Tanya Jawab dengan Usman Hamid: Isu Kebangkitan PKI yang Terus Diembuskan

Bagaimana isu kebangkitan PKI dimainkan dari masa ke masa? Berikut tanya jawab dengan aktivis HAM Usman Hamid.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta, (Tagar 1/9/2018) - Kemarin tepat 53 tahun lalu terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S/PKI. Namun, misteri fakta sesungguhnya belum juga bisa diungkap ke permukaan. Malah, isu kebangkitan PKI lah yang diembuskan, lagi dan lagi.

Bagaimana isu kebangkitan PKI ini dimainkan dari masa ke masa?

Berikut perbincangan Tagar News dengan Usman Hamid Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), sekaligus Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Jumat (28/9).

Lagi-lagi isu kebangkitan PKI diembuskan, tiap masuk bulan September, siapakah yang bertanggung jawab di balik isu kebangkitan PKI sebenarnya?

Ya, jadi sebenarnya setiap tahun itu selalu ada usaha untuk mengembuskan isu-isu tentang kebangkitan PKI. Biasanya itu muncul dari elit-elit politik baik itu yang berlatar belakang sipil maupun militer. Bahkan kalau kita lihat di tahun tahun awal reformasi, usaha-usaha itu juga mulai kelihatan.

Apa perbedaan era dulu dan kini soal isu kebangkitan PKI?

Perbedaannya, mungkin kalau di masa orde baru itu dilakukan dengan pemutaran film G30S/PKI setiap tahun dan khususnya sejak film itu diproduksi tahun 1981 di sekolah-sekolah kemudian di lembaga-lembaga pendidikan itu diwajibkan untuk nonton film tersebut.

Yang juga sering juga terjadi adalah menggunakan isu PKI atau komunis untuk membungkam suara-suara kritis masyarakat.

Kalau dulu kalau ada petani memprotes lahannya digunakan untuk proyek pembangunan pasti dituduh PKI. Mahasiswa yang kritis terhadap pemerintah pasti dituduh PKI. Sejak orba berakhir itu semuanya hilang.

Bahkan diskursus tentang komunisme itu tidak dianggap lagi sebagai kriminal. Meskipun ada tarik-menarik tentang pelarangan buku, dibolehkannya sebuah buku, pembakaran buku, dibolehkannya sebuah film sampai ada sensor film itu tarik-menarik.

Tapi tidak seperti orba, dimana peluang-peluang menghadirkan alternatif dari sebuah sejarah 1965 itu hampir tidak mungkin dilakukan. Karena pelarangan sensorsif dan intimidasi.

Peristiwa 30 September itu pasca-orde baru itu mulai diperbincangkan lebih terbuka. Ada banyak makalah, karya akademik yang sebelumnya dilarang di masa orde baru mulai diperbincangkan secara terbuka, melalui seminar-seminar pertemuan-pertemuan di kalangan pemerintahan, dan berbuah dengan evaluasi buku sejarah tadi.

Adakah yang mencoba meredam isu kebangkitan PKI G30S/PKI dan mencari kebenaran sesungguhnya?

Pada masa reformasi, khususnya ketika masa-masa pemerintahan awal yaitu ketika kepresidenan BJ Habibie. Film G30S/PKI kemudian dihentikan tayangannya, tidak lagi diwajibkan. Karena ada banyak kebohongan dalam film itu.

Dan bukan hanya film G30S/PKI yang dihentikan pemutaran setiap tahunnya, tetapi juga buku-buku sejarah yang mengandung manipulasi, itu juga dievaluasi dan dikoreksi oleh pemerintah.

Penghentian film di masa pemerintahan BJ Habibie itu dilakukan oleh Menteri Penerangan Letnan Jenderal TNI (Purn) Muhammad Yunus Yosfiah, ia bekas Kepala Staf Sosial Politik ABRI.

Untuk evaluasi buku-buku sejarah itu dilakukan oleh Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono seorang Profesor seorang terpelajar yang kemudian juga menjadi Menteri Pertahanan.

Artinya, Habibie sadar ada kekeliruan dari apa yang terjadi di pemerintahan sebelumnya?

Nah, langkah-langkah yang ditempuh pemerintah Habibie khususnya melalui Menteri Pendidikan dan Penerangan adalah bukti bahwa film G30S/PKI serta buku-buku sejarah yang bercerita hal yang sama itu dianggap sebuah kekeliruan sehingga harus direvisi.

