Tren Bersepeda Era Transisi New Normal di Surabaya

Moch Khaesar merakit sepeda bekas untuk gowes memiliki kepuasan, karena bisa menyesuaikan dengan keinginan dirinya.
Humas Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Moch Khaesar Januar Utomo menikmati gowes dengan sepeda rakitannya. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Surabaya – Gowes atau bersepeda mendadak menjadi trending di tengah pandemi Covid-19. Ketika pagi hari dan malam hari, sepanjang jalanan Kota Surabaya dipenuhi dengan aktivitas masyarakat dengan bersepeda.

Tren gowes di tengah pandemi Covid-19 dirasakan Moch Khaesar Januar Utomo. Dengan mengenakan helm sepeda berwarna hitam, sepatu olahraga, Khaesar mengeluarkan sepeda rakitannya untuk memulai gowes dari rumahnya di Jalan Rajawali III 17-5, Ngeni, Kepuhkiriman, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo,

Bersepeda ini dapat menjaga kesehatan kita. Daripada di rumah saja, kan mending dibuat bersepeda.

Dirinya mengayuh sepeda sambil bersenda gurau dengan rekan-rekannya menyusuri jalanan Kota Pahlawan. Di masa transisi setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini memang banyak masyarakat menghilangkan kejenuhan di rumah saja dengan menjalankan olahraga bersepeda.

Khaesar mengaku kerap melakukan aktivitas bersepeda untuk mengisi waktu luang saat pandemi Covid-19. Terutama adanya kebijakan work from home (WFH), ia pun memutuskan untuk menjalani hobi baru, yakni bersepeda.

Khaesar yang bekerja sebagai Hubungan Masyarakat Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya ini mengatakan bersepeda dapat menjaga dirinya tetap sehat, sekaligus menghindarkan dari virus corona. Namun, ia sering melakukan aktivitas bersepeda saat pagi hari hingga siang.

"Bersepeda ini dapat menjaga kesehatan kita. Daripada di rumah saja, kan mending dibuat bersepeda. Apalagi waktu-waktu bagus untuk olahraga kan pagi, jadi saya memilih bersepeda pagi, kadang pulang sampai siang jam 12," ujarnya kepada Tagar, Rabu, 24 Juni 2020.

Meski mengikuti tren gowes, Khaesar mengaku tak memilih untuk membeli sepeda baru. Ia memutuskan merakit sepeda lamanya yang sudah 10 tahun tak terpakai. 

Menurut Khaesar, lebih enak merakit sepeda sendiri, dibanding membeli sepeda baru. Alasannya, jika membeli sepeda sesuai dengan spesifikasi yang ia inginkan lebih mahal biayanya.

"Kalau saya sepeda engga beli, ada sepeda saya dulu, lama tidak ke pakai, saya benerin saya rakit ulang dengan spare part baru. Karena bisa sesuai spesifikasi yang saya inginkan, mulai dari gear, kerangka dan modelnya," ujar dia.

Untuk merakit sepeda, Khaesar harus merogoh kantong cukup dalam. Satu sepeda yang ia buat, ia pun mengeluarkan uang hingga Rp 3 juta.

"Habis Rp 3 juta, itu saya rakit hampir 2 bulan, mulai pengecatan hingga perakitannya. Tapi sebetulnya itu saya buat jauh sebelum tren bersepeda di Surabaya. Tapi pas sepeda jadi lah kok waktu tren orang bersepeda," tutur pria berusia 26 tahun ini.

Khaesar menilai tren masyarakat bersepeda di Surabaya ini cukup mengejutkan. Pasalnya, saat masa pandemi Covid-19, toko-toko sepeda biasanya sepi kini ramai, bahkan ia melihat sampai antri dan berdesakan.

"Mungkin ini namanya tren, karena setiap saya bersepeda melewati toko sepeda selalu ramai. Itu yang menjadi uniklah, tiba-tiba masyarakat kini gemar berolahraga," ucap Khaesar.

Setelah menjalankan aktivitas bersepeda hampir dua bulan, Khaesar merasakan beberapa manfaat. Yakni, dapat mengendalikan berat badan, mengurangi risiko penyakit seperti jantung dan pembuluh darah, mengurangi risiko kanker, mengurangi risiko diabetes, meningkatkan kekuatan imun pada tabuh, hingga mengurangi stres.

"Baru setelah dua bulan ini merasa banyak manfaat dari gowes. Apalagi setelah membaca dari berbagai artikel ternyata benar juga manfaatnya dan saya juga merasakan hal itu," tutur Khaesar.

Gowes Surabaya

Humas Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Moch Khaesar Januar Utomo berkumpul bersama rekan sesama Goweser di titik nol Surabaya, Jalan Pahlawan Surabaya. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)


Rela Membeli Sepeda Demi ikuti Tren

Berbeda dengan Khaesar yang rela merakit kembali sepeda lama untuk bisa gowes, Hanim Masrukhin memilih membeli sepeda baru seharga Rp 1,6 juta agar bisa merasakan keseruan dan tren gowes.

"Waktu awal-awal sih masih belum beli, waktu itu pinjem ke saudara. Tapi kok lama-lama enhgga enak pinjam terus, akhirnya memutuskan untuk beli dengan harga segitu Rp 1,6 juta, memang sengaja ndak cari yang mahal," kata Hanim.

Perempuan 22 tahun ini mengaku awalnya tak hobi gowes, ia hanya ikut-ikutan tren anak kekinian yang bersepeda. Namun, Hanim cukup menikmati, karena ia merasa banyak manfaat yang didapat.

