Tiga Faktor Penyebab Maskapai Penerbangan Bangkrut

Sejak 2018 hingga September 2019 setidaknya ada 39 maskapai penerbangan komersil dari seluruh dunia yang tutup atau berhenti beroperasi.
Pesawat Airbus A319 milik Air Berlin. (Foto: Wikipedia/Arcturus)

Jakarta - Setidaknya ada 39 maskapai penerbangan komersil dari seluruh dunia yang tutup atau berhenti beroperasi pada tahun 2018 hingga 2019.

Dilansir dari laman allplane.tv, sejak 2018 hingga September 2019 menjadi periode terkelam dalam sejarah penerbangan komersil dunia. Beberapa nama besar seperti Thomas Cook, Aigle Azur, Wow Air, dan Cobalt berhenti beroperasi.

Berikut Tagar rangkum empat penyebab banyaknya maskapai penerbangan yang bangkrut dalam dua tahun terakhir.

1. Tingginya Biaya Operasional 

Isu biaya operasional maskapai penerbangan merupakan salah satu pemicu bangkrutnya beberapa maskapai di dunia

Dilansir dari laman simpleflying.com, maskapai penerbangan saat ini mengeluarkan banyak dana untuk membayar bahan bakar. Bahkan, kebijakan bahan bakar yang variatif di setiap negara membuat keuangan maskapai terganggu.

Berdasarkan data yang dirilis Statista pada 2018, kebutuhan avtur menghabiskan rata-rata 23,5 persen dari biaya operasional maskapai pesawat terbang. Meski angka ini jauh lebih rendah dari 2012 yang mencapai 32,3 persen, namun diprediksi fluktuasi biaya avtur akan naik secara perlahan dalam beberapa tahun ke depan.

Selain avtur, anggaran untuk membayar gaji karyawan merupakan salah satu pengeluaran terbesar maskapai penerbangan. Dilansir dari Reuters, rata-rata maskapai penerbangan menghabiskan 22 persen dari anggaran operasionalnya pada 2016. 

Sementara itu, Asosiasi Angkutan Udara Internasional (IATA) memprediksi secara global maskapai penerbangan di dunia akan merugi sebesar 5 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 70,4 triliun untuk menggaji pegawai setiap tahun.

2. Strategi Bisnis yang Buruk

Strategi bisnis yang buruk penyebab banyaknya maskapai penerbangan bangkrut. Monarch Airlines salah satu maskapai yang tidak beroperasi kembali karena buruknya manajemen bisnis. 

Maskapai penerbangan berbiaya rendah asal Inggris itu tutup pada 2017 lalu, karena membuka banyak destinasi yang tidak sebanding dengan arus penumpang.

Akibatnya, biaya operasional seperti pajak, biaya parkir, dan sebagainya membengkak dan membebani keuangan maskapai.

3. Gagal Melakukan Ekspansi

Ekspansi dalam dunia bisnis merupakan salah satu pencapaian yang belum tentu dapat dilakukan semua perusahaan. Dengan melakukan ekspansi bisnis, maka jaringan dan pada gilirannya akan meningkatkan jumlah pendapatan (income). Strategi tersebut terjadi di sektor bisnis penerbangan komersial.

Namun, upaya ekspansi tersebut juga memiliki risiko bisnis. Pengembangan bisnis yang dilakukan justru menjadi benalu dalam keuangan perusahaan secara keseluruhan. 

Hal tersebut menimpa salah satu maskapai asal Denmark, Primera Airline. Dalam rangka mengembangkan usaha, Primera melakukan ekspansi dengan merilis program penerbangan trans-atlantik dengan skema biaya rendah. Namun, program ini tidak mendapatkan profit, justru membebani keuangan maskapai sehingga bangkrut. []

Berita terkait
Tujuh Maskapai Penerbangan Paling Berbahaya 2019
Meski menjadi moda transportasi massal yang populer, namun ada beberapa maskapai yang memiliki standar keselamatan penerbangan rendah.
Thomas Cook dan Lima Maskapai yang Bangkrut
Thomas Cook Airlines menjadi maskapai penerbangan terakhir yang tutup karena mengalami kebangkrutan.
Mengenal Cara Kerja Maskapai Penerbangan Murah
Di Indonesia, terdapat beberapa maskapai berbiaya rendah seperti Lion Air dan Citilink.
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.