Desakan Perppu KPK, Peneliti LIPI: Biar UU Jalan Dulu

Peneliti LIPI Wasisto Raharjo Jati menilai ada beberapa poin dari ICW logis, namun tak setuju jika perppu UU KPK diterbitkan berdasarkan desakan.
Pegawai KPK membawa bunga dan poster untuk dibagikan kepada warga di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (8/9/2019). Aksi tersebut untuk menolak revisi UU KPK yang dianggap melemahkan kewenangan lembaga anti rasuah itu. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai ada beberapa poin yang masih logis dalam pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai 10 konsekuensi yang akan timbul, jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak membuat keputusan untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Poin 1-5 masih logis karena itu langsung bersinggungan langsung dengan tupoksi KPK," ujar Wasisto kepada Tagar, Selasa, 8 Oktober 2019.

Namun, lima poin lainnya menurut Wasisto hanya analisis eksternal yang bicara soal dampak ke depan. "Ini lebih pada penyerdehanaan masalah nasional yang bertumpu pada KPK. Padahal ada faktor-faktor lain juga," tuturnya.

Hanya saja, ia tidak setuju jika Jokowi akhirnya menerbitkan perppu berdasarkan pada desakan berbagai pihak, misalnya dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Sebab, penerbitan perrpu tidak bisa mendadak karena tekanan,

Perppu kata dia, baru bisa dikeluarkan ketika uu tersebut sudah berjalan. "Dan selama proses implementasinya itu timbul polemik sehingga harus dievaluasi entah itu revisi UU atau perppu," ucapnya.

Perppu menurutnya bersifatnya temporer karena hanya solusi pemerintah tanpa pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu, perppu juga menyangkut dengan legitimasi pemerintah.

"Kalau uu yang sudah dibuat dan disahkan terus lantas diganti mendadak tanpa pernah tahu implementasinya. Itu akan mencoreng kredibilitas hukum kita," tuturnya.

Jadi, idealnya penerbitan perppu keluar seusai penerapan undang-undang (uu). "Biarkan UU itu jalan dahulu. Baru kalau memang ada masalah itu bisa diajukan revisi atau uji materi," ucapnya.

Baca juga: 10 Konsekuensi Jokowi Jika Tak Terbitkan Perppu UU KPK

10 Konsekuensi Versi ICW

1. Penindakan kasus korupsi akan melambat.

Konsekuensi pertama adalah penindakan kasus korupsi akan melambat. Karena, tindakan pro justicia kata dia, harus melalui persetujuan dari Dewan Pengawas, mulai dari penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan.

2. KPK tidak lagi menjadi lembaga independen

KPK, kata Kurnia tidak lagi menjadi lembaga independen. Hal itu, berdasarkan Pasal 3 UU KPK yang baru, KPK merupakan lembaga negara yang berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

3. Daftar panjang pelemahan KPK

Konsekuensi ketiga berimplikasi pada pandangan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Menurutnya, jika perrpu tidak segera dikeluarkan maka menambah daftar panjang pelemahan KPK.

Sepanjang lima tahun kepemimpinan Jokowi-Kalla, berbagai pelemahan terhadap KPK telah terjadi misalnya penyerangan terhadap Novel Baswedan, pemilihan pimpinan KPK yang dinilai sarat akan persoalan, dan pengesahan UU KPK.

"Bukan tidak mungkin anggapan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi akan disematkan pada pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla," ucapnya.

4. Ingkar janji Nawacita

Jokowi akan dianggap ingkar janji pada Nawacita yang menolak pelemahan negara dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

5. Penurunan Indeks Persepsi Korupsi

Kelima, penurunan Indeks Persepsi Korupsi secara drastis. "Bagaimana mungkin IPK Indonesia akan meningkat jika sektor penegakan hukum, khususnya tindak pidana, yang selama ini ditangani oleh KPK justru bermasalah dikarenakan UU nya telah dilakukan perubahan," tuturnya.

Bukan tidak mungkin anggapan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi akan disematkan pada pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

6. Menghambat iklim investasi

Konsekuensi selanjutnya akan menghambat iklim investasi, karena hal utama untuk menciptakan iklim investasi yang sehat adalah kepastian hukum. Jika KPK dilemahkan secara sistematis, sulit bagi Indonesia untuk bisa memastikan para investor tertarik menanamkan modalnya, di tengah masih maraknya praktik korupsi.

7. Abai terhadap amanat reformasi 1998

Ketujuh, Jokowi akan dinilai mengabaikan amanat reformasi 1998, tentang pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, sebagaimana termaktub dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 pasal 3 ayat (3).

"Menjadi mustahil mewujudkan hal tersebut jika kondisi saat ini menggambarkan adanya grand design dari DPR dan pemerintah untuk memperlemah lembaga anti korupsi Indonesia melalui revisi UU KPK," kata dia.

8. Hilangnya kepercayaan masyarakat

Kurnia mengatakan jika Perppu UU KPK tidak dikeluarkan maka bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat pada pemerintah, terutama mengenai penguatan KPK dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

9. Citra buruk di dunia internasional

Kesembilan, citra Indonesia akan buruk di dunia internasional karena Konvensi PBB Menentang Korupsi (UNCAC) menilai revisi UU KPK akan mengancam prinsip independensi KPK yang bertolak belakang dengan mandat dalam pasal 6 jo pasal 36 UNCAC.

Pasal itu menyebutkan setiap negara harus memastikan keberadaan badan anti korupsi yang khusus dalam mencegah dan memberantas korupsi melalui penegakan hukum yang harus diberikan independensi yang diperlukan serta mampu menjalankan fungsinya secara efektif dan tanpa pengaruh dari hal-hal yang tidak semestinya.

Padahal selama ini, KPK dikenal memiliki reputasi baik di tingkat internasional, antara lain mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award oleh pemerintah Filipina karena dinilai sebagai lembaga independen dan berhasil melakukan upaya pencegahan dan penindakan kejahatan korupsi.

"Dapat dipastikan akan mendapat kecaman dari negara lain yang juga mempunyai konsentrasi sama pada isu anti korupsi," ucapnya.

10. Menghambat program pemerintah

Kejahatan korupsi pada dasarnya menyasar berbagai sektor strategis di Indonesia, mulai dari pangan, infrastruktur, energi dan sumber daya alam, pendidikan serta pajak. Dengan kondisi seperti ini, kata dia, pemerintah seharusnya memikirkan tentang penguatan KPK.

Agar setiap penyelenggaraan program tersebut dapat diikuti dengan penindakan jika ada pihak-pihak yang ingin menyelewengkan dana dan akhirnya menghambat berbagai capaian penting.

"Namun, kondisi saat ini justru bertolak belakang, KPK secara institusi dan kewenangan terlihat sedang dilemahkan oleh DPR dan pemerintah," ujarnya. []

Berita terkait
LSI Sebut Publik Dukung Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Direktur LSI Djayadi Hanan mengatakan hasil survei sebanyak 76,3 persen publik mendukung Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Moeldoko Sebut Perppu UU KPK Bagai Buah Simalakama
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan keputusan untuk penerbitan Perppu Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bagai buah simalakama.
Pengamat Sarankan Ini Jika Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Pengamat hukum UIN Bandung Bambang Saputra mengatakan Presiden Joko Widodo tidak perlu takut dengan desakan penerbitan perppu UU KPK.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.