Uni Eropa Ingin Membatasi Iklan Politik di Internet

Tidak lama lagi, Uni Eropa akan membatasi pengambilan data pribadi untuk iklan politik di media sosial
Kantor Pusat Komisi Eropa (Foto: dw.com/id - Arne Immanuel Bänsch/dpa/picture alliance)

TAGAR.id - Tidak lama lagi, Uni Eropa akan membatasi pengambilan data pribadi untuk iklan politik di media sosial. Diharapkan, aturan yang baru bisa membatasi intervensi asing ke dalam proses pemilu di Eropa. Ampuhkah? Lucy Schulten melaporkannya untuk DW.

Uni Eropa ingin melarang iklan dan reklame partai politik yang khusus membidik sekelompok pemilih tertentu, atau yang dikenal dengan sebutan Microtargeting.

Metode ini mengumpulkan dan mencuri data pribadi di media sosial dan pernah digunakan oleh bekas Presiden AS, Barack Obama, pada 2008 lalu. Dalam skala besar, strategi penargetan spesifik dimanfaatkan perusahaan Inggris, Cambrdige Analytica, untuk membantu bekas Presiden Donald Trump memenangkan pemilu tahun 2016.

Senin (7/11/2023) kemarin, Dewan dan Parlemen Eropa menyepakati rancangan Undang-undang yang masih harus diputuskan melalui pemungutan suara. Ia menyaratkan, pengguna harus terlebih dahulu menyetujui pengumpulan data pribadi untuk keperluan iklan politik. Sebaliknya, data-data yang merangkum latar belakang etnis, ideologi politik atau orientasi seksual sama sekali tidak boleh dipindahtangankan.

Namun begitu, Martin Emmer, Guru Besar Komunikasi di Free University Berlin, meyakini legislasi tersebut tidak akan serta merta mengakhiri praktik penargetan spesifik. Menurutnya, instrumen ini terlalu berguna untuk diabaikan oleh partai-partai politik, terutama untuk menjangkau khalayak di media sosial.

Media SosialILustrasi media sosial. (Foto: Tagar/ Freepik)

Labelisasi iklan politik

Namun Emmer percaya, peraturan tersebut terutama bertujuan untuk mencegah pengaruh tersembunyi - termasuk ketika netizen menerima "pesan yang sudah disesuaikan dengan situasi kehidupan mereka, sehingga seseorang tidak dapat lagi mengenali ideologi partai mana pun di baliknya."

Nantinya, iklan politik harus diberi label secara jelas. Aturan baru ini juga mewajibkan pencatuman informasi tentang siapa yang membiayai iklan tersebut. Selain itu, UE juga merencanakan sebuah arsip iklan politik yang dapat diakses publik.

Dalam legislasinya, UE ingin membatasi pengaruh negara-negara luar dalam pemilihan umum. Tiga bulan sebelum pemilu atau referendum, begitu bunyi naskah rancangan UU, pembiayaan iklan pemilu dari negara ketiga akan dilarang. Aturan baru ini dinilai akan mempersulit aktor asing untuk menyebarkan informasi palsu atau melakukan intervensi dalam proses demokrasi. kata pengamat politik, Sandro Gozi dari Liberal Renew di Parlemen Eropa.

Peran Media SosialPemilu 2024 akan menjadi ajang politik yang didominasi oleh platform-platform media sosial. (Foto: Tagar/Dok Kemenkeu)

Pembatasan pengaruh asing

Di Jerman, UU tersebut akan berdampak pada pemilih Turki yang acap berkampanye untuk salah satu partai politik. Kampanye media sosial Rusia di negara-negara Eropa juga diharapkan bisa dicegah.

Tapi hal ini diragukan pakar komunikasi Jerman, Emmer. Menurutnya, aktor yang melancarkan "perang informasi" tidak akan bisa dihalangi oleh setumpuk legislasi.

Meski begitu, dia percaya regulasi UE akan memungkinkan kontrol dan pengawasan yang lebih luas oleh negara-negara anggota.

Naskah UU yang sudah disetujui Dewan dan Parlemen Eropa nantinya akan memasuki masa transisi selama 18 bulan, setelah mendapat ratifikasi dari semua negara anggota dan parlemen. Artinya, sebagian besar regulasi terkait larangan iklan politik belum akan berlaku ketika Parlemen Eropa menggelar pemilihan legislatif pada bulan Juni 2024 mendatang. (rzn/hp)/dw.com/id. []

Berita terkait
Menuai Kritik, Facebook Kurangi Iklan Politik di Indonesia
Konten politik yang membanjiri laman berita dikeluhkan oleh sebagian pengguna Facebook. Mark Zuckerberg mulai menyikapi persoalan itu.