"Awalnya bukan berawal dari hobi, tapi kok lihat story teman-teman bersepeda kok kelihatannya asyik. Ya sudahlah ikut bersepeda. Lagian ya banyak manfaatnya juga," tutur Hanim.

Hanim bercerita, kondisi pandemi Covid-19 ini memang bikin orang jenuh di rumah. Sebab kuliah libur panjang, serta tidak ada aktivitas lain.

"Sebetulnya jenuh, sudah hampir 3 bulan di rumah ndak ada kegiatan. Jadi saya putuskan sepedaan lah, dari pada ndak ada kegiatan," kata Hanim kini kuliah semester akhir di salah satu kampus swasta di Surabaya ini.

Hanim pun kini hampir setiap hari menjalankan akativitas bersepeda. Dia tak sendirian, Hanim kerap bersepeda dengan beberapa rekannya.

"Tentu paling enak bersepeda rame-rame dong, supaya di jalan tidak sendirian. Hati boleh sendiri, tapi bersepeda jangan," ujar dia sambil tertawa.

Tak hanya itu, Hanim bercerita, kalau pas waktu malam minggu, ia kerap bersepeda malam hari. Menurutnya, saat gowes Sabtu malam cukup asyik, karena lebih ramai dan bertemu pesepeda lain, apalagi di Jalan Tunjungan Surabaya.

"Pas Sabtu malam minggu itu ramai, banyak yang bersepeda, jadi alasan saya milih malam ya tambah asyik saja. Terus titik tujuannya di Jalan Tunjungan, sambil foto-foto di sana atau kalau tidak ya di Taman Bungkul," ujar dia.

Hanim mengaku kerap melakukan kegiatan bersepeda, terutama saat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Karena kebijakan itu, jalanan Surabaya cukup lengang dan cenderung sepi.

Gowes SurabayaGoweser Surabaya Hanim Masrukhin bersama teman-temannya menikmati akhir pekan di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Gowes Atasi Kejenuhan Akibat PSBB

Psikolog di Surabaya, Reisqita Vadika menyampaikan kebiasaan masyarakat Kota Pahlawan melakukan aktivitas olahraga bersepeda ini memang untuk mengatasi kejenuhan. Karena selama hampir dua bulan di rumah, setelah penerapan PSBB hingga jilid 3.

"Jadi ini saya rasa adalah tren baru masyarakat Surabaya ya, karena berolahraga baik bersepeda cukup mudah. Jadi nggak perlu arena khusus sudah bisa,” kata Qiqi sapaan akrabnya.

Qiqi menyebut olahraga bersepeda yang dipilih oleh masyarakat ini merupakan paling mudah dilakukan. Dibandingkan gym dan lain sebagainya. Belum lagi gowes sangat ramah dan aman dilakukan oleh semua kelompok umur, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.

"Sedangkan olahraga lain, mungkin gym belum semua buka apa lagi renang. Jadi olahraga yang mudah salah satunya bersepedah," kata dia.

Menurutnya, tren gowes ini bisa jadi karena mengikuti kebiasaan baru yang menjadi trendi. Pertama-tama orang melihat sekelompok pesepeda terlebih dulu, kemudian tumbuh rasa terinspirasi untuk menirunya.

"Jadi, orang-orang yang biasanya tidak minat bersepedah melihat orang bersepedah kayaknya seru, akhirnya ikutan. Ketika dia sudah ikut mencoba minat itu mungkin berkembang menjadi kebiasaan baru kalau memang dia suka bersepedah," ujar dia.

Selain itu, melihat tren masyarakat bersepeda, secara psikologi Qiki menilai, olahraga itu bisa jadi bentuk rilis stres. Misalnya merasa jenuh di rumah, maka salah satu hal yang bisa dilakukan ya berolahraga. Apalagi hal tersebut dilakukan dengan beramai-ramai, terutama dengan kawan atau keluarga.

"Seperti kecemasan dan panik bisa dituangkan dengan olahraga, salah satunya dalam bentuk bersepedah," ucap dia.

Sebenarnya, menurut Qiki, waktu bersepeda lebih baik saat masih ada matahari. Karena tubuh akan akan mendapatkan suplai vitamin D dan pastinya lebih berkeringat. Namun, malam hari juga tidak kalah menariknya, karena jalanan juga sepi dan bisa dinikmati untuk bersepeda mengelilingi Kota Surabaya.

"Cuman, kalau merasa lebih nyaman di malam hari ya nggak papa. Sebetulnya waktu kapanpun itu kan tergantung dari orangnya sendiri," tambah Qiki.

Meski gowes saat malam hari kini menjadi tren, Qiki berpesan kepada masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan. Tetap jaga jarak dan kebersihan, bukan malah membuka peluang terpapar Covid-19.

"Kalau memang mau berolahraga salah satunya bersepeda menyambut transisi new normal harapannya kita bisa bersepeda sambil menerapkan protokol, hidup bersih dan sehat," ucapnya. []

Berita terkait
Gowes di Yogyakarta, Dulu Dipuji Kini Dicaci
Gowes di Yogyakarta sering dipuji, menyehatkan dan ramah lingkungan. Akhir-akhir ini, goweser sering dicaci. Mengapa?
Mencari Berkah Sungai di Bawah Langit Bantaeng
Di sebuah sungai di Bantaeng, Sulawesi Selatan, Muhammad Ilyas mencari pasir dan batu. Ada Kamariah, istrinya, setia menemani dan turun tangan.
Pria Tua Aceh Berjuang Melawan Sampah Tanpa Pamrih
Haji Jasman umurnya tidak muda lagi, hatinya terpanggil membersihkan sampah di irigasi Susoh, Abdya, Aceh selama bertahun-tahun tanpa pamrih.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.