI dan Polri Harus Dipisah

Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta pemerintah memetakan karakteristik terorisme untuk ditangani TNI dan Polri.
Ilustrasi - TNI dan Polri saat bersiap melakukan patroli di Susel. (Foto: Tagar/Kodam XIV Hasanuddin)

Jakarta - Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta pemerintah memetakan karakteristik terorisme, menyusul adanya pembahasan dengan DPR terkait rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.

"Pemerintah perlu membuat karakteristik terorisme, mana yang bisa diatasi oleh Densus 88 atau Polri, dan mana yang harus melibatkan TNI," ujar Stanislaus saat dihubungi Tagar, Minggu, 4 Oktober 2020.

Karena akan sangat berbahaya jika ada satu target yang ditangani dua institusi sekaligus, apalagi jika ada operasi intelijen yang tertutup.

Dia menjelaskan, secara regulasi, terorisme saat ini ditangani oleh kepolisian karena masuk ke dalam tindak pidana kriminal. Namun, ada juga aksi terorisme yang cukup berbahaya dan sudah mengancam keadulatan negara.

Baca juga: TNI Soal Terorisme, Pengamat: Overlap Kewenangan Agar Sinergi

"Misal aksi teror yang sudah menggunakan senjata standar militer, menggunakan taktik perang, tentu lebih tepat jika ditangani oleh TNI," ucapnya.

Oleh karena itu, Stanislaus menilai karakteristik teror sesuai dengan tingkat ancaman dan level risiko harus dibuat secara jelas. Hal itu agar tidak terjadi tumpang tindih penanganan terorisme antara TNI dan Polri.

"Karena akan sangat berbahaya jika ada satu target yang ditangani dua institusi sekaligus, apalagi jika ada operasi intelijen yang tertutup," kata dia.

Sementara, pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati menuturkan, secara akademis, militer di seluruh dunia juga bertugas menghadapi terorisme.

Baca juga: Perpres TNI Atasi Teroris, Hukum Internasional Jadi Contoh

Tetapi, kata dia, implikasi penanggulangan terorisme oleh militer dan polisi berbeda perspektif hukumnya, karena terorisme bisa menjadi kejahatan terhadap negara atau kejahatan terhadap publik.

"Jika terorisme mengancam keselamatan presiden atau pejabat negara lainnya sebagai simbol negara, maka terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI," tutur Susaningtyas kepada Tagar.

Diketahui, pemerintah dan DPR mulai membahas rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Hal itu dikonfirmasi anggota Komisi III DPR, Arsul Sani yang mengatakan pihaknya telah menggelar rapat bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly pada Rabu, 30 September 2020.

Arsul mengatakan, rapat saat itu digelar tertutup. Dia pun menjelaskan, DPR memahami kekhawatiran masyarakat soal rencana pemerintah melibatkan TNI dalam menangani aksi terorisme.

Selain itu, Arsul memastikan para anggota dewan pun telah menyampaikan aspirasi masyarakat itu kepada pemerintah. Dia juga menyebut pembahasannya masih terus berjalan.

"Dan Menkumham sebagai wakil pemerintah menyampaikan bahwa pemerintah terbuka terhadap masukan yang disampaikan tersebut dan bersedia memperbaiki rancangan perpresnya," ujar Arsul. []

Berita terkait
Pengamat: TNI Hadapi Terorisme yang Ancam Kepala Negara
menanggapi ihwal rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi aksi terorisme, pengamat sebut militer di seluruh dunia hadapi teroris.
Kementerian PUPR Sertifikasi 4.180 Prajurit TNI AD
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan sertifikasi untuk 4.180 prajurit zeni TNI Angkatan Darat.
Bupati Cirebon Minta Masyarakat Teladani Kiprah TNI
HUT TNI ke -75 yang jatuh pada tanggal 5 Oktober diharapkan menjadi momentum bagi masyarakat Cirebon untuk meneladani kiprah TNI di negara ini.
0
Fitur Message Reaction WhatsApp, Kini Sudah Bisa Dicoba di Indonesia
Ya, di dalam fitur WhatsApp Reaction ini ada 6 emoji yang bisa Anda manfaatkan untuk memberikan tanggapan pada sebuah obrolan.