Syafaruddin, Nelayan Bantaeng Jadi Pengepul Lobster

Kisah Syafaruddin, 53 tahun, seorang pengepul Lobster di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang mengawali profesinya sebagai nelayan
Syafaruddin, 53 tahun, menunjukkan kolam berisi Lobster miliknya, di Kampung Gallea, desa Biangkeke Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng, Senin, 3 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng – Perjalanan hidup seseorang tidak pernah bisa ditebak, seperti kisah Syafaruddin, 53 tahun, seorang pengepul Lobster di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang mengawali profesinya sebagai nelayan.

Saat ini Syafaruddin merupakan salah satu pengusaha Lobster yang cukup dikenal di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Kabupaten Bantaeng. Dalam sehari Syafaruddin bisa mengirim 100 kilogram Lobster ke pelanggannya.

Saat ditemui oleh Tagar di ruang kerjanya, di Kampung Gallea, desa Biangkeke Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng, Senin, 3 Agustus 2020, Syafaruddin terlihat santai dengan kopiah berwarna hitam putih di kepalanya.

Saat ini, kata Syafaruddin, dirinya bukan hanya menjadi pengepul yang menjual beli Lobster untuk konsumsi saja, tetapi dia mulai melebarkan sayap usahanya dengan jual beli benih bening Lobster untuk budidaya.

"untuk saat ini yang berjalan jual beli Lobster juga menyediakan bibit Lobster yang ukuran kurang dari 200 gram untuk budidaya di Pangkep dan sementara mulai merintis jual beli benih bening Lobster juga sebulan terakhir," katanya Syafar mengawali cerita.

Berawal dari Nelayan

Cerita Pengepul Lobster Bantaeng 1Syafaruddin, 53 tahun, seorang pengepul Lobster di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang memulai profesinya dari nelayan. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Sesaat Syafaruddin terdiam, kemudian melanjutkan cerita tentang perjalanan hidupnya. Dulu, sekitar 25 tahun lalu dirinya berprofesi sebagai nelayan yang bisa dibilang setiap hari pergi melaut.

Sebagai nelayan, dia telah mengalami beragam kejadian di laut, mulai dari ombak besar, didera derasnya hujan di tengah laut. Namun hujan dan terik matahari bukan halangan untuk Syafaruddin untuk berjuang mencari ikan.

Selain berbagai jenis ikan laut, tidak jarang Syafaruddin dan rekan-rekannya mendapatkan Lobster. Tapi saat itu Syafaruddin belum mengetahui bahwa udang itu bernilai ekonomis tinggi. Sehingga Lobster itu pun hanya dikonsumsi untuk dirinya dan keluarga serta nelayan lain.

Sampai pada suatu waktu, Syafar menyadari Lobster adalah tangkapan yang sangat potensial. Harganya mahal dan sulit diperoleh.

Sejak saat itu, Syafar mulai mengumpulkan dan membeli setiap tangkapan Lobster dari para nelayan lainnya. Beberapa jenis Lobster yang ia perdagangkan yakni Lobster pasir, Lobster bambu, dan yang paling berkualitas serta banyak dicari adalah Lobster Mutiara. Setelah terkumpul Lobster tersebut kemudian ia jual baik di Kabupaten Bantaeng sendiri sampai keluar daerah.

Beberapa kabupaten yang menjadi pasar Lobsternya antara lain Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten Pangkep dan kota Makassar. Bisnisnya pun perlahan ia naungi dalam bentuk perusahan yang diberi nama CV. Mutiara Bantaeng.

Setelah bisnisnya lancar malang melintang di Kota Makassar, Sayfaruddin kemudian melebarkan sayap dengan mengekspansi ke luar pulau Sulawesi.

Upayanya melebarkan sayap tersebut membuahkan hasil yang menggembirakan. Salah satu penyebabnya adalah Lobster jenis mutiara yang dijualnya ternyata cukup sulit diperoleh di daerah lain. Ia kemudian menemukan pasar di beberapa kota besar, salah satunya adalah Jakarta.

Lobster Mutiara paling banyak saya salurkan ke hotel-hotel dan restaurant.

Setiap hari ia melakukan pengiriman box berisi 100 kilogram Lobster ke Jakarta melalui jalur udara. Daerah lain yang merupakan sasaran pengirimannya yaitu Bali dan Surabaya.

Harga sekilo Lobster cukup beragam, tergantung dari jenis dan ukurannya, yakni berkisar antara R150.000 sampai Rp600.000. Selain tergantung jenis, harga juga sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar. Semakin tinggi dollar semakin meningkat harga Losbter.

Dukungan Anggota Dewan

Cerita Pengepul Lobster Bantaeng 2Puluhan Lobster yang ada di dalam kolam milik Syafaruddin, 53 tahun, di di Kampung Gallea, desa Biangkeke Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng, Senin, 3 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Usaha yang dirintis dari nol oleh Syafaruddin tersebut, disebutnya mendapat dukungan dari seorang anggota DPR RI asal Sulsel, Azikin Solthan yang menyempatkan waktu berkunjung ke tempat usaha Syafar di hari yang sama.

