Demo di Kamboja Terkait Sengketa Perbatasan dengan Thailand

Puluhan ribu warga Kamboja turun ke jalan di Phnom Penh (18/6/2025) aksi resmi dukung pemerintah dalam sengketa perbatasan dengan Thailand
Puluhan ribu warga Kamboja turun ke jalan di Phnom Penh dalam aksi damai mendukung langkah pemerintah membawa sengketa perbatasan ke ICJ (Foto: dw.com/id - Tang Chhin Sothy/AFP/Getty Images)

TAGAR.id - Puluhan ribu warga Kamboja turun ke jalan di Phnom Penh mendukung langkah pemerintah menggugat Thailand ke Mahkamah Internasional di tengah memanasnya sengketa perbatasan. Nik Martin* melaporkannya untuk DW.

Puluhan ribu warga Kamboja turun ke jalan di Phnom Penh pada Rabu (18/6/2025) dalam aksi resmi mendukung langkah pemerintah dalam sengketa perbatasan dengan Thailand.

Aksi bertajuk “Solidarity March” ini dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Hun Many — adik bungsu Perdana Menteri Hun Manet — dan ditujukan untuk menyatakan dukungan terhadap pemerintah serta pasukan Kamboja yang bertugas di perbatasan Thailand.

Massa mengibarkan bendera nasional dan membawa potret Hun Manet serta ayahnya, mantan pemimpin Hun Sen, dalam long march menuju Monumen Kemerdekaan di jantung ibu kota.

Sengketa antara Kamboja dan Thailand meningkat sejak baku tembak pada 28 Mei di kawasan “Segitiga Zamrud”, wilayah pertemuan perbatasan Kamboja, Thailand, dan Laos, yang menewaskan seorang prajurit Kamboja. Kedua militer saling menyatakan bertindak atas dasar pertahanan diri.

konflik perbatasan Thailand vs KambojaPerbatasan antara Thailand dan Kamboja (Sumber: sg.news.yahoo.com)

Hukum versus Diplomasi: Sikap berbeda Kamboja dan Thailand

Kamboja telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menyelesaikan konflik di empat titik, termasuk lokasi insiden terakhir dan tiga kompleks candi kuno. Pemerintah menyebut langkah ini sebagai upaya mencegah eskalasi konflik.

“Pengajuan ke ICJ adalah pilihan terbaik untuk menjaga persahabatan dan kerja sama yang baik dengan Thailand,” ujar Hun Manet pada Selasa malam, menegaskan keinginannya menjaga perdamaian.

Di saat bersamaan, Kamboja melarang impor produk pertanian seperti buah dan sayur dari Thailand setelah Bangkok menolak mencabut pembatasan lalu lintas lintas batas. Kamboja juga menghentikan penayangan drama Thailand di media, menutup salah satu pos perbatasan utama, dan memangkas akses internet dari Thailand.

“Sekarang bola ada di tangan pihak Thailand, khususnya militer Thailand,” kata Hun Manet.

Thailand sendiri menyatakan menginginkan penyelesaian lewat jalur negosiasi, dan mendesak Kamboja menghentikan komunikasi “tidak resmi” — yang dinilai mengacu pada pernyataan tajam Hun Sen, yang meskipun telah mundur sebagai perdana menteri pada 2023, masih memiliki pengaruh besar.

demo kambojaDalam aksi tersebut, warga membawa bendera nasional, potret Perdana Menteri Hun Manet dan mantan PM Hun Sen (Foto: dw.com/id - Tang Chhin Sothy/AFP/Getty Images)

Apa saja yang disengketakan?

Thailand dan Kamboja telah memperebutkan kedaulatan atas sejumlah titik yang belum ditentukan sepanjang perbatasan darat mereka yang membentang 817 kilometer selama lebih dari satu abad. Perbatasan ini pertama kali dipetakan oleh kolonial Prancis pada tahun 1907 saat Kamboja masih menjadi wilayah kekuasaannya. Peta tersebut, yang kemudian dipersoalkan oleh Thailand, didasarkan pada kesepakatan bahwa batas wilayah akan mengikuti garis pemisah alami (watershed line) antara kedua negara.

Pada 2000, kedua negara menyepakati pembentukan Komisi Perbatasan Bersama (Joint Border Commission) untuk menangani klaim-klaim yang tumpang tindih secara damai. Namun, hingga kini, kemajuan dalam penyelesaian sengketa masih minim.

Klaim atas situs-situs bersejarah turut memperkeruh hubungan kedua negara, terutama pada 2003 saat amuk massa membakar Kedutaan Besar Thailand dan sejumlah bisnis milik warga Thailand di Phnom Penh. Kerusuhan dipicu oleh pernyataan seorang selebritas Thailand yang diduga mempertanyakan yurisdiksi Kamboja atas kompleks Candi Angkor Wat, yang terdaftar sebagai situs Warisan Dunia UNESCO.

Di jantung sengketa terletak Preah Vihear, kuil Hindu abad ke-11 yang juga dikenal sebagai Khao Phra Viharn di Thailand. Kuil ini telah menjadi sumber ketegangan selama beberapa dekade, dengan Bangkok dan Phnom Penh sama-sama mengklaim kepemilikan historis. Pada 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa kuil tersebut milik Kamboja, namun Thailand tetap bersikeras mempertahankan klaim atas wilayah di sekitarnya.

Ketegangan kembali meningkat pada 2008, saat Kamboja mengupayakan pendaftaran kuil Preah Vihear sebagai situs Warisan Dunia UNESCO. Langkah tersebut memicu bentrokan sporadis selama beberapa tahun, yang menewaskan sedikitnya belasan orang, termasuk dalam baku tembak artileri selama sepekan pada 2011.

Dua tahun kemudian, Kamboja meminta interpretasi atas putusan ICJ pada 1962. Pengadilan kembali memihak Kamboja, menyatakan bahwa wilayah di sekitar kuil juga merupakan bagian dari negara itu, serta memerintahkan pasukan Thailand untuk mundur. (AFP, Reuters)/Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris-Diadaptasi oleh Rahka Susanto-Editor: Melisa Lolindu)-dw.com/id. []

*Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.

Berita terkait
Arkeolog Kamboja Temukan Belasan Patung Berusia Ratusan Tahun
Tim arkeolog sebenarnya sedang mengkaji struktur gerbang kuno dan mencari batu-batu yang jatuh di sekitar portal di sisi utara Angkor Thom