Jakarta - Selain membantah survei yang menyudutkan polisi makin semena-mena menghadapi lawan politik, Polri juga merilis adanya beragam pelanggaran selama Pilkada 2020. Setelah dibahas oleh tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) kini sebagian kasus diteruskan oleh kepolisian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menyebut sepanjang 25 dan 26 Oktober 2020 pihaknya bersama Gakkumdu telah melakukan 38 tindakan pre-emtif, 289 kegiatan preventif dan 4 kegiatan represif.
"Tindakan terbanyak dilakukan oleh Polda Sumbar, Polda Kalteng, Polda Sumatera Utara dan Polda Kaltim," ujarnya saat merilis situasi Kamtibmas terkini, Senin, 26 Oktober 2020.
Selain itu, Sentra Gakkumdu juga menindaklanjuti adanya 205 perkara pidana pemilihan baik itu berupa laporan maupun temuan. Dari jumlah itu, sebanyak 44 perkara sudah diteruskan ke Polri.
"Rincian status penyelesaian perkara tersebut antara lain dalam proses penyidikan 25 perkara, tahap satu sebanyak 1 perkara, P19 sebanyak 1 perkara, tahap P21 sebanyak 3 perkara, tahap dua sebanyak 7 perkara, dan tahap SP3 total 7 perkara," jelas Awi.
Dia juga merinci ragam pidana pemilihan yang ditindaklanjuti oleh Gakkumdu mulai dari mahar politik hingga pelanggaran dalam kegiatan kampanye.
Dibeberkan Awi, pihaknya kini menangani pemalsuan berkas pencalonan sebanyak 4 perkara, tidak melaksanakan verifikasi dan rekap dukungan sebanyak 4 perkara, serta adanya paslon petahana yang melakukan mutasi jabatan sebanyak 2 perkara.
Kemudian juga ditemukan dugaan pidana berupa menghilangkan hak seseorang menjadi calon kepala daerah sebanyak 2 perkara, temuan mahar politik berjumlah 1 perkara, dan money politik sebanyak 6 perkara.
Lalu, dugaan pidana terbanyak yaitu tindakan menguntungkan salah satu paslon dengan total 17 perkara. Ada juga perbuatan menghalangi penyelenggara pemilihan melaksanakan tugas sebanyak 3 perkara.
Di tahapan kampanye, sambung Awi, pidana yang diusut antara lain adanya kampanye menghina dan menghasut serta melanggar SARA sebanyak 2 perkara, kampanye dengan ancaman kekerasan 1 perkara, serta menghadirkan pihak yang dilarang dalam kampanye 2 perkara.
“Terakhir terkait pelanggaran protokol kesehatan selama Pilkada 2020 ada sebanyak 21 perkara,” tutup Awi.[]