Tanah Retak Hantui Warga Koto Alam Limapuluh Kota

Retakan tanah di sejumlah titik di Nagari Koto Alam, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar, dikhawatirkan memicu longsor.
Warga menyaksikan sejumlah retakan tanah di Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. (Foto: Tagar/Aking Romi Yunanda)

Limapuluh Kota - Setelah longsor menerjang jalan Sumbar-Riau di Jorong Simpang Tiga, Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, beberepa waktu lalu, masyarakat kembali dihantui bencana.

Kami tentu was-was, apabila tanah di sini sewaktu-waktu terban. Jika itu terjadi, Polong Dua bisa tertimbun longsor.

Warga dikejutkan dengan retakan tanah yang cukup panjang dengan lebar mencapai satu meter di sejumlah titik di Nagari Koto Alam. Kuat dugaan, retakan tanah dipicu aktivitas tambang batu dan pasir di daerah tersebut.

"Dulu, tiga tahun lampau tidak pernah ada retakan-retakan seperti ini di tanah kami," kata seorang masyarakat Koto Alam yang enggan dituliskan namanya kepada Tagar, Kamis 12 Desember 2019.

Kini masyarakat di Jorong Polong Dua, Koto Alam mengaku dihantui kecemasan akibat retakan tanah tersebut. Panjang retakan tanah mencapai 300 meter. Retakan itu juga merusak sejumlah bangunan di pinggir jalan lintas provinsi tersebut.

Kekhawatiran diungkapkan warga sekitar bernama Ilham. Menurutnya jika dibiarkan, retakan tanah di sekitar rumah warga bisa mengancam terjadinya longsor besar. Titik retakan tanah itu barada di Jorong Batu Hampa.

"Kebetulan Jorong Batu Hampa berada persis di bagian atas Jorong Polong Dua. Di sini ada sekitar 100 KK atau 300 jiwa penduduknya. Kami tentu was-was, apabila tanah di sini sewaktu-waktu terban. Jika itu terjadi, Polong Dua bisa tertimbun longsor besar," katanya.

Sementara itu, warga lainnya Uwan, mengatakan retakan tanah di atas desanya itu sudah mulai terlihat sejak sekitar dua tahun belakangan.

“Orang yang menambang itu pakai dinamit. Tidak jauh, sekitar satu kilometer. Retakan tanah makin besar, apalagi saat musim hujan," katanya.

Selain di Jorong Batu Hampa, sejumlah retakan tanah juga ditemukan di Jorong Simpang Tiga. Di sana, retakan tanah dikabarkan sempat merusak enam unit rumah. Akibatnya, bangunan tersebut nyaris tidak bisa ditempati oleh si penghuni.

Seperti rumah milik Uwan sendiri. Menurutnya sejak curah hujan tinggi beberapa waktu terakhir, menimbulkan gerakan tanah di rumahnya. Alhasil dinding dan pondasi rumah  menjadi retak.

"Rumah saya tidak lagi dihuni karena takut sewaktu-waktu roboh," katanya.

Wali Nagari Koto Alam, Abdul Malik, membenarkan adanya pergerakan tanah di Koto Alam akibat curah hujan yang tinggi beberapa hari terakhir. Sedikitnya ada enam unit bangunan rusak akibat retakan tanah.

“Setelah kami tindaklanjuti, memang ada enam buah rumah rusak. Curah hujan memang tinggi di Koto Alam sebulan ini," katanya.

Terpisah, Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, kepada Tagar mengaku sudah dua kali melakukan peninjauan ke Nagari Koto Alam.

“Sudah, saya terima laporan dan sudah dua kali meninjau ke sana, guna mengetahui penyebab persoalannya. Masyarakat juga sudah lama mengadu soal dampak aktivitas tambang ini ke saya,” katanya.

Setelah mendapat laporan masyarakat, kata Ferizal, dia pun langsung mengunjungi Koto Alam. Dia menemukan dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti irigasi tersumbat dan banyak areal pertanian warga menjadi tidak berfungsi.

Di sekitar lokasi tambang, katanya, Amdal tidak tertata dengan baik. Sehingga ketika curah hujan tinggi, kontruksi tanah menjadi labil. Menurutnya, ada 9 perusahaan tambang golongan C dan B beroperasi di Nagari Koto Alam.

"Yang saya tahu, yang punya izin itu cuma dua. Sebab untuk izin pertambangan sejak 2016, sudah berada di provinsi. Kabupaten hanya sifatnya pemberi rekomendasi, jadi kita tentu kurang leluasa melakukan pengawasan atau evaluasi," tuturnya.

Agar dampak lingkungan tidak semakin parah, Ferizal  meminta Pemprov mengevaluasi kembali izin Amdal seluruh perusahaan tambang di Koto Alam. Khususnya perusahaan Tambang yang memiliki Izin Usaha Tambang (IUP) melalui Kepala Inspeksi Tambang Daerah (Kapitda) Provinsi Sumbar.

Sebab pemerintah daerah, katanya, tidak bisa serta merta mengambil tindakan semena-mena terhadap perusahaan swasta, karena dapat berpengaruh terhadap investasi. Namun jika investasi terbukti berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat, maka tindakan tegas wajib dilakukan. 

Ferizal menambahkan, jika seandainya perusahaan masih menyalahi prosedur terkait penanganan dampak lingkungan di kawasan tambang, Pemprov Sumbar melalui Kapitda bisa memberi pembinaan. Apabila tidak pembinaan tidak membawa hasil, bisa melakukan pencabutan izin operasional.

"Termasuk mensosialisasikan ke masyarakat, perihal operasional dan Amdal ini. Supaya masyarakat juga tahu, misalkan dampak peledakan itu seperti apa. Pihak perusahaan juga wajib patuh, terhadap aturan amdal, jangan cuma memikirkan untung produksi saja. Tidak boleh begitu," katanya. []

Berita terkait
Dua Penumpang Luka Ditimpa Longsor Limapuluh Kota
Tiga mobil terseret longsor di jalan Sumbar-Riau, tepatnya di Kabupaten Limapuluh Kota. Dua penumpang luka-luka.
Enam Kecamatan Limapuluh Kota Diterjang Banjir
Enam Kecamatan di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat dilanda banjir.
Tujuh Kecamatan di Limapuluh Kota Waspada Banjir
Tujuh Kecamatan di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar, waspada banjir yang dipicu akibat meluapnya sejumlah aliran sungai.
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.