Virus Corona Jadi Inspirasi Motif Batik di Kulon Progo

Berangkat dari rasa prihatin dan harapan pandemi Covid-19 segera berakhir, Murtini di Kulon Progo menciptakan batik dengan motif virus corona.
Murtini menunjukkan batik motif corona di Kalurajan Gulurejo, Kapanewon Lendah, Kulon Progo, Selasa, 26 Mei 2020. (Foto: Tagar/Harun Susanto)

Kulon Progo - Murtini, 45 tahun, menciptakan batik motif corona. Ia seorang perajin batik, pemilik usaha Sembung Batik di Kapanewon Lendah, Kulon Progo, Yogyakarta. Idenya muncul didorong rasa prihatin melihat kasus Covid-19 mewabah hingga ke perdesaan.

Dengan harapan pandemi segera berakhir, Murtini membuat pola pada kain putih, mengembangkan motif menjadi rangkaian cerita. Mulai dari virus corona ukuran besar dan utuh dengan aneka warna hingga terkena air, sampai akhirnya virus tersebut pecah menjadi beberapa bagian kecil, terkubur di dalam tanah, dan kemudian virus corona hilang.

"Saya hanya butuh waktu sekitar dua pekan untuk menuliskan ide tersebut," kata Murtini saat ditemui di Kalurajan Gulurejo, Kapanewon Lendah, Kulonprogo, Selasa 26 Mei 2020.

Ia menuturkan batik corona berisi doa, semoga pandemi Covid-19 segera berakhir. Sudah saatnya semua orang bergandeng tangan melawan Covid-19 agar pandemi secepatnya selesai.

Mereka sudah kami anggap keluarga. Kalau kami rumahkan, kasihan mereka. Jadi tetap kami pertahankan sistem kekeluargaan ini.

Saat ini, kata Murtini, puluhan lembar batik motif corona sudah terjual, ada yang membeli melalui online, media sosial, dan datang langsung ke galeri Sembung Batik.

"Batik tulis ini cukup diminati pasar lokal maupun luar daerah," tutur Murtini.

Batik corona karya Murtini dibanderol dengan harga Rp 350.000 per potong. Konsumen bisa memilih sesuai selera. Tersedia lima pilihan warna. Konsumen juga bisa memesan batik corona untuk dikombinasikan dengan motif atau warna lain. 

Sugirin, suami Murtini, yang bersama mengelola Sembung Batik, mengatakan pandemi Covid-19 memang berdampak buruk bagi pelaku usaha batik di Kulon Progo. Meski demikian, tidak akan ada pekerja di Sembung Batik yang di-PHK atau dirumahkan.

“Mereka sudah kami anggap keluarga. Kalau kami rumahkan, kasihan mereka. Jadi tetap kami pertahankan sistem kekeluargaan ini,” ujarnya.

Ia mengatakan masih beruntung, dalam kondisi sekarang ini pesanan batik masih berdatangan meski jumlahnya tidak seramai tahun lalu ketika menjelang Lebaran.

Sugirin mengatakan batik produksinya unggul dalam teknik pewarnaan dan juga memiliki motif yang unik dan menarik. "Harga batik dijual antara Rp 150 ribu hingga di atas Rp1 juta, tergantung kualitas kain, dan tingkat kesulitan motif."

Industri batik termasuk sektor yang paling merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Mayoritas pelaku usaha batik di Kulon Progo mengalami penurunan pendapatan akibat berkurangnya penjualan. []

Baca juga:

Berita terkait
Maaf Ibu, Anakmu Tak Bisa Mudik Lebaran Tahun Ini
Pandemi Covid-19 membuat Lebaran 2020 sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tak bisa mudik, tak bisa sungkem ayah ibu. Setengah mati merindu.
Salaman Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19
Idul Fitri 2020 terasa aneh, ganjil, di tengah pandemi Covid-19. Ancaman virus mematikan seketika melenyapkan budaya salaman pada hari Lebaran.
Lebaran Online Warga Bantaeng dan Keluarga Indonesia
Lebaran online keluarga Mohtarom di Tulungagung Jawa Timur, dan keluarga Muhammad Siddiq di Bantaeng Sulawesi Selatan. Idul Fitri 2020 tanpa mudik.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.