Jakarta - Aset kripto diusulkan dikenakan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) karena sebagai barang mewah. Hal itu diungkapkan Mantan Direktur Jenderal Pajak Abdul Anshari Ritonga.
"Kripto memenuhi syarat sebagai barang mewah jadi harus kena PPN barang mewah," kata Anshari saat rapat bersama Komisi XI DPR dalam rangka dengar pendapat mengenai revisi RUU KUP, Selasa, 6 Juli 2021.
Dia menjelaskan, uang kripto telah ditetapkan sebagai komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sementara Bank Indonesia (BI) tidak menetapkan sebagai alat pembayaran sah, maka transaksinya juga memenuhi kriteria pengenaan pajak.
Kripto memenuhi syarat sebagai barang mewah jadi harus kena PPN barang mewah.
"Maka harus kena PPN dan yang menggunakan adalah orang-orang tertentu dengan transaksi cukup besar dan ini bukan seperti bahan pokok," jelasnya. Sebagai informasi, saat ini uang kripto memang sudah legal diperdagangkan di dalam negeri. Perdagangannya diawasi oleh Bappebti.
Seperti diketahui, berdasarkan data Kementerian Perdagangan mencatat rata-rata nilai transaksi uang kripto di Indonesia mencapai Rp 1,7 triliun. Sementara total transaksi uang kripto mencapai Rp 370 triliun per Mei 2021. []
Baca Juga: Survei: Cuitan Elon Musk Banyak Rugikan Investor Kripto