Tiga Syarat Genting Desak Jokowi Keluarkan Perppu

Petrus Salestinus mengatakan ada tiga syarat kegentingan yang memaksa Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu.
Dalam keterangan persnya, ia mengatakan, penundaan itu dilakukan setelah melihat berbagai kritik atas sejumlah pasal. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Jakarta - Praktisi hukum senior, Petrus Salestinus mengatakan ada tiga syarat kegentingan yang memaksa Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menurut putusan Mahkamah Konstitusi pada 2009.

"Pertama, adanya keadaan berupa kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara berdasarkan UU," kata Petrus, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019, seperti diberitakan Antara.

Kedua, lanjut dia, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau Undang-Undang yang ada tidak memadai.

Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu cukup lama.

"Sedangkan keadaan mendesak perlu kepastian untuk diselesaikan," ujar Petrus.

Posisi UU Komisi pemberantasan Korupsi (KPK), kata dia, tidak berada dalam tiga situasi tersebut. Terutama upaya pemberantasan korupsi tidak akan berhenti dengan adanya UU KPK dan tidak terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak ada urgensi mengeluarkan Perppu.

Petrus mengatakan, negara tetap menjalankan kewajibannya untuk memberantas korupsi dengan tiga instrumen penegak hukum yaitu KPK, Polri dan Kejaksaan.

"Masalahnya adalah sekarang kita harus memilih pimpinan KPK yang memiliki karakter kepemimpinan yang kuat agar tidak mudah diintervensi dan tidak mudah dijadikan alat oleh kekuatan lain di luar KPK," ujar Petrus.

Petrus menyadari Jokowi pernah mengeluarkan Perppu Ormas pada 2017. Namun, ia memandang saat itu Jokowi dalam keadaan kegentingan yang memaksa karena ada ancaman terhadap eksistensi Pancasila oleh ormas radikal.

"UU Ormas yang ada membuat posisi negara sangat lemah ketika berhadapan dengan ormas radikal, negara tidak bisa serta-merta mencabut status badan hukum ormas radikal," ucapnya. 

Karena itu, lanjut dia, UU Ormas harus direvisi melalui Perppu karena melalui proses legislasi sangat lama dan belum tentu berhasil.

Ia mengatakan, UU KPK yang sudah disetujui DPR dan pemerintah sudah berjalan cukup lama. Bahkan, masyarakat telah diberikan kesempatan untuk berpartisipasi.

Di samping itu, kata dia, usia UU KPK sudah 17 tahun berjalan, sehingga wajar saat ini perlu dilakukan revisi dalam rangka memperkuat kelembagaan dan personalia yang memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.

Misalnya saja saat ini dalam UU KPK disebutkan bahwa KPK perlu diawasi oleh sebuah Badan Pengawas. Hal itu bertujuan agar KPK tidak sewenang-wenang dalam menjalankan fungsinya. Selain itu, adanya SP3 juga memenuhi prinsip akan hak asasi manusia.

"Jelaslah sudah bahwa Perppu tidak cukup beralasan untuk menolak revisi UU KPK. Karenanya biarkan berlaku terlebih dahulu baru kemudian direvisi melalui judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Petrus Salestinus. []

Berita terkait
Desakan Perppu KPK, Peneliti LIPI: Biar UU Jalan Dulu
Peneliti LIPI Wasisto Raharjo Jati menilai ada beberapa poin dari ICW logis, namun tak setuju jika perppu UU KPK diterbitkan berdasarkan desakan.
10 Konsekuensi Jokowi Jika Tak Terbitkan Perppu UU KPK
ICW yang menyebut ada 10 konsekuensi yang akan timbul, jika Presiden Jokowi tidak segera membuat keputusan menerbitkan perppu UU KPK.
Ketua MPR Respons Kapan Diterbitkannya Perppu KPK
Ketua MPR Bamsoet menyebut kapan Perppu untuk UU KPK hasil revisi diterbitkan.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.