Tentu saja, orang-orang yang masih merasa menjadi bagian dari pemerintahan orde baru dan film ini diproduksi oleh pemerintahan orde baru sebagian kalangan berpendapat "ini adalah film yang diproduksi sebagai propaganda untuk bukan hanya menyalahkan PKI atas pembunuhan-pembunuhan Jenderal, tetapi juga menjadi semacam taktik penguasa pada masa itu, untuk membersihkan kejahatan dirinya". Kejahatan yang dilakukan pada peristiwa 30 September itu dan sesudahnya yang memakan korban.

Bagaimana selanjutnya setelah era pemerintahan Habibie?

Di masa pemerintahan setelah itu yaitu era Gus Dur, Megawati usaha untuk mempersoalkan kembali G30S/PKI itu mencuat. Sampai akhirnya, di dalam parlemen itu memutuskan sebuah undang-undang yang terkait dengan pelaksanaan pemilu yang melarang orang-orang yang pernah dianggap atau dituduh sebagai pelaku-pelaku peristiwa gerakan 30 September itu untuk tidak boleh mengikuti Pemilu.

Padahal di masa pemerintahan Habibie itu seluruh tahanan politik yang tersisa itu dibebaskan. Bukan hanya orang-orang yang dituduh komunis, tapi juga orang-orang yang dituduh Islamis dalam peristiwa Tanjung Priuk di tahun 1984, atau peristiwa Talang Sari orang-orang muslim yang juga dipenjara atau katakanlah diperlakukan secara sewenang-wenang setelah peristiwa di tahun 89.

Juga tahanan politik dari Aceh sampai ke Papua, termasuk juga Timor Timur. Dan di Jakarta mungkin sejumlah aktivis mahasiswa dipenjara karena tuduhan-tuduhan subversif, dianggap kiri dianggap PKI, Komunis, oleh pemerintahan orde baru.

Undang-undang yang melarang partisipasi orang-orang yang pernah dianggap atau dituduh komunis ini kemudian dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2004. Sehingga siapa pun warga negara Indonesia yang pernah dituduh PKI di masa orba, itu diperbolehkan untuk mengikuti pemilu.

Disanalah muncul sosok seperti Ribka Tjiptaning yang beberapa kali disebut-sebut oleh Gatot Nurmantyo sebagai tanda-tanda kebangkitan PKI.

Satu sebutan yang sebenarnya sangat menyudutkan dan melebih-lebihkan apa yang sesungguhnya bukan sebuah persoalan setidak-tidaknya secara konstitusional.

Kenapa persoalan kebangkitan isu PKI tak juga selesai hingga pemerintahan Jokowi kini?

Karena di masa pemerintahan SBY juga buku-buku yang sebelumnya sudah direvisi, mulai di pertanyakan kembali. Jadi, revisi yang dilakukan sejak masa pemerintahan Habibie, pemerintahan Megawati, sebelumnya pemerintahan Gus Dur, itu dipersoalkan kembali.

Sampai akhirnya Menteri Pendidikan di era pemerintahan SBY, Bambang Sudibyo itu meminta Kejaksaan Agung menarik buku-buku yang pernah dijadikan sebagai revisi atas buku sejarah versi orde baru.

Bahkan Kejagung melakukan pembakaran terhadap buku-buku itu.

Jadi, memang tidak di era pemerintahan Jokowi saja diembuskan isu kebangkitan PKI?

Nah, ini adalah satu perkembangan dimana wacana tentang komunisme tentang PKI selalu dikontestasikan di era pemerintahan Habibie, Gus Dur, pemerintahan Megawati, pemerintahan SBY, sampai dengan pemerintahan Jokowi.

Kenapa masih saja terus tak berhenti isu kebangkitan PKI ini dimunculkan?

Karena di balik peristiwa 30 September itu, tersimpan begitu banyak sejarah kelam tentang pembunuhan Jenderal dan pembunuhan orang-orang PKI, termasuk orang-orang yang dituduh sebagai PKI.

Menurut beberapa beberapa cendikiawan setidak-tidaknya 500 ribu orang yang dibunuh. Ada satu referensi yang menyebutkan bahkan hingga tiga juta orang, dan angka tiga juta ini datang dari pernyataan Mantan Komandan RPKAD Abri Sarwo Edhie Wibowo, ayah mertua Pak SBY. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.