Padang - Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatera Barat (Sumbar) mengecam aksi penangkapan aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka), Sudarto, 45 tahun. Penangkapan itu diklaim sebagai bentuk pembungkaman demokrasi di Indonesia.
Penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi ke depan, terlebih dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Hal itu disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Wendra Rona Putra, yang sekaligus penasehat hukum (PH) Sudarto, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tagar, Selasa 7 Januari 2020.
Menurut Wendra, pemakaian pasal-pasal karet dalam undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi eletronik, terus dilakukan oleh negara untuk membungkam kritis dalam menyuarakan hak-hak masyarakat yang ditindas dan dikucilkan untuk menjalankan agama yang dipercayai.
"Tentunya penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi ke depan, terlebih dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan," katanya.
Dia menyebut ada kejanggalan dalam penangkapan Sudarto. Sebab sebelumnya kliennya tidak pernah dipanggil oleh pihak kepolisian. Penangkapan tersebut terjadi tiba-tiba tanpa prosedur pemanggilan terlebih dahulu.
"Ini telah melanggar ketentuan peraturan Kapolri nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana yang mengamanatkan sebelum penangkapan mesti dilakukan upaya paksa pemanggilan," katanya.
Atas tindakan itu, pihaknya yang mengatasnamakan Koalisi Pembela HAM Sumbar mengecam tindakan pihak kepolisian yang diduga melakukan kriminalisasi terhadap Sudarto. Dia juga mendesak agar polisi segera membebaskan Sudarto.
"Sejatinya penjara diperuntukkan bagi orang-orang yang melanggar hak asasi orang lain. Di antaranya yang menghambat aktivitas peribadatan bagi umat beragama," katanya.
Dia mengatakan, pihak kepolisian seharusnya tidak menahan orang-orang yang memperjuangkan hak atas beribadah orang lain. Sebab setiap orang berhak memeluk, menyakini dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya masing-masing.
"Kami tahu Sudarto adalah orang memperjuangkan kebebasan beribadah orang lain bukan malah menghambatnya. Tindakan polisi ini di khawatirkan semakin memberi ruang untuk terus berkembangnya intoleransi di Sumbar," tuturnya. []
Baca juga: