Wanita Tunarungu Sleman Ciptakan Masker Transparan

Masker transparan diciptakan wanita asal Slemen guna membantu komunikasi para penyandang tunarungu di tengah situasi pandemi Covid-19.
Dwi Rahayu, 41 tahun, wanita asal Sleman, Yogyakarta dengan sejumlah masker transparan ciptaannya, Jumat, 26 Juni 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sleman - Keterbatasan fisik dan situasi di tengah pandemi, tak membuat wanita tunarungu asal Sleman, Yogyakarta, mati karya. Justru ia mampu menciptakan masker transparan, alat pelindung diri (APD) yang sangat dibutuhkan sesamanya, para difabel tuli. 

Suara mesin jahit elektrik terdengar pelan kemudian berhenti. Mesin jahit elektrik berwarna putih itu dioperasikan oleh seorang perempuan berhijab. Jemarinya menata kain yang ada di bawah jarum jahit. Beberapa detik kemudian, suara mesin itu terdengar lagi, tapi perempuan itu tak mendengarnya.

Perempuan berhijab itu bernama Dwi Rahayu, 41 tahun, seorang difabel tuli sejak lahir. Ia saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kalau kami akan terbantu jika orang itu pakai masker transparan.

Dwi adalah seorang produsen masker transparan. Masker buatannya sangat membantu dalam berkomunikasi dengan para penyandang tunarungu. Sebab, dengan masker transparan membuat para difabel tuli bisa membaca gerakan bibir lawan bicaranya.

"Sebenarnya masker itu bisa untuk umum. Kalau kami akan terbantu jika orang itu pakai masker transparan," ungkapnya kepada Tagar, Jumat, 25 Juni 2020.

Masker-masker transparan itu diproduksi di rumahnya, Gemawang, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Di dalam salah satu ruangan berukuran sekitar 4x4 meter. Sebuah jendela menghiasi ruang kerjanya, menjadi sarana Dwi menengok keluar rumah untuk melihat orang yang datang.

Di dalam ruangan berdinding putih tersebut, hanya ada satu unit mesin jahit elektrik serta tumpukan kain dan masker. Tumpukan barang-barang karyanya di letakkan di atas lantai tak jauh dari salah satu sudut ruang

Biasanya Dwi memproduksi masker di sekretariat Gerkatin Sleman, yang lokasinya berada tidak jauh dari rumahnya, hanya sekitar 50 meter. Tapi, saat ini sekretariat DPC Gerkatin Sleman tidak bisa digunakan, sebab atapnya jebol. Sehingga dia lebih memilih memproduksi masker di rumah.

Dwi berbagi tugas dengan suaminya, yang juga difabel tuli, agar produksi masker cepat diselesaikan. Suaminya bertugas mengukur dan memotong kain serta mika. Sedangkan Dwi menjahitnya menjadi masker siap jual.

"Saya dengan suami. Suami tugasnya cuma motong-motong saja," tulisnya dalam pesan WhatsApp.

Berawal dari Ibu yang Sakit

Masker Transparan2Dwi Rahayu, 41 tahun, perempuan tunarungu Sleman tengah membuat masker transparan, (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Dwi mengisahkan awal dirinya memiliki ide untuk membuat masker transparan. Beberapa waktu lalu, saat dirinya akan memeriksakan kesehatan di salah satu rumah sakit, sebagian besar tenaga medis mengenakan masker.

Dwi merasa cukup kesulitan berkomunikasi dengan para petugas medis tersebut. Pada masa sebelum pandemi Covid-19, menurut Dwi, kesulitan komunikasi bisa diatasi dengan meminta petugas medis membuka maskernya.

Tapi, dalam kondisi pandemi seperti saat ini, mereka tidak bersedia membuka masker mereka. Alhasil ia mengalami kesulitan saat menangkap arah pembicaraan maupun ketika hendak menjawab pertanyaan petugas medis. 

"Ternyata paramedis rata-rata memakai masker, jadinya saya kesulitan berkomunikasi dengannya. Biasanya tidak begitu sebelum masa pandemi, saya minta dibuka masker sama paramedis, dan terpenuhi. Tapi waktu pandemi itu, maskernya tetap sama enggak dibuka-buka," urainya.

Di sanalah saya lihat ibuku dipasangkan masker oksigen yang mulutnya bisa dilihat.

Akhirnya Dwi dan para petugas medis berkomunikasi melalui tulisan. Setelah menjalani pemeriksaan, Dwi tidak langsung pulang, tetapi sekalian menjenguk ibunya. Kebetulan saat itu sang ibunda sedang sakit dan dirawat di rumah sakit yang sama.

Saat berada di bangsal tempat ibunya dirawat, Dwi tetap bisa berkomunikasi dengan ibunya yang mengenakan masker oksigen. Dari situlah kemudian muncul idenya untuk membuat masker transparan.

Apalagi sejak lama Dwi memang memiliki keterampilan menjahit. Dulu, sebelum menikah, dia membuka usaha berupa jasa menjahit busana wanita. Tapi, sejak menikah usaha menjahit busana tidak lagi dilakukannya, meski dia masih memiliki mesin jahit.

"Di sanalah saya lihat ibuku dipasangkan masker oksigen yang mulutnya bisa dilihat. Maka dari itu timbul ide saya untuk membuat masker transparan itu," ucap dia. 

Akhirnya sejak Maret 2020 Dwi membulatkan tekad untuk mulai memproduksi masker transparan dan menerima pesanan dari berbagai daerah di Indonesia. 

