Warga Sukunan Sleman Daur Ulang Sampah Jadi Batako

Melihat proses mengelola sampah jadi batako di Desa Wisata Sukunan, RW 19, Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Proses pembuatan batako dari sampah styrofoam bekas. (Foto: Dok Kampung Sukunan).

Sleman - Ruangan berukuran sekira tiga kali empat meter itu terlihat rapi, dengan beberapa piala dan piagam penghargaan berjejer di sudut.

Di dalam etalase kaca, tepat di depan pintu masuk, beragam hasil kerajinan terbuat dari daur ulang sampah, juga tertata rapi. Mulai dari tas hingga rompi. Warnanya pun beragam, tergantung plastik bekas yang digunakan sebagai bahan baku.

Selain beragam piagam penghargaan, dinding ruangan itu juga dihiasi beberapa poster tentang daur ulang sampah, dan foto dokumentasi proses daur ulang, berupa pembuatan pupuk kompos, skala rumah tangga.

Begitu suasana di sekretariat Desa Wisata Sukunan, RW 19, Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, 14 Oktober 2019.

Warga Kampung Sukunan telah mengolah dan mendaur ulang sampah sejak 2004. Salah satu hasil daur ulang yang cukup unik adalah batako, yang terbuat dari sampah styrofoam.

Recycling Craft Coordinator Kampung Sukunan, Endah Suwarni Setyawati, mengatakan awalnya warga tidak mengetahui styrofoam dapat didaur ulang, khususnya styrofoam yang ukurannya cukup tebal.

Namun setelah melakukan percobaan, warga akhirnya menemukan styrofoam tersebut dapat dijadikan campuran pembuatan batako, dengan perbandingan 1:3:3, yakni satu bagian semen, tiga bagian pasir, dan tiga bagian styrofoam.

"Terus kita coba-coba untuk dibuat campuran bahan bangunan, jadi satu banding tiga tiga, satu semen, tiga pasir dan tiga styrofoam. Itu juga sudah digunakan untuk membangun beberapa rumah sesudah gempa tahun 2006," ujar Endah.

Endah mengatakan di Kampung Sukunan sudah ada lima rumah yang dibangun dengan batako dari daur ulang styrofoam, yang sampai saat ini masih berdiri kokoh.

Kualitas batako tersebut, menurutnya, sama dengan batako biasa. Hal itu sudah diuji. Hanya saja, harganya lebih mahal dari batako biasa, karena biaya produksinya juga lebih tinggi.

Selain digunakan sebagai campuran pembuatan batako, bahan styrofoam itu juga digunakan untuk membuat pot bunga, dengan perbandingan campuran yang sama.

Proses pembuatan styrofoam sebagai bahan campuran batako, dimulai dengan memotong kecil-kecil styrofoam bekas. Kemudian styrofoam tersebut diparut hingga menjadi butiran styrofoam.

Setelah itu dicampur dengan semen dan pasir serta air secukupnya, lalu dicetak dalam cetakan batako.

Selain campuran styrofoam, bahan bekas pakai lain yang bisa digunakan sebagai campuran pembuatan batako adalah pecahan kaca dengan perbandingan yang sama.

Berbeda dengan styrofoam berukuran tebal, styrofoam berukuran tipis seperti yang digunakan untuk kotak makanan, tidak bisa didaur ulang. Bahkan warga Kampung Sukunan, telah 'mengharamkan' penggunaan styrofoam jenis itu, karena tidak bisa didaur ulang.

Itu juga sudah digunakan untuk membangun beberapa rumah sesudah gempa 2006.

SlemanWarga Kampung Sukunan, Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, memproduksi kerajinan dari sampah plastik. (Foto: Dok Kampung Sukunan)

Sodaqoh Sampah

Dalam mengolah dan menjaga kelestarian lingkungan, warga Kampung Wisata Sukunan menerapkan konsep 'Sodaqoh Sampah' dengan sistem mandiri, produktif, dan ramah lingkungan.

Endah mengatakan dengan konsep sodaqoh sampah tersebut, warga yang telah mengumpulkan sampah tidak serta-merta mendapatkan hasil dari penjualan sampah mereka.

