Warga India Ambil Risiko Migrasi Ilegal ke Amerika Serikat Demi untuk Kejar Mimpi

Sebuah pengembaraan yang akan membuat keluarganya mengeluarkan biaya puluhan ribu dolar untuk penjahat penyelundup manusia
ILUSTRASI - Para migran menunggu proses imigrasi oleh Dinas Cukai dan Patroli Perbatasan AS setelah mereka menyeberangi Sungai Rio Grande dan memasuki AS dari Meksiko, 19 Oktober 2023, di Eagle Pass, Texas. (Foto: voaindonesia.com/Eric Gay/AP Photo)

TAGAR.id - Di desa Sumit Bhanwala, di India utara, gambar Patung Liberty menghiasi bagian depan rumah-rumah, dan traktor-traktor menampilkan stiker bendera Amerika. Sebuah cara untuk memberi tahu tetangga bahwa seorang putra, saudara laki-laki, atau keponakan mereka telah berhasil sampai ke Amerika Serikat (AS).

Bagi Bhanwala, 25 tahun, gambar-gambar tersebut merupakan sumber inspirasi saat ia bersiap menghadapi perjalanan berat selama berbulan-bulan untuk menyelinap melintasi perbatasan AS, sebuah pengembaraan yang akan membuat keluarganya mengeluarkan biaya puluhan ribu dolar untuk penjahat penyelundup manusia.

"Amerika adalah solusinya. Lihatlah sekeliling Anda," katanya sambil menunjuk pada rumah-rumah bertingkat modern yang bermunculan di desa, di negara bagian Haryana berkat kiriman uang dari para migran yang sudah berada di luar negeri.

Dia termasuk di antara semakin banyak generasi muda India, sebagian besar laki-laki dari negara bagian Punjab dan Haryana di India utara, dan Gujarat di India barat, yang bermigrasi secara ilegal ke negara-negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris untuk mencari pekerjaan dengan gaji lebih baik.

petugas jemput migran di perbatasan meksiko dan ASSebuah keluarga migran dijemput oleh anggota Departemen Keamanan Publik Texas setelah terdampar di tepi sungai selama berjam-jam, di Eagle Pass, Texas, terlihat dari Piedras Negras, Meksiko pada 18 Januari 2024. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Go Nakamura)

Tercatat 96.917 orang India ditangkap atau diusir tahun lalu saat mencoba menyeberang ke Amerika Serikat, naik dari 30.662 orang pada 2021, menurut Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS. Tidak jelas berapa banyak lagi yang berhasil melintasi perbatasan.

Sadar akan risiko kegagalan, Bhanwala menolak memberikan rincian rencana perjalanannya karena khawatir hal itu dapat membawa sial dalam perjalanannya. Sebaliknya, ia memamerkan sepasang sepatu hiking baru, jaket berkudung kepala, dan ransel biru besar yang dibeli untuk perjalanan tersebut, dan menceritakan alasannya memutuskan untuk pergi.

“Saya sudah menganggur selama enam bulan. Tidak ada harapan bagi saya di sini,” Bhanwala, lulusan ilmu politik, mengatakan kepada kantor berita Reuters di rumahnya di Dhatrath, yang terletak sekitar 150 km dari ibu kota, New Delhi.

Bhanwala ingin menjadi polisi, tetapi menyerah setelah kertas soal ujian rekrutmen pada tahun 2021 bocor ke kandidat lain sehingga mengurangi harapannya untuk sukses.

“Saya kehilangan kepercayaan pada proses perekrutan, dan berpikir ‘sudah cukup’,” kata Bhanwala, yang ayahnya menjual tanah pertanian keluarga dan meminjam uang dari rentenir untuk membayar 5 juta rupee atau 60.175 dolar AS kepada penyelundup manusia untuk perjalanan tersebut.

Dalam wawancara dengan 32 orang di tujuh desa di Haryana, sebagian besar menyebutkan pengangguran dan kurangnya pekerjaan terampil bergaji tinggi sebagai motif yang mendorong ratusan laki-laki meninggalkan desa melalui jalur “keledai” – istilah untuk sebuah perjalanan panjang dan berliku yang dirancang untuk menghindari pengawasan perbatasan.

Tingkat pengangguran di India terus menurun sejak tahun 2018, namun pengangguran di pedesaan masih menjadi masalah, terutama di kalangan generasi muda. Baik pengangguran maupun setengah pengangguran merupakan kekhawatiran utama pihak berwenang menjelang pemilihan umum yang akan diadakan pada bulan Mei.

Banyaknya warga India yang mempertaruhkan segalanya untuk bermigrasi ke negara-negara kaya adalah soal aspirasi dan upaya untuk keluar dari kemiskinan, kata pakar migrasi.

“Orang-orang berusaha mencari prospek pekerjaan yang lebih baik di mana pun mereka mendapatkannya, bahkan jika itu berarti melakukan pekerjaan kelas bawah di luar negeri, hanya untuk mendapatkan gaji yang lebih baik,” kata Rahul Verma, peneliti di Center for Policy Research (CPR) yang berbasis di New Delhi.

Kementerian Tenaga Kerja federal tidak menanggapi permintaan komentar. (lt/ns)/Reuters/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Survei Tunjukkan Migrasi Dipandang Sebagai Ancaman Terbesar di Tahun 2024
Sebanyak 72 persen penduduk Bumi hidup di bawah sistem otokratis, dibandingkan 46 persen pada satu dekade lalu