"Sebetulnya saya coba-coba bikin masker mulai bulan Maret. Tapi setelah masuk berita pada awal April. Sejak itu banyak pesanan yang datang," ujarnya.

Terkendala Pendanaan

Masker Transparan3Proses penjahitan masker transparan buatan Dwi Rahayu. Masker transparan sangat membantu penyandang tunarungu dalam berkomunikasi. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Pemesan masker buatannya bukan hanya dari sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta saja, tetapi sudah merambah ke beberapa daerah lain, bahkan sampai ke luar Jawa, seperti Makassar, Bali, dan Sumatera Barat (Sumbar).

Dana terbatas dan kondisiku. Jadi saya tidak bisa memenuhi semua pesanan.

Dalam sehari, menurut Dwi, dia dan suaminya bisa memroduksi 15 unit masker transparan. Awalnya dia menggunakan kain berbahan katun. Tapi seiring perkembangan, beberapa pemesan meminta bahan yang beragam dengan mika di bagian tengah.

"Tapi karena banyak yang pesan bahan kainnya macam-macam. Dan di tengahnya pakai mika. Ini sesuai dengan pesanan orang. Saya tinggal jahit saja," lanjut Dwi.

Dwi mematok harga Rp 15 ribu untuk setiap lembar masker buatannya. Tapi untuk pesanan dalam jumlah banyak, dia mematok harga Rp 150 ribu per lusin. Biasanya para pelanggan memesan masker melalui aplikasi WhatsApp.

Banyaknya pesanan menjadi kendala tersendiri untuk Dwi, mengingat ia memiliki keterbatasan fisik dan dana. Dengan keterbatasan yang ada, Dwi tidak bisa memenuhi semua pesanan yang masuk. Terlebih dia belum memiliki karyawan yang bisa membantunya menjahit.

"Memang ada (kendala). Dana terbatas dan kondisiku. Jadi saya tidak bisa memenuhi semua pesanan," tuturnya.

Membentuk Beragam Komunitas

Masker Transparan4Dwi Rahayu, 41 tahun, wanita pencipta masker transparan untuk penyandang tunarungu, berpose di depan sekretariat DPC Gerkatin Sleman. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sebelum menjadi produsen masker transparan, Dwi Rahayu cukup aktif dalam beberapa kegiatan difabel tuli, khususnya yang diselenggarakan oleh Gerkatin. Bahkan hingga saat ini, dia masih aktif dalam beberapa kegiatan.

Setidaknya ia telah membentuk tiga komunitas difabel sejak dirinya menjabat sebagai ketua. Ketiga komunitas itu adalah Komunitas Hidroponik, Komunitas Alumni Sleman, dan Komunitas Motor Tuli.

Pemerintah Daerah Sleman belum pernah ada yang perhatikan kegiatan Gerkatin Sleman maupun komunitas.

Tetapi nama Komunitas Hidroponik hanya digunakan selama kurang lebih dua tahun. Nama Komunitas Hidroponik kemudian diubah menjadi Komunitas Tunarungu Kreatif DIY, yang kini sebagian anggotanya telah memiliki dan mengembangkan usaha lain.

"Anggotanya hanya 10 orang. Karena dah berkembang usaha macam-macam, akhirnya nama Komunitas Hidroponik sudah diganti dengan Komunitas Tunarungu Kreatif DIY. Alhamdulillah," beber dia.

Kegiatan lain yang dilakukan oleh Komunitas Difabel Kreatif DIY, kata Dwi Rahayu, saat ini juga masih berjalan. Mulai dari membuka usaha kreatif hingga pendampingan hukum dan lain-lain.

"Masih jalan kok. Pertemuan Komunitas Tunarungu Kreatif DIY sudah kemarin tanggal 13 Juni. Untuk Gerkatin Sleman besok Minggu," sambungnya

Sementara, Komunitas Alumni Sleman tidak lagi aktif. Penyebabnya, menurut pengakuan Dwi Rahayu, karena ada kendala pada sosok ketua komunitas.

Sedangkan Komunitas Motor Tuli, lanjut Dwi, vakum untuk sementara sejak pandemi Covid-19 melanda. Tetapi komunitas dan anggotanya akan kembali aktif melakukan kegiatan setelah pandemi Covid-19 berakhir.

Meski Gerkatin Sleman memiliki beberapa kegiatan dan komunitas, tetapi pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman sampai sekarang belum pernah memberikan perhatian terhadap kegiatan Gerkatin Sleman maupun komunitas-komunitas difabel tersebut.

Dia berharap ke depannya ada perhatian dari pemerintah setempat, khususnya untuk para difabel yang tergabung dalam komunitas-komunitas itu.

"Pemerintah Daerah Sleman belum pernah ada yang perhatikan kegiatan Gerkatin Sleman maupun komunitas. Harapan kami adalah bisa bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Sleman untuk membangun perekonomian masyarakat tunarungu Sleman," harapnya. []

Baca cerita lainnya: 

Berita terkait
Belajar Peduli dari Pasutri Tunarungu di Semarang
Suami istri penyandang tunarungu di Semarang membuat masker transparan untuk rekan senasib dan tenaga medis.
Althaf, Mahasiswa Tunarungu Raih Gelar Sarjana UGM
Erwin Althaf, penyandang tunarungu mampu merah gelar sarjana di UGM Yogyakarta. Baginya keterbatasan fisik bukan penghalang meraih sukses.
Lima Tokoh Dunia Penyandang Tunarungu
Tunarungu tidak seharusnya menjadikan seseorang seseorang terhalang untuk meraih cita-citanya.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.