Siantar - Wali Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara (Sumut), Hefriansyah Noor, terancam dimakzulkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Siantar. Hal ini tertuang dalam tiga rekomendasi yang dilayangkan panitia khusus (pansus) hak angket DPRD setempat.
Pertama tidak memberikan data yang diminta DPRD. Kedua tidak memenuhi pemanggilan oleh tim angket.
Ketua pansus angket DPRD Pematangsiantar Rinni Silalahi mengatakan ada tiga rekomendasi angket DPRD kepada Wali Kota Hefriansyah Noor yang akan diajukan dalam rapat Paripurna tanggal 28 Februari 2020.
"Jika ditemukan penyelewengan wewenang kemungkinan ada tiga rekomendasi. Pertama, pemakzulan, kedua menyerahkan kejalur hukum pidana atau kembali menyekolahkan Hefriansyah Noor ke Kementerian Dalam Negeri untuk dibina selama enam bulan," kata Rinni di gedung DPRD Siantar, Kamis, 20 Februari 2020.
Dari pantauan Tagar, rencana pemeriksaan Wali Kota Pematangsiantar yang dijadwalkan Kamis pagi belum juga berlangsung. Hefriansyah belum hadir memenuhi pemanggilan kedua oleh pansus angket DPRD.
Menurut wakil ketua pansus angket DPRD Siantar Ferry SP Sinamo, Wali Kota Hefriansyah telah melakukan dua kesalahan besar dengan tidak menghargai kerja kerja DPRD.
"Pertama tidak memberikan data yang diminta DPRD. Kedua tidak memenuhi pemanggilan oleh tim angket. Ini seolah menyepelekan DPRD dan masyarakat Siantar. Biar publiklah yang menilai itu. Tapi yang pasti wali kota harusnya bersikap profesional seperti yang sering dikatakan beliau," katanya.
Sementara itu, tim ahli hukum DPRD Kota Pematangsiantar Riduan Manik mengatakan ketidakhadiran wali kota tidak akan menghambat kerja dari tim pansus untuk merumuskan kesimpulan yang akan dibahas dalam rapat paripurna.
Riduan berpendapat, dengan mangkirnya wali kota justru merugikan dirinya karena tidak menjawab dugaan pelanggaran yang dilakukannya. "Ini kan masih dugaan. Harusnya beliau menjawabnya dengan memenuhi panggilan DPRD," katanya.
Menurutnya, rekomendasi tim angket akan tetap dibawah dalam rapat Paripurna DPRD Kota Pematangsiantar untuk memutuskan apakah ada pelanggaran yang dilakukan. Setelah itu, baru ketetapan angket memiliki legitimasi hukum. Apakah jalur pidana atau seperti apa itu nanti diputuakan. []