Warga, kata Endah, mengelompokkan sampah berdasarkan jenisnya, yakni sampah yang laku dijual, sampah yang tidak laku dijual tapi bisa didaur ulang, dan sampah yang tidak laku dijual dan tidak bisa didaur ulang.

Untuk sampah yang laku jual, dibagi lagi menjadi tiga jenis, yakni plastik, kertas, serta logam atau kaca dan kerasan. Ketiga jenis sampah laku jual inilah yang dipilah oleh warga, kemudian disimpan di tempat sampah setelah dipisahkan berdasarkan jenisnya.

Karena dipilah dan dipisahkan oleh masing-masing rumah tangga, prosesnya terkadang tidak terlihat oleh orang luar.

"Jadi tidak dikumpulkan dulu baru dipilah, tetapi warga memilah sejak menghasilkan sampah di rumahnya, makanya tidak terlihat. Karena penghasil sampah itu masing-masing memilah sendiri. Ada yang pagi, ada yang siang dan sebagiannya, sehingga kita tidak bisa melihat. Intinya, begitu orang itu menghasilkan sampah, dimasukkan sesuai jenis," tuturnya.

Setelah tempat pengumpulan sampah pada masing-masing rumah tangga itu penuh, warga yang bersangkutan membawa sampah yang telah dipilah itu ke drum sampah. Drum sampah juga terdiri dari tiga bagian, sesuai sampah yang telah dipilah.

Di Kampung Sukunan terdapat puluhan titik drum sampah, yang sebagian merupakan bantuan dari pemerintah setempat. Setiap drum sampah itu digunakan oleh delapan hingga 15 keluarga.

"Tugas rumah tangga selesai sampai di situ. Itu tidak kena biaya, syaratnya mereka cuma harus memilah dan menempatkan sesuai jenis. Kami memang konsepnya sodaqoh sampah. Setelah penuh baru diangkut ke gudang sampah, gratis," tutur perempuan berhijab tersebut.

Setelah drum penuh kemudian sampah diangkut ke lumbung sampah oleh pengelola.

Nantinya setelah gudang sampah itu juga penuh, petugas akan menghubungi pengepul sampah untuk menimbang dan membeli sampah yang telah dikumpulkan.

"Nah, dari hasil penjualan itu, masuk ke kas kampung untuk kebutuhan pembangunan kampung. Misalnya tenda dan lain-lain. Hasil penjualan tidak masuk ke warga langsung, karena kita konsepnya sodaqoh sampah. Yang harus dilakukan warga hanya memilah dan menempatkan sesuai jenis," ujarnya.

Kami konsepnya sodaqoh sampah.

SlemanSeorang anak warga Kampung Sukunan, Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, di antara beragam kerajinan dari sampah plastik. (Foto: Dok Kampung Sukunan)

Kerajinan Daur Ulang dari Sampah Plastik

Mengenai sampah rumah tangga yang tidak laku dijual tetapi bisa didaur ulang, akan diolah menjadi karya kerajinan tangan. Warga membuatnya di rumah masing-masing. Waktunya tergantung kesempatan dan kesibukan masing-masing.

"Waktunya ada yang bisa malam ya malam, kalau bisanya setelah subuh, ya setelah subuh, karena kalau siang mereka punya rutinitas lain, misalnya kerja atau antaranak," tutur Endah.

Setelah hasil karya yang dibuat di masing-masing rumah itu selesai, para produsen membawanya ke sekretariat untuk dijual. Sistem penjualannya melalui beragam cara, mulai dari mulut ke mulut, hingga melalui media sosial.

Saat ini, kata Endah, pihaknya sudah banyak menerima pesanan, baik dari perorangan, maupun dari beberapa instansi.

Produk kerajinan yang dihasilkan warga Kampung Sukunan pun beragam. Mulai dari tas, dompet, keranjang, hingga pembalut wanita, dan diapers atau popok bayi.

Khusus untuk diapers, pihaknya juga telah mengampanyekan untuk mengurangi pemakaian popok sekali pakai, karena popok sekali pakai cukup lama terurai.

