Jakarta – Fasilitas kredit yang belum digunakan oleh debitur (undisbursed loan) dinilai bisa membuat keseimbangan bisnis bank tidak stabil. Prediksi tersebut sangat mungkin terjadi lantaran undisbursed loan berkaitan erat dengan kegiatan inti usaha perbankan.
Pengamat Perbankan dari Bank Negara Indonesia Paul Sutaryono menjelaskan apabila kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, maka bukannya tidak mungkin profitabilitas bank akan tergerus pada saat penutupan buku.
“Tentu saja, akibat kenaikan undisbursed loan yang kini tampak menebal hingga 6,05 persen per Juni 2020 adalah penurunan pendapatan dari bunga [interest income] yang dipastikan akan menurun,”ujarnya kepada Tagar, Senin, 7 September 2020.
Menurut dia, pendapatan usaha dari selisih antara pendapatan bunga dan beban bunga menjadi salah satu unsur penting pembentuk laba perusahaan secara signifikan.
“Indikasi mengapa undisbursed loan semakin tinggi karena permintaan yang rendah dari masyarakat akibat faktor pandemi. Hal ini tentu menjadi kerugian bagi bank karena tidak bisa menghimpun pendapatan dari bunga,” tutur dia.
Oleh sebab itu, Paul berharap pemerintah dapat terus mendorong kemampuan dunia usaha melalui sejumlah insentif strategis agar keberlangsungan bisnis dapat tetap terjaga. Sehingga, permintaan kredit dapat meningkat seiring dengan kenaikan kebutuhan permodalan.
“Bisa dibilang kredit adalah nyawanya bank. Kalau kreditnya tertahan, maka net interest margin [NIM] juga turun pelan tetapi pasti. Ujungnya, laba tahunan akan makin tergerus,” ucap dia.
Berdasarkan informasi yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit yang belum ditarik hingga penutupan semester I/2020 adalah sebesar Rp 1.607 triliun. Nilai tersebut diketahui meningkat sekitar 6 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2019.
Adapun, realisasi kredit hingga Juni 2020 tercatat sebesar Rp 5.549,24 triliun. Angka tersebut kemudian turun pada Juli 2020 dengan Rp 5.536,17 triliun.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) terpantau terus naik dari sebelumnya Rp 6.260,46 triliun pada Juni 2020 menjadi Rp 6.306,13 triliun. Kemudian, rasio NIM juga terlihat terus menurun dari 4,46 persen menjadi rerata 4,44 persen.