Tiga Treatmen Khusus Penyelesaian Konflik Agraria

Sesditjen Penataan Agraria Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Awaludin, mengungkapkan bahwa ada tiga treatment khusus percepat Reforma Agraria.
Ilustrasi Reforma Agraria. (Foto:Tagar/Atrbpn)

Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Awaludin, mengungkapkan bahwa ada tiga treatment khusus guna mempercepat pelaksanaan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS), serta mempercepat penanganan konflik agraria.

"Pertama itu kita harus mempercepat penyelesaian konflik agraria dan memperkuat kebijakan RAPS. Presiden juga meminta agar 50 persen konflik agraria yang menjadi prioritas agar diselesaikan," ujar Awaludin, Rabu, 3 Februari 2021.

Ketiga, lanjut Awaludin, Presiden Joko Widodo menugaskan Kantor Staf Presiden bersama Menteri ATR/Kepala BPN untuk melakukan percepatan RAPS dan Konflik Agraria.

Sejumlah Civil Society Organization atau CSO pun sudah mengusulkan lokasi Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA.

Awaludin mengungkapkan bahwa ada sekitar 71 lokasi yang diusulkan CSO tersebut.

CSO yang mengusulkan, kata dia, adalah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengusulkan 31 lokasi, sementara Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan 24 lokasi, serta GEMA PS yang mengusulkan 16 lokasi.

"Yang terbaru, berdasarkan Rapat Koordinasi Teknis dengan KSP pada 21 Januari 2021 yang lalu, ada empat CSO di luar ketiga CSO tadi juga mengusulkan empat lokasi TORA untuk diselesaikan oleh Kementerian ATR/BPN," kata Awaludin.

Kementerian ATR/BPN pun menetapkan tiga kategori untuk menindaklanjuti usulan dari tiap-tiap CSO. Awaludin menyebut, ketiga kategori itu merupakan indikator untuk melakukan percepatan redistribusi tanah.

Mengapa demikian? Karena Reforma Agraria sejatinya merupakan usaha kita untuk mengurangi ketimpangan penguasaan

"Ketiga kategori tersebut kita istilahkan dengan prioritas. Untuk prioritas pertama, pada tahun ini, 13 lokasi siap diredistribusikan. Kemudian ada prioritas kedua, di mana kita selesaikan dahulu sengketa dan konflik agrarianya pada tahun ini, kemudian kegiatan redistribusi tanahnya pada tahun 2022," katanya.

"Terakhir ada prioritas ketiga, yang konsepnya sama seperti prioritas kedua, tetapi baru dilaksanakan pada tahun 2022-2023," sambung dia.

Awaludin menganggap bahwa ini merupakan kerja ideal. Sebab, dalam pelaksanaan program redistribusi tanah perlu disinkronkan dengan penyelesaian sengketa dan konflik agraria.

"Mengapa demikian? Karena Reforma Agraria sejatinya merupakan usaha kita untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan rakyat," jelas dia.

Diketahui program ini sering terhambat oleh status tanah, mulai dari terdapat konflik agraria terhadap objek redistribusi tanah antara masyarakat dengan korporasi ataupun tidak jelasnya batas wilayah kawasan hutan.

Presiden Joko Widodo pun bertemu dengan beberapa pimpinan CSO pada 23 November 2020 lalu untuk membahas RAPS dan konflik agraria yang kerap terjadi. []

Baca juga:


Berita terkait
Kemen ATR/BPN Bahas Rencana Pembangunan di Sukabumi
Kementerian ATR/BPN merespon rencana Presiden Joko Widodo melakukan pembangunan infrastruktur di wilayah Jawa Bagian Selatan.
Kementerian ATR/BPN Menuju Digitalisasi
Kementerian ATR/BPN terus berinovasi menuju digitalisasi. Tahun ini, Kementerian ATR/BPN mempunyai empat layanan berbasis elektronik.
Ada Pulau Dijual, Ini Respon Kementerian ATR/BPN
Kementerian ATR/BPN berkomentar soal kasus jual-beli Pulau Lantigiang di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan yang terjual seharga Rp 900 juta.