Azikin tiba di tempat itu sekira pukul 10.00 Wita. Setibanya di lokasi, anggota DPR RI dari fraksi Gerindra tersebut meninjau langsung lokasi usaha jual beli Lobster CV. Mutiara Bantaeng. Menurut Azikin, usaha milik Syarifuddin tersebut sangat luar biasa.

"Lobster di Gallea ini sangat luar biasa, karena ini Lobster Mutiara. Di daerah lain ini jarang didapatkan, dan Bantaeng memilikinya," kata Azikin saat ditemui awak media di taman depan Rumah Jabatan Bupati Bantaeng.

Kehadirannya dalam rangka kunjungan kerja tersebut juga memberi dukungan atas kinerja dan usaha pembibitan Lobster Syarifuddin. Menurutnya hal ini harus dikembangkan dan disebarluaskan. Tidak hanya sebagai sebuah usaha yang bergerak secara lokal namun bisa menjangkau hingga pasar internasional.

"Saya akan menyarankan ke pemerintah daerah agar pembibitan Lobster Mutiara ini diusulkan ke pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perikanan dan Kelautan," kata mantan Bupati Bantaeng ini.

Sebagai anggota DPR RI yang berasal dari Sulawesi Selatan, ia merasa berkewajiban untuk turut membangun budi daya tersebut hingga ke jenjang eksportir.

"Saya sebagai anggota DPR yang berasal dari Sulsel ini akan memberi dukungan agar pembibitan di sini bisa menjadi sentra pengembangan bibit Lobster Sulsel," jelas Azikin

Selain karena bibit Lobster Mutiara yang cukup sulit didapatkan, kata Azikin, bibit Lobster Mutiara yang ada di Bantaeng memiliki kualitas yang bagus dan bisa bersaing.

Sejauh ini ia telah melakukan kunjungan kerja ke lokasi pembibitan Lobster di berbagai daerah. Namun bibit Lobster dari kabupaten bertajuk Butta Toa ini benar-benar layak dikembangkan.

"Saya kelilingi di seluruh Indonesia ini melakukan kunjungn kerja terhadap sistim pembibitan Lobster, termasuk di NTB tapi kalau saya liat ini Sulsel punya khususnya Kabupaten Bantaeng sangat luar biasa," jelasnya.

Sebagai bentuk tindak lanjut dari apresiasinya, Azikin telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Perikanan di Kabupaten Bantaeng. Agar segera mengirim surat pada Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan mengusulkan agar Bantaeng dijadikan sentra pengembangan bibit Lobster Mutiara di Sulsel.

Sementara, Awalyadi, 30 tahun putra pertama Syafaruddin, menambahkan bahwa dirinya pernah dikirim ke Jakarta oleh pemerintah daerah setempat untuk mengikuti pelatihan ekspor selama seminggu.

"Pelatihan itu difasilitasi sama dinas perdagangan dalam hal ini FTA center soal prosedur ekspor, apa saja yang dibutuhkan untuk bisa ekspor, bagaimana sistem-sistem kerjasama dengan buyer di luar negeri, seperti cara pembayaran, bagaimana cara membuat packing list dan invoice sebagai dasar terbitnya PEB," jelas Awal

Selama masa pandemi ini beberapa tantangan dirasakan Awal. Perihal perizinan ekspor, Awal mengaku perusahaan ayahnya telah mengantongi perijinan dan siap mengekspor. Namun semenjak pandemi menyerang, negara calon pembeli yakni Hongkong menyetop pengiriman barang dari luar. Bukan hanya itu, beberapa kendala teknis juga kerap dirasakannya.

"Misalnya malam hari listrik padam kita harus jaga genset agar sirkulasi air tetap terjaga, juga seperti awal-awal masa pandemi banyak maskapai tidak beroperasi yang membuat kami harus menyesuaikan waktu sebaik mungkin karena jadwal penerbangan tidak jelas," tuturnya

Ia berharap dengan adanya dukungan pemerintah usaha yang ayahnya rintis bisa menjadi perantara majunya nelayan-nelayan lokal terlebih di masa pandemi ini. Saat ini dengan dibantu tiga orang karyawan ia berharap CV. Mutiara biasa bergerak semakin maju untuk kesejahteraan bersama. []

Baca juga:

Hantu Cantik dan Kelelawar Raksasa di Kumaka Mamuju

Banting Setir ke Bisnis Kuliner Akibat Pandemi

Berita terkait
Cerita Seram Penghuni Gaib Asrama Kalokko Bantaeng
Kesaksian orang-orang yang tinggal di sekitar bekas asrama tentara zaman Belanda, Asrama Kalokko di Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Kisah Pengepul Lobster Bantul yang Enggan Jual Benur
Sugiyarto alias Tulus, seorang pengepul lobster di Kabupaten Bantul yang enggan menjual benur meski ramai dicari pembeli.
Harga Anjlok, Pemasok Lobster di Rembang Gigit Jari
Seorang pemasok lobster asal Rembang harus merugi karena turunnya harga jual lobster. Apa penyebab harga lobster di Rembang?
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.