Sudarto Pejuang Kemanusiaan, Polda Sumbar Arogan

Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) mengecam Polda Sumbar yang arogan, menangkap aktivis keberagaman Sudarto. Sudarto harus dibebaskan.
Sudarto didampingi Direktur LBH Padang, Wendra Rona Putra, ketika menjalani pemeriksaan di Polda Sumbar. (Foto: Tagar/Dok. LBH Padang)

Jakarta - Ketua Umum DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Willem Wandik meminta Kepolisian Daerah Sumatera Barat membebaskan aktivis pluralisme Sudarto Toto. Aktivis Pusat Studi AntarKomunitas (Pusaka) bernama Sudarto, 45 tahun, ditangkap Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Selasa, 7 Januari 2020. Sudarto ditangkap karena postingannya di Facebook menyebut adanya larangan Natal 2019 di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat.

Willem Wandik menyatakan DPP GAMKI mengecam tindakan Kepolisian Daerah Sumatera Barat tersebut. Pihaknya menilai Kepolisian Daerah Sumatera Barat tidak mampu bersikap objektif dalam menjaga semangat berkebangsaan di negeri ini. 

“Tindakan Polda Sumbar kontradiktif dengan pidato Presiden Jokowi saat Perayaan Natal Nasional 2019 di Sentul, Bogor pada tanggal 27 Desember 2019. Dalam pidatonya, Presiden menyatakan dengan tegas bahwa negara menjamin kebebasan semua umat beragama sebagaimana yang telah dijamin di dalam UUD 1945,” ujar Wandik dalam keterangan tertulis diterima Tagar, Rabu, 8 Januari 2020.

Ia mempertanyakan, mengapa ketika ada aktivis keberagaman yang sedang menyuarakan kebebasan umat beragama, sejalan visi Presiden, justru Kepolisian Daerah Sumatera Barat menganggapnya sebagai ancaman, Sudarto yang moderat dan menghargai pluralisme malah dikriminalisasi.

Polda Sumbar sangat arogan dan semena-mena, justru menangkap pejuang kemanusiaan ini.

“Seharusnya, pelaku pelarangan Natal itulah yang ditangkap dan diproses hukum. Ini justru terbalik, malah orang yang menyuarakan kebebasan beribadah yang ditangkap dan dikriminalisasi. Kapolda Sumbar tidak memahami tugasnya yang seharusnya melindungi hak setiap warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar,” tutur Wandik.

Menurut Wandik, advokasi yang dilakukan Sudarto terhadap jemaat Kristen dan Katolik di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, ataupun aksi-aksi advokasi di daerah lain yang dilakukan para aktivis keberagaman adalah upaya masyarakat non sipil untuk memperjuangkan hak-hak konstitusional setiap warga negara. Seharusnya tindakan-tindakan patriotik itu didukung aparat pemerintah, bukan sebaliknya.

“Apa yang dilakukan Sudarto sangat Pancasila. Dia memperjuangkan kelompok termarjinalkan. Polda Sumbar sangat arogan dan semena-mena, justru menangkap pejuang kemanusiaan ini,” ujar Wandik.

Hal senada disampaikan Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat. Ia menilai penangkapan Sudarto, aktivis Pusaka Foundation, telah mengancam demokrasi sekaligus langkah mundur dalam penegakan hukum di Tanah Air.

“GAMKI memandang bahwa kriminalisasi terhadap pejuang kemanusiaan yang menyuarakan kebenaran dan keadilan adalah sikap reaktif yang menjadi ancaman terhadap perwujudan hak-hak konstitusional di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tindakan kepolisian Sumbar dapat memberikan angin segar terhadap bertumbuhnya intoleransi dan diskriminasi di daerah-daerah lain di Indonesia,” ujar Sahat.

Sahat mengatakan, melihat situasi ini Kepala Kepolisian RI harus mengambil langkah tepat dengan segera membebaskan Sudarto. Tindakan Kapolri ini penting untuk menunjukkan sikap kepolisian, yakni berpihak dan menjamin hak setiap warga negara yang diatur dan dijamin di dalam UUD 1945. "Kapolri harus segera bertindak. Bebaskan Sudarto dan berikan sanksi ataupun peringatan terhadap aparat kepolisian yang gegabah melakukan penangkapan. Kepolisian harus berdiri di atas semua golongan, tidak kalah dengan tekanan kelompok intoleran." 

Sikap MUI Padang

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus aktivis lembaga Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang Sudarto kepada penegak hukum. Hal ini disampaikan Ketua MUI Kota Padang Duski Samad seperti diberitakan Antara, Rabu. Ia yakin aparat bertindak sesuai koridor hukum.

"Jika sudah ditetapkan sebagai tersangka biarlah hukum yang bicara dan tidak boleh masyarakat mengintervensi hukum," ujar Duski Samad. Menurutnya polisi tentu sudah punya cukup alat bukti saat memutuskan menangkap dan menetapkan Sudarto sebagai tersangka. "Jika semua orang bisa bicara seenaknya tentu kacau republik ini, akan lebih baiknya kita serahkan saja kasus ini pada aparat hukum."

Duski kemudian menyatakan ajakan kepada warga mendukung aparat penegak hukum menangani perkara tersebut.

Aparat Kepolisian Sumatera Barat menangkap aktivis Pusaka Padang Sudarto (45) karena menduga dia melakukan tindakan pidana dengan menimbulkan kebencian melalui media sosial ketika perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya pada Desember 2019. Menurut polisi, Sudarto sengaja menyebarkan berita bohong yang bisa menimbulkan permusuhan antarindividu dan antarkelompok suku, ras, agama, dan antargolongan melalui media sosial. Polisi menjerat Sudarto dengan pasal dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. []

Baca juga:

Berita terkait
Koalisi Pembela HAM Sumbar Kecam Penangkapan Sudarto
Koalisi Pembela HAM Sumatera Barat mendesak polisi segera membebaskan aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka), Sudarto.
Mahfud MD: Intoleransi di Indonesia Turun 80 Persen
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan fenomena ujaran kebencian dan intoleransi turun 80 persen di Indonesia.
Sultan Minta Polda DIY Fokus Antisipasi Intoleransi
Sultan menyadari Yogyakarta yang kompleks punya potensi koflik beda agama. Untuk itu Sultan minta kepolisian fokus mengantisipasi intoleransi.
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.