Jakarta – Beberapa bulan setelah operasi intelijen Amerika Serikat (AS) melacak pemimpin kelompok ISIS ke satu bangunan perumahan di Suriah barat laut, Amir Muhammad Sa'id Abdal-Rahman al-Mawla, meledakkan bom, membunuh diri dan keluarganya, sewaktu pasukan Amerika mendekat.
Laporan kematian pemimpin ISIS itu pada Kamis, 3 Februari 2022, dari pejabat senior pemerintah Amerika, muncul beberapa jam setelah laporan operasi besar kontraterorisme Amerika pertama kali dimulai dari Atmeh, kota di Provinsi Idlib, tidak jauh dari perbatasan dengan Turki.
Akun di media sosial menggambarkan helikopter dan pasukan Amerika turun ke gedung tiga lantai sebagai bagian dari operasi berjam-jam. Sebagian mengatakan pasukan Amerika menggunakan pengeras suara untuk mengeluarkan warga sipil dari gedung itu sebelum terjadi baku tembak yang sengit.

Namun para pejabat Amerika, yang berbicara tanpa mau disebut namanya, mengatakan sebagian besar kematian dan kerusakan disebabkan oleh al-Mawla, juga dikenal sebagai Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurashi dan sebagai Hajji 'Abdallah, dan salah satu dari ajudannya juga tinggal di gedung itu, mereka bertekad untuk tidak ditangkap hidup-hidup.
Para pejabat Amerika mengatakan mereka tidak bisa memastikan berapa banyak warga sipil yang tewas dalam operasi itu, tetapi menekankan bahwa pemimpin ISIS itu tampaknya memilih untuk tinggal di gedung perumahan justru karena adanya warga sipil, termasuk keluarga dengan anak-anak. Berbagai organisasi, seperti Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris Kamis mengatakan bahwa setidaknya 13 tewas, termasuk tiga wanita dan empat anak-anak.
Presiden Amerika Joe Biden mengonfirmasi kematian al-Mawla dalam pernyataan Kamis pagi. Dia memuji "keterampilan dan keberanian Angkatan Bersenjata kita."
Presiden AS, Joe Biden, berbicara dalam sebuah acara di Universitas Atlanta pada 11 Januari 2022 (Foto: voaindonesia.com - AP/Patrick Semansky)
Berbicara beberapa jam kemudian di Gedung Putih, Presiden Biden mengatakan, operasi untuk menyingkirkan al-Mawla dari medan perang harus mengirim pesan yang kuat. "Operasi ini merupakan bukti jangkauan dan kemampuan Amerika untuk mengatasi ancaman teroris di mana pun mereka mencoba bersembunyi," kata Biden.
Para pejabat Amerika mengatakan, Presiden Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris menyaksikan jalannya operasi itu dari Situation Room Gedung Putih. Mereka sangat menyadari betapa berbahayanya upaya menciduk pemimpin teror itu karena dia bersembunyi di antara warga sipil (ka/jm)/voaindonesia.com. []
Ancaman Kelompok Ekstremis ISIS Keamanan Global Meningkat
Rentang Sejarah Serangan Teroris Ekstremis Kanan di Dunia
Sanksi AS Kepada Penyandang Dana dan Afiliasi ISIS di Afghanistan
Warga Amerika di Kansas Pimpin Batalyon Perempuan ISIS