Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani menganggap perbankan nasional saat ini telah banyak mendapat perhatian dari pemerintah terkait dengan antisipasi pemburukan kinerja industri jasa keuangan di masa pandemi.
Dia mencatat, sejumlah treatment khusus telah dilakukan oleh negara pada sektor ini, seperti diantaranya program restrukturisasi kredit, dan penempatan dana pada bank jangkar untuk dimanfaatkan sebagai sokongan likuiditas.
“Bank itu follow the business, kalau bisnisnya tidak jalan, bank tidak mungkin bisa menyalurkan kredit. Jadi, demand side ini yang harus di-create oleh pemerintah,” ujarnya dalam sebuah webinar, Jumat, 17 Juli 2020.
Ekonomi itu lantas menyebut setidaknya ada empat hal yang harus dilakukan pemerintah untuk menopang kinerja bank.
“Pertama adalah pemerintah harus menggenjot belanja [APBN], karena kemarin saya lihat belanja kuartal I dan II/2020 itu masih tertahan. Mungkin nanti pada kuartal III dan IV bisa meningkat,” tuturnya.
Selanjutnya yang kedua menurut Aviliani adalah soal arah belanja pemerintah pusat yang diprioritaskan untuk menyerap produksi dalam negeri.
“Kemudian yang ketiga adalah pemerintah harus mengambil inisiatif dalam menciptakan rantai pasok antara pelaku usaha kecil atau UMKM dengan pebisnis yang skala ekonominya besar agar mereka saling bekerja sama,” ucap dia.
Lalu, poin terakhir yang dia kemukakan adalah mengenai pengembangan industri yang fokus menggarap barang-barang substitusi impor.
“Karena kemarin saat impor [barang modal] itu tertahan, terbukti kita bisa membuat sendiri barang-barang yang dibutuhkan untuk industri. Ini yang perlu kita garap,” katanya.
“Kalau ini semua jalan, sektor usahanya bisa bangkit, maka peran bank dalam perekonomian akan semakin besar dari sisi ekspansi kredit,” sambung Aviliani.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan mencatat hingga 6 Juli 2020 total kredit perbankan yang telah direstrukturisasi mencapai nilai Rp 769,55 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 326,38 triliun kredit UMKM kepada 5,41 juta nasabah, serta Rp 443,17 triliun kredit non-UMKM kepada 1,31 juta nasabah.
Sementara itu, Kementerian Keuangan sudah tiga kali merevisi besaran belanja negara dari sebelumnya Rp 2.540 triliun, menjadi Rp 2.613 triliun, hingga yang terakhir sebesar Rp 2.739 triliun. Tambahan belanja itu dimaksudkan agar membantu pemerintah dalam penanganan dampak pandemi.
Adapun, hingga semester I/2020 realisasi belanja negara diketahui kurang dari 50 persen, yakni sebesar Rp 1.068 triliun.