Jakarta - Kepala Divisi Profesi Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik, dan Hewan Eksotik Drh Nur Purba Priambada mengatakan konflik ular kobra dengan masyarakat di permukiman warga bukan menjadi hal baru lagi.
Kobra sendiri bisa-nya sudah yang paling tinggi dan mematikan.
"Menarik sebetulnya bahwa kalau ini kan semacam kasus konflik manusia dan satwa liar ya. Itu juga ternyata beberapa waktu yang lalu ada mahasiswa yang melakukan penelitian, tentang laporan temuan ular," ujar Purbo, Minggu, 22 Desember 2019 kepada Tagar.
Menurutnya ular kobra termasuk satwa liar yang paling sering dilaporkan ditemui oleh warga, yang selanjutnya meminta pertolongan kepada komunitas-komunitas yang lazimnya langsung melakukan penanganan.
Pria yang akrab disapa Purbo itu mengungkapkan, tingkat pelaporannya saat ini sudah cukup tinggi, hanya saja mungkin belum terekspos oleh media massa.
Ular kobra atau ular sendok yang merupakan hewan kelas reptilia ini belakangan menjadi fenomenal, karena dijumpai di sekitaran permukiman warga. Informasi mengenai kemunculan kobra di rumah-rumah warga menjadi viral di media sosial (medsos).
Baca juga: Hari Ibu Dicetuskan Akibat Protes Hari Kartini
Fenomena kemunculan ular bernama ilmiah Naja, yang diambil dari bahasa Sansekerta tersebut membuat masyarakat khawatir dan takut.
Bahkan, ada masyarakat yang menjadi paranoid saat mendengar suara tikus, lantaran sudah berasumsi terdapat aktivitas ular di dalam rumahnya.
"Kobra sendiri bisa-nya sudah yang paling tinggi dan mematikan, jadi ya cukup bikin orang khawatir. Ditambah medsos yang cepet, satu update status, nyebar semua," ucap Purbo.
Dedi Herlia Sandi dari Komunitas Pecinta Reptile Jakarta (KPRJ) menjelaskan beberapa tindakan yang dapat dilakukan apabila menjumpai ular kobra di dalam rumah.
Dia mengatakan, saat berpapasan dengan ular kobra, langkah bijak awal yang baik ialah tetap bersikap tenang dan tidak panik.
"Yang pertama mengambil sapu dan pengki. Kedua, jepit ularnya pakai dua benda tersebut. Lalu (ketiga), masukkan ke dalam ember yang cukup tinggi, kemudian tutup. Terakhir yang keempat, panggil Damkar (Pemadam Kebakaran) untuk ditangani lebih lanjut," kata Dedi kepada Tagar.
Baca juga: Warga Gowa yang Dihantui King Kobra
Berbeda dengan KPRJ, komunitas di bidang yang sama, Reparation, menganjurkan kepada masyarakat untuk menghindar dan menghubungi pihak yang lebih berkapasitas, lantaran menghadapi ular berbisa sangat berisiko tinggi. Hal tersebut diungkapkan salah seorang anggota Reparation yang bernama Fachrizal.
"Kalau bisa sih menjauh. Terus kalau deket sama Damkar atau pihak terkait, ya tolong hubungin aja. Jangan meng-handle sendiri, menghindar lebih baik. Resiko sih tinggi kalau misalkan kita nanganin sendiri. Kalau misalnya kita enggak tahu caranya, kita bisa tergigit atau gimana," ujar Fachrizal kepada Tagar. []