Jakarta - Tokoh pers Sumatera Barat (Sumbar) Hasril Chaniago membongkar sosok Bachtaruddin yang merupakan kakek dari politisi PDI-Perjuangan Arteria Dahlan.
Tak segan-segan, Hasril mengungkap latar belakang keluarga Arteria Dahlan. Dia menyebut, Bachtaruddin merupakan pendiri partai berlogo palu arit di Sumatera Barat (Sumbar).
Bachtaruddin itu pendiri PKI (Partai Komunis Indonesia) Sumatera Barat, anggota konsituante setelah pemilu 55
"Arteria Dahlan ini kakeknya itu Bachtaruddin. Bachtaruddin itu pendiri PKI (Partai Komunis Indonesia) Sumatera Barat, anggota konsituante setelah pemilu 55," ujar Hasril seperti dikutip Tagar dari channel YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu, 9 September 2020.
Hasril melanjutkan, di dalam satu keluarga Minangkabau, dapat terlahir berbagai aliran politik yang berbeda-beda. Menurut dia, suku Minang terbiasa menerima perbedaan politik itu meski berada dalam satu keluarga.
Awalnya, Hasri menjelaskan ihwal sejarah dan politik di Sumatera Barat dan hubungannya dengan presiden pertama Indonesia, Soekarno. Dia juga menceritakan saat Soekarno sempat dibantu tokoh-tokoh Minang dalam masa pengasingannya.
Menurut dia, masyarakat Minang semula sangat mendukung Soekarno, sebelum tokoh proklamator itu mengusung gagasan komunisme.
"Begitu sayangnya orang Minang kepada Soekarno, tapi kenapa tiba-tiba orang Minang itu mengoreksi Soekarno, yang memasukkan komunis ke dalam pemerintahan. Itu dianggap menyimpang dari Pancasila," ucapnya.
Kemudian, Hasri juga menceritakan pemilu tahun 1955 Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Soekarno keluar sebagai pemenang. Menurutnya, PNI hanya menang di dua dari 14 daerah pemilihan (dapil).
"Pemilu 55 PNI itu secara nasional 22 persen, Masyumi 21 persen, NU 18 persen, PKO 16 persen. Dari 14 dapil, Masyumi menang di 10 dapil, karena itu Masyumi partai yang paling menasional, PNI hanya menang di dua dapil," kata dia.
Selanjutnya, Hasri menyinggung Arteria untuk mempelajari tentang sejarah. Hasri menilai PNI tak cocok disebut sebagai partai yang menasional kala pemilu tahun 55 itu, lantaran hanya menang di Jawa Tengah dan Sunda Kecil.
"NU menang di Jawa Timur. Jadi Masyumi itu adalah partai yang menasional," kata Hasri.
Dia juga menjelaskan, saat pemilu tahun 1955 di Sumbar, PNI hanya mampu memperoleh suara yang sedikit.
- Baca juga: Novel Bamukmin: Rumah Sakit Tanpa Kelas Pertanda PKI
- Baca juga: Ruhut: PKI Terlarang, HTI dan FPI Juga Terlarang
"Di Sumbar PNI hanya dapat 1 persen dan itu mungkin partai nomor belasan karena waktu itu 113 partai. Nomor satu itu Masyumi 49 persen. Itu berimbas sampai saat ini," ucap Hasri. []