Perjanjian Perdagangan Bebas Antara Uni Eropa dan Australia Akhirnya Gagal

Eropa menaruh harapan besar pada perjanjian dengan Australia karena beberapa alasan
Ilustrasi - Simbol Uni Eropa-Australia (Foto: dw.com/id - Pond5 Images/imago images)

TAGAR.id - Negosiasi perjanjian perdagangan bebas antara Uni Eropa dan Australia telah gagal. Apa dampaknya bagi perdagangan dan adakah pelajaran yang dapat diambil dari kegagalan itu? Andreas Becker melaporkannya untuk DW.

Sejak pertengahan 2018, Uni Eropa (UE) dan Australia telah merundingkan perjanjian perdagangan bebas yang bertujuan untuk memfasilitasi dan memperluas perdagangan. Namun akhir Oktober lalu, Australia mengumumkan berakhirnya perundingan itu tanpa hasil.

Perkembangan itu mengejutkan Uni Eropa. Seorang pejabat perdagangan UE mengatakan kepada harian bisnis Jerman, Handelsblatt, bahwa Brussel berada dalam "keadaan syok.” Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengungkapkan rasa frustrasinya dengan mengatakan: "Jika kita tidak dapat membuat kemajuan dengan Australia – sebuah negara demokrasi liberal yang berakar kuat di dunia Barat – maka hal ini sangat memprihatinkan."

Eropa menaruh harapan besar pada perjanjian dengan Australia karena beberapa alasan. Di dunia yang semakin ditandai dengan konflik, isolasionisme, dan proteksionisme, perjanjian perdagangan bebas dipandang sebagai simbol keterbukaan.

Eropa juga sangat tertarik pada kekayaan bahan mentah Australia. Cadangan logam tanah jarang di benua ini, misalnya, dapat mengurangi ketergantungan Eropa pada Cina, sementara hidrogen ramah lingkungan dari Australia dapat membantu UE mengubah sektor lalu lintasnya. Produsen mobil Eropa juga mengharapkan pangsa pasar yang lebih besar di Australia.

Uni Eropa adalah mitra dagang terpenting ketiga bagi Australia setelah Cina dan Jepang. Namun di Uni Eropa, Australia hanya menempati peringkat ke-18. Pada tahun 2022, perdagangan bilateral mencapai volume sekitar 56 miliar euro untuk barang dan 26 miliar euro untuk jasa.

Tersandung kebijakan pertanian

Negosiasi dengan Australia gagal terutama karena perbedaan pendapat mengenai pertanian. Uni Eropa diberitakan telah menawarkan untuk mengizinkan produk pertanian Australia senilai sekitar 600 juta euro per tahun memasuki pasar Eropa. Namun, Australia menganggap volume ini jauh dari memadai.

Perdebatan lainnya adalah kebijakan perlindungan konsumen di Eropa yang menuntut pelabelan asal produk, yang disebut PDO. Seluruh bagian produksi, pemrosesan, dan proses penyiapan produk pertanian harus disebutkan asalnya dari wilayah mana. Selain itu, ada perlindungan kuat untuk merek dan penamaan. Nama produk seperti Parma untuk ham, Feta untuk keju, Sampanye, atau Prosecco untuk minuman, dilindungi di UE, tetapi tidak di Australia. "Di Australia, peraturan pelabelan ditangani lebih longgar, dan ada merek-merek Australia dengan nama serupa untuk banyak produk Uni Eropa", kata Holger Görg, pakar perdagangan dari Institute Perekonomian Global IfW di Kiel.

Evgeny Postnikov dari Universitas Melbourne mengatakan, para petani Australia menganggap kebijakan PDO Uni Eropa tidak adil, itulah sebabnya pembicaraan mengenai masalah ini tidak mencapai kemajuan. "Penggunaan nama-nama ini di Australia merupakan indikasi keberhasilan para petani Eropa yang bermigrasi ke sini dan membawa produk-produk ini,” katanya kepada DW.

Evgeby Postnikov berpendapat bahwa para petani Australia melakukan tawar-menawar yang sulit dalam perundingan tersebut karena mereka berada dalam "posisi tawar yang baik.”

Lobi sektor agraria yang kuat dan disegani

"Baik di UE maupun di Australia, para petani memiliki pengaruh politik yang besar, dan lobi-lobi mereka tidak mau berkompromi,” kata Markus Wagner, profesor dan pakar hukum ekonomi di Universitas Wollongong di Sydney kepada DW. Di pihak lain, para pejabat di Brussel khawatir bahwa konsesi yang luas terhadap petani asing akan membuat marah para petani Uni Eropa.

Awal tahun ini, UE berhasil merampungkan kesepakatan perdagangan bebas dengan Selandia Baru. Evgeny Postnikov mengatakan, perjanjian perdagangan dengan Australia yang jauh lebih besar sebenarnya akan memberikan manfaat yang jauh lebih baik bagi UE dan semua upaya perdagangan bebas global lainnya.

"Hal ini tidak memberikan pertanda baik bagi perdagangan yang ingin dipromosikan oleh kedua belah pihak di tengah meningkatnya proteksionisme di AS dan negara lain,” katanya. Kegagalan ini akan memberikan sinyal bahwa dunia mungkin telah mencapai "puncak liberalisasi perdagangan,” dan negara-negara lain, "khususnya negara-negara Selatan, akan mengawasi dengan cermat.”

Pakta perdagangan tersebut sebenarnya telah selesai dinegosiasikan pada tahun 2019 setelah perundingan selama dua dekade. Namun, penandatanganannya tertunda karena masalah lingkungan hidup Uni Eropa, yang ingin ada tambahan dalam perjanjian itu yang mencakup perlindungan lingkungan. Hal yang sama juga terjadi pada perundingan antara Uni Eropa dan perhimpunan Mercosur di Amerika Selatan. Brasil, yang saat ini menjabat sebagai presiden Mercosur, menyebut penambahan tersebut bersifat proteksionis dan menolak perubahan dalam perjanjian perdagangan yang diusulkan. (hp/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
PM Australia Bantah Kritik Uni Eropa Soal Vaksin Covid-19
PM Australia katakan dia tidak mengkritik Uni Eropa karena tidak menerima dosis vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca yang sudah dikontrak Australia