Sunan Kuning Ditutup, WPS: Prostitusi Tetap Ada

Penutupan lokalisasi Sunan Kuning dinilai bukan solusi menghapus praktik prostitusi di kota Semarang.
Sejumlah WPS menyampaikan keluh kesah terkait penutupan lokalisasi Sunan Kuning di Kota Semarang, Selasa 18 Juni 2019. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang - Penutupan Lokalisasi Sunan Kuning atau Resosialisasi Argorejo, Kota Semarang dinilai bukan menjadi solusi tepat menghapus praktik prostitusi di sebuah wilayah. Penutupan salah satu tempat esek-esek di Jawa Tengah ini hanya akan membuat pelaku dan praktik prostitusi menyebar.

“Itu di Dolly pun ditutup (katanya) tidak ada prostitusi. Itu (praktik prostitusi) 100 persen tidak hilang kok, aku pernah survei di sana juga, itu lewat dari belakang,” ungkap wanita pekerja seks (WPS) yang mengaku bernama Eni (30) asal Wonogiri, Jawa Tengah, Selasa 18 Juni 2019.

Pendapat Eni disampaikan sesaat setelah ia dan puluhan WPS serta pelaku usaha di Sunan Kuning mendapat sosialisasi lanjutan rencana penutupan Sunan Kuning oleh Satpol PP dan Dinas Sosial Kota Semarang. Sosialisasi digelar di Balai RW IV, Kampung Argorejo, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat

Berita terkait: Pagi Ini, WPS dan Mami di Sunan Kuning Dikumpulkan

Di jalan-jalan, tiap hari dilakukan razia prostitusi. Banyak yang digusur tapi masih kelihatan, malah ada praktik di tempat lain. 

Wanita itu lebih banyak dari laki-laki, tidak mungkin 100 persen bersih. Prostitusi tetap akan ada meski Sunan Kuning ditutup.

Di sisi lain, penutupan Sunan Kuning dianggap hanya akan meningkatkan angka kriminalitas. Pemerkosaan bukan tidak mungkin makin masif lantaran tidak ada penyaluran syahwat bagi kaum pria hidung belang. Dan yang rentan menjadi korban perkosaan adalah perempuan terdekat dalam sebuah keluarga.

“Kalau tidak ada prostitusi seperti ini, pemerkosaan di luar pasti bertambah banyak. Seperti ketika ada isteri sambung dengan anaknya, jalan keluarnya pasti anak-anaknya sendiri dong,” sebut perempuan berkacamata tersebut.

Berita terkait: Penutupan Sunan Kuning, DPRD: Semarang Ketinggalan

Di sisi lain, ketika lokalisasi seperti Sunan Kuning ditutup dan aktivitas prostitusi berpindah ke jalanan maka kontrol atas penyakit kelamin dan penyebarannya akan sulit dilakukan. Dan yang menjadi korban domino adalah ibu rumah tangga atau isteri dari suami yang kerap melakukan transaksi prostitusi di jalanan.

“Kalau setahu ku penyakit antara PSK dan ibu rumah tangga, itu lebih hampir semua dari ibu rumah tangga. Kalau penyebaran dari PSK (pekerja seks komersil) di sini tidak ada. Sebab jika ada yang terkena penyakit, di sini langsung dikasih pendampingan dan pengobatan, jadi di sini enggak asal. Takutnya kalau ditutup nanti pada terjun ke jalanan,” imbuh dia.

Hal senada disampaikan WPS lain yang enggan namanya disebut. Panggil saja perempuan seksi ini dengan nama Tina, usia sekitar 25 tahun. “Kalau ditutup maka perempuan-perempuan cantik yang sedang jalan pada malam hari bisa disikat itu mas. Karena sudah tidak ada penyaluran,” ujar dia.

Berita Terkait: Pekerja Seks Sunan Kuning Dapat Rp 5,5 Juta per Orang

Dalam pertemuan tersebut, WPS keberatan jika Sunan Kuning ditutup secara permanen. Selain alasan yang telah disampaikan, mayoritas pekerja seks belum siap beralih ke usaha lain.  

“Takdir memang tak bisa diubah, tapi nasib masih bisa diubah. Semisal ini benar benar ditutup, apa wali kota Tidak memikirkan anak-anak kami yang masih kecil.  Anak-anak bisa sekolah, kuliah bisa lulus jadi sarjana karena dari awal memang bekerja dari sini,” tandas Eni.

Ketua Resosialisasi Hormati Keputusan Pemerintah

Ketua Resosialisasi Argorejo Suwandi menghormati keputusan pemerintah yang hendak menutup Sunan Kuning. Namun ia berharap rencana tersebut tidak mematikan ragam usaha yang sudah ada. “Jangan sampai anak-anak di sini, karena ketidak mampuan secara ekonomi orang tuanya, akhirnya lulus jadi preman,” kata dia.

Kepala Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto menilai wajar jika anak asuh di Sunan Kuning berkeluh kesah atas nasib mereka ketika mengetahui rencana penutupan. Fajar meyakinkan pemerintah tidak akan lepas tangan dengan nasib warga maupun WPS pasca penutupan Sunan Kuning.

Berita terkait: Pemkot Semarang Akan Tutup Lokalisasi Sunan Kuning

“Di sini mayoritas rumahnya milik penduduk. Beda dengan Kalijodo yang mayoritas lahannya milik pemerintah, dibongkar selesai. Di sini tidak bisa seperti itu karena bangunan di sini ber-IMB. Sehingga kami cari solusi, bangunan tetap tapi nanti kami bantu sesuai dengan yang dipikirkan warga,” beber dia.

Sudah ada rencana pemerintah untuk mengalih fungsikan Sunan Kuning menjadi kampung tematik dengan memperhatikan potensi setempat. “Saat ini tengah dikaji dan digodok terus oleh instansi terkait,” ujar dia. 

Sementara untuk WPS juga telah disiapkan uang jaminan hidup sebesar Rp 5,5 juta per orang yang bisa digunakan untuk merintas usaha lain di luar Sunan Kuning.

“Saya yakin mbak-mbak di sini pada dasarnya tidak ingin bekerja seperti itu di sini. Dan saya yakin Tuhan akan memberikan jalan bagi mereka yang memang hendak mengubah nasibnya, siapa sih yang mau hidup dari kegiatan seperti itu terus,” tukas Fajar. []

Berita terkait: Puasa Ramadan, Komplek Sunan Kuning Tutup

Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.