"Jangan jadikan popok sekali pakai sebagai kebutuhan pokok, karena anak-anak tanpa itu pun bisa," ujarnya.

Cara untuk membiasakan anak supaya tidak tergantung popok sekali pakai, kata Endah, adalah dengan melatih mereka tidak menggunakannya, dan meminta agar mereka memberi tahu orangtuanya saat akan buang air.

Tapi untuk anak-anak yang memang belum bisa lepas dari popok sekali pakai, dia menyarankan untuk menggantinya dengan popok yang bisa digunakan beberapa kali.

"Kami juga membuat popok untuk anak-anak yang bisa digunakan berulang kali. Ada juga pembalut wanita yang bisa dicuci," tuturnya.

Kerajinan berupa popok tersebut dibanderol dengan harga beragam, mulai dari Rp 50 ribu tergantung dari ukuran. Sementara harga jual pembalut wanita Rp 15 ribu.

Untuk jenis sampah yang tidak laku dijual dan tidak bisa didaur ulang, pihaknya dan warga sepakat untuk mengganti atau minimal mengurangi penggunaannya, seperti styrofoam sebagai tempat snack atau makanan.

Kami juga membuat popok untuk anak-anak.

SlemanPiala penghargaan yang diraih oleh Kampung Sukunan, Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, terkait pengolahan dan daur ulang sampah. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Penanganan Sampah Organik

Selain pengolahan sampah menjadi kerajinan, warga Desa Sukunan juga melakukan penanganan sampah organik menjadi kompos, briket bioarang dan biogas.

Iswanto Noto, warga Kampung Sukunan. Ia juga Wakil Direktur Kemahasiswaan dan Kerja Sama Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta.

Ia menjelaskan pengomposan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menggunakan aneka jenis komposter, bioppot, biopori, dan bak kompos komunal.

"Jenis sampah organik yang dikomposkan merupakan campuran dedaunan dari halaman rumah serta sisa sayuran dan makanan dari dapur," ujar Iswanto.

Sebagian kompos yang dihasilkan tersebut, kata Iswanto, dimanfaatkan warga untuk pupuk sendiri dan sebagian dikemas serta dijual secara bebas.

Sementara jenis sampah organik yang keras seperti tempurung kelapa, ranting, kulit kacang, dan lain-lain, dijadikan briket arang, dengan menggunakan alat pirolisis.

"Arang sampah dihaluskan menjadi tepung dan dicampur dengan lem kanji, kemudian dicetak menjadi briket bioarang sebagai bahan bakar masak alternatif," tuturnya.

Sedangkan kotoran sapi yang dihasilkan dari Kandang Kelompok Peternak Sukunan, diolah menjadi biogas menggunakan biodigester model dome.

Cara pengolahannya, kotoran sapi yang masih segar dikumpulkan dan dicampur air, dengan perbandingan 1:1, kemudian diaduk hingga homogen, dan dimasukkan melalui saluran inlet biodigester.

"Selanjutnya biogas yang dihasilkan akan keluar melalui pipa yang disalurkan ke kompor gas," tuturnya.

Selain biogas, juga dihasilkan pupuk organik cair dan padat, yang keluar dari saluran outlet biodigester, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman pertanian. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Rumah Angker Bekas Tempat Bunuh Diri di Sleman
Rumah kosong yang angker di Sleman Yogyakarta itu dulu tempat indekos, ada orang kos bunuh diri. Sering terdengar suara wanita menangis di situ.
Pengalaman Bertemu Hantu di Rumah Kontrakan di Sleman
Beberapa biji salak tergantung di sekitar rumah kontrakan itu di Sleman, menandakan ada makhluk astral berupa anak kecil. Dan memang itu terjadi.
Mitos Dusun Kasuran Sleman, Pantang Tidur di Kasur
Angin siang bertiup sepoi-sepoi menggoyangkan dedaunan di sekitar pemakaman di Dusun Kasuran, Margo Mulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman.
0
Kesehatan dan Hak Reproduksi Adalah Hak Dasar
Membatasi akses aborsi tidak mencegah orang untuk melakukan aborsi, hal itu justru hanya membuatnya menjadi lebih berisiko mematikan