Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menanggapi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut Undang-Undang Cipta Kerja memicu terjadinya persaingan usaha tidak sehat lantaran adanya penghapusan jangka waktu penanganan upaya keberatan oleh pengadilan niaga dan Mahkamah Agung (MA).
Ini tentu untuk mengakomodasi pengadilan tata niaga yang lebih baik.
Untuk itu menurutnya, pasal-pasal yang berpotensi multi tafsir terkait penanganan upaya keberatan harus ditinjau ulang. "Padahal, persaingan usaha ini menjadi komponen penting agar tidak ada perusahaan yang memonopoli atau oligopoli yang tidak sehat, karena berpotensi mengatur harga suatu produk barang dan jasa," kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Selasa, 10 November 2020.
Yusuf menambahkan, harus dilakukan suatu upaya dalam mengatasi masalah tersebut. Ini bertujuan guna mengantisipasi dampak negatif ke depannya.
"Melakukan peninjauan ulang terkait pasal yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam upaya penanganan pengawasan persaingan usaha, merupakan jalan terbaik," ucap Yusuf.
Di samping itu, kata dia, perlu juga mendorong penciptaan pengawasan persaingan usaha yang lebih baik ke depan. Misalnya, menambah pengadilan tata niaga di Indonesia.
"Ini tentu untuk mengakomodasi pengadilan tata niaga yang lebih baik," ujar Yusuf.
Sebagai informasi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo bisa memicu terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Ini lantaran adanya penghapusan jangka waktu penanganan upaya keberatan oleh pengadilan niaga dan Mahkamah Agung (MA).
- Baca Juga: UU Cipta Kerja Bukan Solusi Utama Dongkrak Ekonomi
- Jokowi: UU Cipta Kerja Percepat Transformasi Ekonomi