Andi Taufan Garuda, Mundurlah Sebagai Staf Khusus

Perbuatan staf khusus Presiden, Andi Taufan Garuda Putra yang mengirim surat ke para camat merupakan pelanggaran hukum. Opini Lestantya R. Baskoro
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

SEANDAINYA PUN Presiden Joko Widodo tidak memberhentikan Andi Taufan Garuda Putra, semestinya staf khusus presiden ini tahu diri: dia tak lagi layak menduduki jabatannya itu. Perbuatan yang ia lakukan jauh dari harapan publik tentang figur milenial yang tak hanya cerdas dan berjiwa mandiri, namun juga bersih --jauh dari sifat korupsi.

Perbuatan Andi mengirim surat kepada para camat dengan menggunakan kop Sekretariat Kabinet jelas pelanggaran hukum. Surat tertanggal 1 April 2020 tersebut meminta para camat agar memerintahkan perangkat desa membantu relawan PT Amartha Mikro Fintek dalam program Relawan Lawan Covid-19. Andi, yang merupakan satu dari tujuh staf khusus milenial Presiden adalah CEO Amartha. Dalam program milik Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu, perusahaan Andi terjun di wilayah Sumatera, Jawa, dan Sumatera.

Perbuatan yang dilakukan Andi Taufan Garuda Putra bukan perbuatan sederhana -biasa saja.

Sebagai seorang terdidik –ia master administrasi publik dari Universitas Harvard-- kita tak yakin Andi tak menyadari perbuatannya itu lancung –memakai kop surat tanpa izin. Mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah disebutkan, lambang negara dipakai dalam tata naskah dinas sebagai tanda pengenal yang tetap dan resmi. Pejabat yang berhak memakai adalah pejabat terkait. Dan staf khusus presiden -seperti Andi- bukan pejabat yang masuk kualifikasi Peraturan Menpan tersebut.

Publik bisa menduga Andi sengaja menggunakan surat berkop Sekretariat Kabinet  justru karena ia paham surat dengan simbol Burung Garuda –lambang negara- ini efektif  “menekan” para birokrat di bawah. Yang ia luput sadari - justru sebagai generasi milenial yang melek digital- surat tak lazim semacam itu pasti segera viral ke mana-mana.

Perbuatan yang dilakukan Andi Taufan Garuda Putra bukan perbuatan sederhana -biasa saja. Dari sisi delik pidana ia bisa dituduh melakukan perbuatan curang atau pemalsuan. Dari sisi jabatannya sebagai staf khusus -yang per bulan mendapat gaji Rp 51 juta dari negara- perbuatannya bisa dikategorikan penyalahgunaan wewenang –abuse of power. Perbuatan yang juga bisa dijerat dengan pasal-pasal korupsi.

Kasus Andi tak bisa dibiarkan begitu saja. Keterlibatan perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek dalam program Relawan Lawan Covid-19, juga bisa menimbulkan conflict of interest. Ini sama dengan keterlibatan Platform digital Ruangguru milik Adamas Belva Syah Devara yang juga staf khusus milenial Presiden - menjadi aplikator kartu pekerja dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang total nilai proyeknya Rp 5,6 triliun. Semestinya Pemerintah memberi penjelasan seterang-terangnya kepada publik alasan dan bagaimana proses pemilihan perusahaan milik para staf milenial dalam proyek melawan virus Corona sehingga tak mengandung pertanyaan atau kecurigaan publik.

Publik akan bangga dan berterimakasih –juga terhadap Jokowi yang memilih mereka- kepada para staf milenial yang saat pandemi Corona mengerahkan segala kemampuan mereka membantu negara melawan wabah Covid-19. Tapi, jika mereka justru melakukan praktik tak terpuji, apalagi dalam situasi negara seperti ini, mereka tak layak berada di Istana -tak layak menjadi cermin dan teladan generasi milenial. []

*Lestantya R. Baskoro, wartawan senior, dosen Etika dan Investigasi Reporting Jurusan Jurnalistik Fakultas Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo, Jakarta

Berita terkait
Staf Khusus, Tugas Khusus di Era Pandemi Corona
Di situasi seperti sekarang staf khusus idealnya jadi mata dan telinga presiden. Mengirim surat dengan kop Sekretariat Kabinet bukan tugasnya.
Pukat UGM Menguliti Staf Khusus Presiden Jokowi
Pukat UGM Yogyakarta menilai jabatan staf khusus rawan kepentingan. Mereka lebih baik mundur.
Jokowi Bahas Pembagian Tugas Staf Khusus
Presiden Jokowi menerima 12 staf khusus kepresiden untuk mendikusikan pembagian tugas.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.